Empat|Festival Kembang Api (1)

6.9K 685 19
                                    


     Gambar dalam sketsa itu terlihat tidak asing, sangat tidak asing. Tertera goresan-goresan hitam yang membentuk suatu gambar.

    Gambar seorang gadis dari belakang, gadis dua dimensi yang setiap helai rambutnya digambar dengan sangat detail, begitu niat, seluruh unsur gambar itu seakan mencerminkan emosi dan pikiran si penggambar.

    Seakan kertas sketsa itu adalah helaian yang berisi imajinasi dan pemikiran, sebuah media yang memberikan begitu banyak kesan tersendiri.

     Goresan pensil itu membentuk seorang gadis muda yang sedang berdiri, bahunya disandarkan ke sebatang pohon. Rambutnya yang terlihat begitu nyata menambah kesempurnaan gambar tak berwarna itu. Dan satu hal lagi yang tidak luput dari pandanganku, seragam yang dikenakannya adalah seragam sekolahku.

     Apa gadis ini nyata? Apa gadis ini adalah murid di sekolahku? Kenapa gambar gadis itu terlihat sangat tidak asing? Kenapa gambar sebagus ini dibuang? Siapa yang menggambar sketsa ini?

    Itulah pertanyaan yang mendesak-desak otakku untuk mencari jawaban dari semuanya. Untuk pertanyaan terakhir, apa mungkin Aidan? Tapi jawaban itu tidak bisa dianggap benar dulu. Dari ribuan anak di SMA Pelita Bangsa, bukan cuma Aidan yang bisa menggambar sketsa.

     Tiba-tiba nada dering ponselku terdengar, membuat permukaan meja belajarku bergetar. Aku menggeser Layarnya, terlihat nama kontak pemanggil yang langsung membuat mataku melotot sempurna.

     Panjang umur. lagi.

     Aidan meneleponku.

     Sebelum menjawabnya, aku berdeham terlebih dahulu, memastikan agar suaraku tidak terdengar serak.

     "Woy, Anya!" Terdengar suara mendesak dari seberang sana, membuatku langsung  menjauhkan ponsel dari telinga.

     "Gak pake teriak,  apaan?" tanyaku heran.

    "Gue nemu dompet warna biru muda di sela-sela sofa, itu dompet lo?" Tanyanya kemudian, aku langsung bangkit dari dudukku dengan penuh semangat.

     "Iya itu dompet gue! Duh, kirain jatuh atau dicuri orang, ternyata ketinggalan di situ." Aku mengusap dada lega.

    "Makanya, lain kali kalau baru bangun tidur di rumah orang, tenangin otak dulu," Aidan meledek.  "Jangan baru bangun langsung ngedesak minta diantar pulang.

     Mendengar itu, pipiku langsung panas sampe ke ujung-ujungnya.

    Cowok itu bahkan bisa membuatku serasa ingin membenturkan dahi ke atas meja bahkan ketika mendengar suaranya saja.

     "Kan gue gak  minta dianterin," Lama-lama aku kesal juga. "Gue ke rumah lo ya, cuman pengen ngambil dompet," kataku kemudian.

     "Eh, eh gue aja yang ke rumah lo. Sekalian pengen keluar rumah, bosan," ucap Aidan dengan nada memohon, aku terkekeh mendengar suaranya. "Ehem, lo, ehm lo...,"

     Aku mengernyitkan alis mendengar suara Aidan yang entah kenapa langsung terbata-bata. "Apa?"

     "Ehem, lo, eh-lo ganti baju ya." Lalu sambungan terputus.

Sketcher's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang