Prolog

25.2K 696 10
                                    

"PERMISIIIIII!!!!!" Dengan selang waktu yang terhitung sebentar, gadis itu berhasil menyalip beberapa mobil dan truk besar di jembatan Ampera. Setengah rambut kecoklatannya yang tertutup helm, terkibar akibat gadis itu yang lupa mengikat rambutnya. "Pagi paman Pur!" Sapa gadis itu setelah melewati jembatan kepada seorang bapak tua yang mengangkut kotak berisi ikan gabus yang sangat banyak.

"Yo! Jatah satu gabus untukmu, Den!" Balas paman Pur seraya melemparkan satu renceng ikan gabus dan segera ditangkap oleh gadis itu. "Terima kasih, paman!" Teriaknya, kemudian kembali menaikkan kecepatan motor butut nya.

.

Gavin mengambil remote pendingin ruangan dan menyalakan air conditioner sambil menggosok rambut basahnya dengan hand towel. Hari ini ia begitu sial gara-gara kakaknya yang memaksanya mengurus cabang perusahaan tambang batubara milik ayahnya.

Ia tahu kakak perempuannya itu sibuk mengurus hotelnya di Jepang, tidak heran jika dirinya yang sedang menikmati liburan di Athena secara ajaib diseret dengan cepat oleh kakaknya itu ke Palembang.

Horror sekali.

Telepon kabel di rumahnya seketika berdering kencang. Dengan malas, Gavin berjalan ke arah telepon rumah di sisi sofa dan mengangkatnya. "Yak, halo?".

"gundulmu halo, halo! Gavin, dimana kau?!" secara otomatis Gavin menjauhkan teleponnya dari telinganya. Suara neneknya yang begitu nyaring bisa saja membuat telinganya bernanah. Ia menunggu hingga suara sang nenek kembali bercicit.

"Ya, aku di Palembang." Jawab Gavin sekenanya, ia bersiap menjauhkan teleponnya lagi dari telinganya. Tangannya meraup sebongkah apel besar dari atas meja dan menggigitnya.

"Cepat cari jodoh, Gavin!!"
 

Sudah diduga. Neneknya pasti akan membicarakan jodoh juga pada akhirnya. Sudah ke sekian kalinya neneknya itu selalu menyuruhnya mencari jodoh saat di telepon. Ini akibat karena sudah tidak ada yg membantu merawat dan membantu Gavin dalam kehidupan pribadi. Dan sesungguhnya, Gavin merasa tidak membutuhkan itu. "Iya iya nek. Nanti saja ya." Ucapnya malas, apelnya hampir abis namun neneknya masih sanggup berceloteh dengan nyaring dari sebrang telepon.

*****

Ckiitt

Setelah sekitar 10 menit berkendara, Aiden menghentikan motornya di samping trotoar. Sepertinya ia telah sampai di tempat tujuan. Ia mengecek kembali kertas yang tertempel di sekotak dus. "Jl Bypass 3." Aiden kembali menengok ke rumah di depannya, "wow. Mewah banget."

*****

Gavin mencomot apel kedua, entah kapan ia bisa menyelesaikan aktifitas ganti pakaiannya jika neneknya mempunyai daftar panjang untuk menyemprotnya.

"Gavin, dengarkan nenek.."

Lelaki berumur 28 tahun itu ber-"hmm" ria sementara mulai mengambil remote tv.

"Dapatkan calon istrimu hari ini atau kau akan dijodohkan dengan Karen."

Wait.. What?

Deg

Sialan! Gavin mengumpat keras keputusan ekstrem neneknya itu. Karen adalah wanita yang mengejar-ngejarnya sejak ia bertemu dengannya di rumah sakit 3 tahun lalu. Entah kenapa Karen terasa begitu mengerikan di mata Gavin.

"Ap-"

"No protes! Atau mobilmu dan Property real estate mu akan kusita!"

"Bagaimana nenek bisa mel-"

Ting Tong

Batinnya kembali mengumpat mendengar bel rumahnya berbunyi tiba-tiba. "Sebentar nek. Ada tamu." Ucapnya seraya menjauhkan telepon rumahnya dari telinganya dan berjalan ke arah pintu. "Ya?"

"Ummm ini. Ada paket. Silahkan bertanda tangan di- eh? Pulpen ku mana ya?"

Gavin mematung. Kurir yang mengantarkan paketnya terlihat cukup menarik.

"Umm maaf pak, apa anda punya pulpen? Sepertinya pulpen saya terjatuh, kantong baju saya bolong ternyata. Hehe"

Pria tampan itu menaikkan alis serta ujung bibir kanannya. Apa dia baru saja dipanggil 'pak'? Bapak? Pada umurnya yang masih muda? Dan bagaimana dengan wajah tampannya ini?

"Pak?"

"..."

"Pak??" Gavin melihat gadis kurir itu melambaikan tangannya di hadapan wajah tampannya. Dan.. Ia tersentak. Senyumannya pudar dan kembali ke wajah menyebalkan andalannya.

"Apa kau mau menjadi istriku?"

Yak. To the point.

"Ha?"

"Aku tidak akan mengulanginya."

Gadis kurir itu terlihat kikuk dan meneguk air liurnya dengan susah payah. Gavin merasa gadis itu cukup lucu untuk seorang kurir yang biasanya sangat teliti.

"Umm.. Tapi, bisakah bapak meminjamkan saya pulpen dulu?"

Gavin hampir menyemburkan tawanya jika ia tidak cepat-cepat menutup mulut seksinya. "Ah ya, tentu saja. Masuklah.." Gavin membalikkan tubuhnya sebelum ia merasakan ada sentuhan di punggung basahnya. Bukan. Bukan sekedar sentuhan. Gavin tahu apa yang sedang terjadi.

Gadis itu mencubit kulit punggungnya.

Gavin merasa darahnya berdesir deras. Perasaan apa ini?

"Ada apa?" Tanyanya. Ia berbalik, mencoba menyembunyikan raut bingungnya sebisa mungkin. Ia berusaha agar tampak tidak penasaran dengan apa yang dilakukan oleh gadis kurir di hadapannya.

"Dan.. Tolong pakai bajumu dulu."

"Hm?"

*************
Thanks for reading:) tunggu chapt selanjutnya ya:)

Beautiful You [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang