Last Visit

13 0 0
                                    

This is my last visit and play around...

Kinara membuka bagasi mobil sedannya. Ada sebuah tas berisi jaket berwarna biru tua. Diambilnya tas putih itu dan dipeluknya sepanjang jalan menuju sebuah rumah di pinggir hutan.

It's been four days since my last visit to Rina's house...

Kali ini Kinara nggak diikuti Jose. Dia pergi sendirian ke rumah itu. Jalan yang cukup panjang ia lalui sendirian dengan heels besarnya yang kokoh menginjak tanah. Rumah itu kira-kira naik lagi ke bukit, jauh dari jalan sempit yang berhenti di depan jurang. Bukit diukir menjadi tangga curam yang setiap tanjakannya kira-kira setinggi dua puluh senti. Cukup menguras tenaga kalau manusia biasa yang menaikinya.

This house still the same since the last visit... I wish I could make it to come back to Titanium University in less than one day...

Rumah itu berdiri di atas pelataran bukit yang diratakan. Pelataran itu masih tanah. Kalau mau masuk ke rumah itu harus berjalan di atas batu-batu yang disusun acak membentuk jalur. Kinara berdiri menunggu pintu dibuka. Dengan sabar dia memperhatikan cat merah yang sudah pudar. Kusen jendelanya dicat putih dan tirai di dalamnya juga berwarna putih. Pintu dibiarkan natural warna kayu jati. 

Pintu terbuka dan seorang pria berkulit sawo matang keluar. "Kinara. Apa kabar?" Pria itu langsung menyalami Kinara sambil tersenyum akrab.

"Baik, Pak Chandra. Bapak sendiri sehat?"

"Hehehehe... Baik. Bapak dari dulu kan gini-gini aja, Kinara. Yah... sakitnya orang tua. Hehehehe... Masuk, Kinara. Yang lain udah di dalem."

This is our base in Bogor... We call it The Hills...

Suasana di dalam rumah begitu damai dan tenang. Udara sejuk juga berkumpul di dalam ruang tamu. Di sana ada Rusman dan seorang cowok yang usianya mungkin lebih tua dari Jose. Kinara mengingat-ingat namanya. Firad. Ya, namanya Firad. Kinara mengangguk menyapa mereka berdua. Chandra mengantar Kinara ke belakang, ke ruang makan yang sempit karena bercampur dengan dapur. Ada I Nugraha di sana, duduk menyisip kopi hitam.

"Guru," sapa Kinara. Saat kakek tua itu menoleh, Kinara mengatupkan tangan dan membungkuk. "Aku pulang."

"Hmm..." Kakek bernama I Nugraha itu mengangguk. Kinara tegak lagi. "Kamu makin kurus, Kinara. Kamu makannya sedikit ya di Bandung?"

"Kinara kecapean aja."

"Ya, jelas kamu capek. Guru kan bilang kamu nggak usah berburu pelesit kalau kita nggak ada panggilan. Jangan mendahului yang di atas, Nak."

Bibir Kinara terkatup. "Sampun Guru."

"Soal keris... kita belum ada petunjuk dari dewata. Barangkali kalau kita cari sekarang, bakal terjadi petaka. Kita panggil kamu ke sini supaya kamu istirahat di sini. Ingat, Kinara! Ratulangi mulai bergerak. Nah... Dia sedang cari kamu."

"Leak bernama Walu masih hidup," jelas Chandra. "Menurut penglihatan Ki Galih, Walu pernah membangkitkan ilmu hitam palasik di diri kamu, Kinara."

"Nah... Maka dari itu kamu tinggal di sini mulai sekarang," ucap I Nugraha sambil mengangkat sendok kopinya.

These are the words I hate the most. 'Stay here'... I don't like being caged...

Chandra mengantar Kinara ke sebuah kamar kecil dengan pintu putih. Ada sebuah kasur di atas rangka ranjang yang sudah agak berkarat. Nggak masalah. Kamar itu bersih dan rapi meski barang-barang di dalamnya sudah tua dan usang. Contohnya si meja rias antik ini. Gaya Belanda masih menempel erat di meja antik itu. Bahkan kursinya juga antik dan satu tema dengan mejanya.

Blood and A HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang