Woman in The Hood

10 0 0
                                    

Malam menjelang. Kira-kira pukul tujuh malam sehabis makan malam, Jose tiba di tempat kost-nya. Kamar berukuran tiga kali lima meter—termasuk kamar mandi dalam dua kali satu setengah meter—menyambut kedatangan si tuan kamar. Jose benar-benar lelah. Dia kebanyakan makan plus harus jalan kaki bolak-balik dari lantai satu ke lantai empat, lantai dua ke Gedung Serbaguna. Sampai di kamar kost, dia ganti baju lalu tumbang ke kasur.

Drrt... Drrt...

Line masuk dari pengirim yang berjulukan bunga. Jose mengerang malas.

Drrt... Drrt...

Line masuk lagi. Nggak tahu dari siapa. Jose membenamkan mukanya ke dalam bantal empuk. Dia tertidur selama sepuluh menit.

Drrrrrt... Drrrrrrt...

"Gua mau tidur, nyet!!" gertaknya. Jose merampas smartphone-nya dan menemukan Line yang berbunyi serius. Wajahnya berubah serius dan seram. "Harus sekarang banget?"

Jose turun dari ranjang. Dia melenggang malas menuju pintu. Dibukanya kunci pintu dan ada Gintar yang berdiri memelas di balik pintu. Jose berdecak kesal sambil menggaruk-garuk rambut.

"Harus sekarang banget lu ke sini?" ketus Jose.

"Kan tadi gua udah bilang mau ke sini."

Jose menelusuri bawaan Gintar mulai dari ransel yang dipakai waktu kuliah, jaket merah abu-abu yang disampirkan di lipatan tangan, tas laptop dan... bantal.

"Lu bawa-bawa bantal dari Rentaus ke sini? Ngapai woi? Gua ada bantal Pa."

"Bantal lu bau. Gua mau nginep sampe Rabu biar Lidia nggak ketemu gua terus."

"Kalo lu mau kabur dari dia, mendingan lu nginep di tempatnya Yadi. Di sini sama aja. Dia bakal nyari lu ke sini."

"Emangnya si Yadi balik ke rumah?"

"Iye. Gua yang suruh."

Gintar memanyunkan bibir. "Oke..." Dia pergi ke kamar Yadi yang terletak di seberang kamar Jose. Lalu dia balik lagi. "Kuncinya?"

Jose mengangkat serenteng kunci yang diikat tali kur merah. Gintar menyengir, mengambil kunci itu dan pergi ke kamar Yadi. Gangguan sudah pergi. Jose menutup pintu dan kembali tidur. Dia baru ingat. Dia mengunci pintu lalu balik lagi ke kasur.

Drrt...

Sebelum Jose tumbang, layar smartphone-nya menyala. Jose duduk di tepi kasur sambil membaca Line penting itu. Datangnya dari 'Bunga'. Isinya penting. Kentara dari betapa seriusnya Jose membaca isi pesan sampai habis. Dia memandang keris yang ditaruh di atas rak gantung. Keris itu bergetar.

"Harus sekarang banget, ya?"

Jose bangkit dari kasurnya. Dia mandi cepat-cepat lalu memakai kaus hitam dan celana abu-abu gelap berbahan mirip jeans. Sebuah tas selempang dari kain putih diambilnya, diisinya dengan smartphone, kain putih yang dilipat rapi di dalam lemari, serta tali kur putih yang digulung seperti tali tambang. Senter juga dimasukkan ke sana. Terakhir, Jose memakai kemeja hitam hijau pastel kusam berbahan semi-jeans. Dia mengambil keris dan menempelkan dahinya di sarung keris.

"Mohon petunjuknya."

Jose menyelipkan keris itu di belakang punggungnya. Inilah fungsi kemejanya: menyembunyikan si keris tersebut. Jose menyandang tas selempangnya lalu pergi meninggalkan kamarnya.

"Jose!"

Jose nggak kaget. Dia sudah tahu. Dia melirik ke belakang, menemukan Gintar yang juga baru keluar dari kamar Yadi.

Blood and A HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang