Sebelas|Kenyataan(1)

7K 537 19
                                    

   Dear Penny,

   Kurasa hari ini aku tahu satu hal, bahwa tidak selamanya melihat senyumnya itu menyenangkan.

                         ***

      Aku membuka mata dan melihat
sekitar. Mataku terpaku pada jendela kamarku yang ditutupi gorden berwarna biru langit, tidak ada secerca cahaya pun yang keluar dari sana. Dan itu berarti hari belum terlalu pagi.

     Namun tiba-tiba mataku yang tadinya akan tertutup, menjadi terbuka lagi ketika kurasakan sakit di bagian pelipisku. Rasanya pening dan berdenyut-denyut, bulir keringat mulai membasahi keningku.

    Aku duduk dan bersandar di bantal,   tanganku sibuk memijat pelipis yang masih sakit. Aku merasakan hal lain, rasanya semua sendiku terasa lembek dan lesu. Badanku lemas, hawa panas mulai berkelebat di sekujur tubuhku, bibirku juga menggigil dan bergetar. Aku memejamkan mata berusaha meredakan pening yang masih menjalar di sekitar pelipis, mataku terasa hangat, begitu pula nafasku. Aku menelan ludah, tenggorokanku juga kering.

      Aku tahu ini akan terjadi, karena dari kemain aku sudah demam. Dan sepertinya dekarang demamku semakin tinggi.

      Setengah sadar, aku menggerak-gerakkan tangan, meraba-raba tempat tidur berharap menemukan ponsel.

      Begitu benda itu kudapat, aku segera membuka kunci layarnya, beriniat menghubungi Kira dan menitip izin sakit ke guru.

      Namun sebelum aku mengetikkan kalimat, sebuah informasi muncul.

Kemarin, 14:30.

From: Kira

Besok lo datang kan? Tadi pas lo enggak masuk, ada pengumuman dari Pak Sukirman, katanya besok ulangan. Kan Anjrit.

     Sialan.

     Kuambil cermin di dekat meja makan, lalu aku melihatnya dengan tatapan kosong. Pucat, wajahku benar-benar pucat. Bibirku juga membiru, kini aku tampak seperti mayat hidup.

    lalu mataku terpaku lagi pada lututku yang sudah dililit perban putih. Dan pikiranku kembali menerawang.

     Siapa yang membalut ini?

     Tapi alih-alih berpikir lagi, aku malah kembali berbaring. Aku bahkan sudah terlalu lelah untuk sekedar duduk saja.

      Namun sebelum menutup mata, aku mendengar suara kresek-kresek setiap kali tubuhku bergoyang. Aku duduk lagi, lalu meraba-raba tempat tidur. Mencari-cari benda yang menimbulkan suara yang mengusik itu.

     Beberapa saat kemudian, tanganku menyentuh sesuatu. Setumpuk kertas. Aku menajamkan penglihatan, oh, ternyata itu kumpulan sketsa-sketsa Aidan yang kukumpulkan.

     Sketsa cewek yang selalu sama, aku lebih suka menyebutnya, petunjuk. Seolah-olah detektif yang selalu ingin memecahkan pertanyaan; siapa sebenarnya cewek itu? Walau akhir-akhir ini, semangatku hilang entah ke mana.

     Aku melihat sketsa di tumpukan paling atas, ada gambar cewek itu, sedang berdiri di samping pohon. Tidak tampak wajahnya, hanya rambut panjang yang terjuntai ke belakang.

     Satu fakta yang sejauh ini kuketahui; cewek ini benar-benar ada di dunia nyata.

     Aku memindahkan sketsa tadi ke bagian belakang, sehingga kertas lain di belakangnya terlihat. Sketsa kedua adalah, gambar cewek yang masih sama. Sedang mengambil buku di loker yang kelihatan tidak asing, lagi-lagi wajahnya tidak diperlihatkan.

Sketcher's SecretWhere stories live. Discover now