4-Masa Lalu Mereka

6.3K 436 6
                                    

Rissa POV

Jadi kapan kalian menikah?"

"HEEHHH" aku tahu jika orang tua Devan akan salah paham dengan apa yang mereka baru saja lihat.

Orang tua mana yang tak salah paham jika anaknya membawa pulang seorang wanita dan bahkan wanita tersebut menggendong ponakan dari si anak. Tapi aku tak menyangkan pertanyaan yang keluar dari mulut ibu Devan adalah seperti itu.

"Maaf Bu, saya tadi hanya kebetulan bertemu dengan Devan saat saya sedang berjalan-jalan dengan anak saya."

"Iya Bun. Tadi itu Ravan rewel. Untung ada Rissa yang menolong Devan menenangkan Ravan."

"Ah.. padahal Bunda sudah senang akhirnya kamu membawa pasangan."

"Bunn.." ujar Devan dengan nada protesnya.

Aku pun merasa tidak enak dengan Devan. Karena kehadiranku orang tua Devan jadi mengira yang tidak-tidak.

"Kamu yang waktu itu mengantar kue ya?" Tanya ayah Devan yang memang saat itu bertemu denganku saat aku mengantar kue pesanan Devan.

"Iya pak. Kebetulan saya adalah pemilik dari Altaf Bakery."

"Jadi kamu pemilik Altaf Bakery?" Tanya ibu Devan antusias. Tak ada lagi raut kecewa dari wajahnya yang cantik meskipun sudah berumur.

"Iya Bu."

"Saya sangat senang sekali dengan kue-kue disana.  Senangnya kalau kamu bisa menjadi menantu saya. Makan kue enak setiap hari." Ah.. apa lagi ini.

"Bunn.."Devan kembali protes kepada Bundanya.

"Tapi Dev. Kamu sudah saatnya mencari pengganti Kanna."

"Bun, sudah. Jangan memaksa Devan." Ucap Ayah Devan dengan bijak. Sementara Ibu Devan hanya mencebikkan bibirnya.

Perasaan bersalahku semakin besar. Jika tak datang kemari mungkin Devan tak akan diungkit-ungkit untuk mencari pengganti kekasinya.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan permintaan ibu Devan. Namun semuanya akan berbeda jika orang yang seharusnya mendampingimu tak bisa melakukannya karena telah dipanggil terlebih dahulu olehNya.

Aku sering merasakan hal seperti ini. Orang-orang terdekatku selalu menyuruhku untuk mencari pengganti mas Farhan. Mereka beralasan jika Kiran membutuhkan sosok ayah. Namun aku tak bisa. Tepatnya belum bisa mengganti mas Farhan dari hatiku.

"Maaf Bu. Devan masih muda. Saya tak akan pantas bersanding dengannya. Saya hanyalah janda beranak satu." Akhirnya dengan berat hati aku mengucapkan hal itu. Benar kan? Devan masih muda. Tak mungkinlah dia mau denganku yang seorang janda ini.

"Sebaiknya saya permisi bu." Disaat yang bersamaan pula Kiran keluar dengan membawa es krim ditangannya.

Segera saja aku menghampirinya dan langsung menggendongnya.

"Saya pulang dulu Pak, Bu Dev." Aku segera keluar dari rumah itu dengan perasaan sesak. Hei.. apa yang terjadi padaku. Seharusnya aku baik-baik saja.

Hingga ketika aku telah sampai diluar sebuah tangan menahanku. Tanpa perlu melihat aku telah tahu siapa.

"Kuantar pulang."

"Kami bisa pulang sendiri Dev." Bantahku.

"Rissa, tak ada penolakkan."

"Bunda sama om kenapa?" Pertanyaan Kiran membuat aku tersadar jika kami tak hanya berdua. Aku berusaha tersenyum. Aku takut jika kiran ketakutan melihat sikapku tadi.

"Kiran mau kan pulangnya diantar om?" Sial... Devan sangat tahu jika Kiran adalah kelemahanku. Aku tak mungkin menolak permintaan Kiran.

"Iya Om. Kiran mau pulang sama Om. Sama bunda juga."

Listen To My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang