MGA 6 : Caramel Macchiato

2.6K 99 1
                                    

#31 Desember 2016 #


Jam 4.30

Karin sedang mematut dirinya, menukar celana pendek selutut dan kaos serta long vest dengan mini dress berwarna pastel.

"Ga gue banget,"ucap gadis itu. saat melihat pantulan tubuh feminimnya di depan cermin. 15 menit berlalu saat akhirnya Karin keluar kamar dengan celana jogger berwarna army dan kaos putih tanpa lengan. Di tangannya ada jaket parka berwarna navy.

"Ini dia, Karinnya keluar." Karin menoleh, di meja dapur ada Mama, Kak Radit serta istri dan anaknya.

"Wah, kok kakak ada di sini."serunya senang, sudah lama dia ga ketemu dengan Radit. Sejak kakak sepupunya itu pindah ke Jogja. Karin meletakkan tas punggungnya di sofa.

"Mbak Tia, apa kabar?"tanyanya.

"Baik, loe sendiri gimana?"

"Kabar Karin, SUPER SEKALI."ucap Karin sambil menirukan nada bicara motivator Mario Teguh. Dia meraih Livi ke pelukannya.

"Kesayangan onty, udah gede"tangannya mencubit pipi Livi gemas. Gadis kecil itu tersenyum malu-malu. Dan mengeliat manja, berusaha kembali pada bundanya.

"Loe mau pergi, kok ga bilang-bilang kakak Rin!"tegur Radit.

"Maap... Karin lupa, abis dadakan banget."dia nyengir,"Kak Radit kapan dateng?"

"Ini makan Dit, mumpung masih panas."Mama menyorongkan mangkok berisi soto ayam kuah santan.

"Barusan, Loe mau pergi?"

"Hu um, mau ketemu temen bentar."jawab Karin.

"Ketemunya ga bisa nanti Rin, Radit ga nginep. Masa dia jauh-jauh kamu tinggalin."

"Kakak ga nginep?"nada kecewa kentara sekali di suaranya.

"Besok kakak nginep di sini, loe berangkatnya masih lusa kan?"tanya Radit.

"Iya sih, emang malam ini nginep di mana?"

"Di rumah Bapak Rin, nanti Radit di PHK jadi mantu, dateng kesini ga nginep di sana."canda Mbak Tia.

Karin hanya bisa tertawa, dia melirik jam dinding, jam 5 sore. Farrell mungkin sudah menunggunya. Semoga dia bukan tipikal orang yang benci menunggu.

****

Baru 2 jam kemudian Radit meninggalkan rumahnya, Karin langsung melesat menuju Coffee Leaf, dengan perasaan bersalah dia langsung menuju ke meja kasir. Tapi hanya ada Adam di sana.

"Hey, Rin?"

"Hai...Uhmm... Dam, Farrell ada?"

"Dia baru aja pergi,"katanya,"Ga baru sih, sekitar sejam yang lalu."

"Dia balik lagi ga?"

"Kayaknya ga deh, Oh ya, Farrell bilang, pesanan loe malam ini dia yang bayar. Jadi, loe mau pesen apa?"

"Caramel.. Machiato,"bisik Karin.

Dia udah pergi, pastinya sangat jengkel, karena di buat menunggu lebih dari dua jam oleh cewek yang bahkan bukan apa-apanya. Rasa panas mendesak di belakang mata Karin, membuatnya langsung menuju parkiran begitu cup coffee sudah di tangan.

Besok gue harus ke sini lagi, seenggaknya gue pengen liat dia. Meski dia marah juga, ga apalah... mungkin 3 tahun lagi saat gue balik. Dia udah ga ada di sini. Ini kesempatan terakhir gue buat liat dia. Pokoknya besok harus ketemu.

Pipinya terasa basah, Karin menoleh ke atas. Berpikir bahwa itu hujan yang turun. Tapi ternyata itu matanya yang menciptakan hujan lokal. Dia mendesah... menarik cup coffee dan menyesapnya. Mengecap gurihnya susu bercampur kopi espresso serta vanilla yang terasa creamy di lidah.

Sedikit pahit tapi tetap terasa manis, seperti dirinya dengan Farrell 2 tahun ini. Andai dia lebih berani dulu untuk menyapa, mungkin Karin tidak akan berakhir segelisah ini.

****

Esok harinya, sejak dari jam 3 sore, Karin sudah muncul lagi di café . Tapi tak ada Adam, pun Farrell... sebagai gantinya, ada seorang gadis yang tak Karin kenal berdiri di sana.

"Selamat Sore, mau pesan apa?"tanyanya ramah.

"Adam, hari ini ga kerja?"tanya Karin, dia melongok ke belakang sekat.

"Dia ada urusan hari ini,"

"Farrell, ga dateng juga?"

"Mas Farrell? Hmm... kurang tahu mbak."

Mungkin dia datengnya malem

"Gue mau chocolate, uhmm... caramel machiatto deh. Medium."

"Okay, hot or cold?"tanya gadis itu.

"Cold,"

"Pakai foam mbak?"

Karin mengangguk, tangannya mengeluarkan lembaran seratus ribuan, yang di terima gadis itu, dalam beberapa menit. Karin mengeluarkan HPnya, memainkan candy crush untuk membunuh waktu. Berkali-kali matanya melirik pada jam berbentuk cangkir di dinding.

2 jam berlalu, kopinya hampir tandas. Tapi Farrell belum juga muncul. Akhirnya gadis itu memesan satu gelas lagi, dan gelas ketiga menyusul. Apa malam ini dia tak datang ke café, biasanya dia selalu datang.

Apa Farrell semarah ini padanya. Sampai dia tidak ingin melihat Karin. Farrell kan tahu besok Karin akan berangkat. Karin ingin bertanya tapi tak tahu pada siapa dia bertanya. Gadis itu dia tak kenal. Besok dia flight pagi, tak mungkin di sini semalaman. Apalagi Kak Radit dan Mbak Tia ada di rumah.

Tepat jam 10 malam, Karin meninggalkan tempat itu. Mematung sejenak di atas motornya. Memory percakapan mereka dua hari yang lalu berputar ulang di depan matanya. Teringat kata 'OH..' yang dia ucapkan dengan begitu konyol, teringat penolakannya. Teringat tahun-tahun yang dia lewati hanya sekedar memandangi Farrell. Kalau dia lebih berani, apa semuanya akan berbeda.

Hanya Farrell satu-satunya yang ada di depan matanya ketika dia mencoba membayangkan tentang masa depan. Hanya laki-laki itu yang ada di kepalanya ketika dia menyebut kata 'pacar'.

"Kalau kita ketemu lagi, aku akan ngomong tentang hal-hal yang menyenangkan... Kalau kita ketemu lagi aku pasti ga akan nolak ajakan kamu."bisiknya.

"Kalau kita ketemu lagi, aku akan ngomong apa yang aku rasakan tentang kamu."Karin menghela napas,"Kalau kita ketemu... tapi kapan lagi? Kita akan ketemu... Farrell, kamu di mana? Kamu dimana???"

Air mata Karin turun menganak sungai, dia terisak-isak di balik helmnya. Menjerit putus asa tanpa suara. Bersama air mata bercucuran, Karin membawa motornya menembus jalanan menuju ke rumah.

Allah... pengen ketemu dia banget.

Lampu menyala merah, dia masih terisak-isak. Seorang pengendara motor di depannya menoleh, Tapi dia tak perduli, dadanya terasa sesak, pandangannya kabur tertutup air mata. Dia menghela napas panjang dan menghembuskannya lagi. Tapi tak mengurangi rasa sesak yang menghimpitnya.

Tak ada jalan untuk ketemu Farrell, besok dia akan pergi jauh. Satu-satunya yang dia punya hanya buku itu. Buku yang ada Farrell di dalamnya. Semoga dia membacanya, semoga dia tau bahwa Karin yang ini pernah begitu memujanya.

Semoga dia tahu bahwa buku itu bukan sekedar buku, itu imaji terliarnya tentang dia. Pemilik tulang rusuknya yang mungkin sedang di pinjam oleh orang lain.

My Guardian Angel - RevisiWhere stories live. Discover now