Kampretos numero uno.

Bagaimana ia bisa mendapatkan benda itu?! Habislah.

Aku terbelalak kaget melirik kertas biru muda di tangan Kira itu. Refleks, aku berdiri dari dudukku.

Teman kelasku kompak melirik ke arah kertas itu juga, menerka-nerka apa yang tertulis di sana. Oh tidak, tidak, aku akan habis jika mereka tahu!

Lalu dengan senyum sinetron yang tadi Kira sunggingkan, mereka kembali melempar lirikan ke arahku.

"Lo beneran gak suka sama siapa-siapa?" tanya Kira sembari mengipas lehernya dengan kertas itu.

Red alert.

Aku menelan ludah gugup, bingung mau menjawab apa. Pang-shit! Kalau aku bohong, Kira akan membaca surat itu dan ... tamat sudah riwayat.

"Gak! Gue gak naksir sama siapa-siapa!" seruku spontan, atmosfir berubah menjadi panas dan tegang, hening, tidak ada lagi seruan-seruan aneh.

"Oh jadi gitu, yah. Jadi apa arti dari surat ini?" tanya Kira, membuat seisi kelas yang duduk bersila langsung menoleh ke arahnya. "Ehem, ehem...." Kira mulai berdeham, membuka lipatan kertas di tangannya itu hingga bisa ia baca.

DEG!

"Kamu yang selalu duduk di sana, tidak pernahkah kau sadar bahwa aku telah memperhatikanmu?" Kira terlihat menahan tawa begitu ia membaca satu bait dari surat alay nan pasaran itu, membuat beberapa temanku mesem-mesem. "Aku di sini, selalu menunggumu, melihat segala tingkahmu, menja⎯aduh ampun HAHAHAHA!" Kira akhirnya tertawa terbahak-bahak.

Cewek itu kemudian lanjut membacanya dengan nada hiperbololis seperti sedang jadi narator drama musikal.

Wajahku memerah. Aku mengingat masa-masa di mana aku menulis surat itu, waktu itu, aku sedang berada di titik-titik puncak alay-ku, tahu kan maksudnya? Seperti isi galeri foto kalian waktu masih pakai BlackBerry atau Maxtron Chibi, gimana perasaan kalian pas liat pose-pose jadul kalian di dalam benda itu?

Enek kan? Begitu persis rasanya waktu mendengar ulang isi surat keramat itu.

"Hei, kamu! Kamu yang selalu aku sukai, kamu yang tidak pernah menyadari kehadiranku, tidak bisakah kau menoleh sekali saja! Oh Aid⎯" Kira hampir saja menyebut merek, menyebut namanya.

Tapi tidak! Aku yang masih kepingin menikmati masa SMA dengan reputasi yang aman jaya—tidak akan membiarkannya.

Dengan langkah yang pasti, aku berlari lalu melompat. Waktu seakan melambat, membuat adegan lompatanku bergerak secara slow motion.

"Jangaaaan!" teriakku.

BRUK!

***

"Elo, sih!" Aku mengusap pelipisku yang benjol.

"Elo, tuh! Siapa suruh ngelompat trus nubruk gue? untung aja cuma lo yang pingsan, gue enggak," keluh Kira sembari mengusap ubun-ubunnya yang bengkak.

Kami sekarang sedang duduk di kursi taman sekolah, menikmati jam istirahat di bawah pohon. Taman sekolah ini sejuk dan segar, hamparan rumut hijau tercium segar baunya.

"Cih! Balasan karena udah berani ngambil buku diary beserta surat-suratnya dari loker gue!" Aku merenggut.

"Eleh, balasan, balasan. Lo mau liat balasan gue?" tanya Kira, membuatku menoleh ke arahnya. "Oke, jangan marah ya!" pasti Kira akan berbuat yang tidak-tidak! Aku melirik Aidan yang sedang duduk di kursi taman, tak jauh dari tempat kami duduk.

Tolong jangan bilang dia mau...

"AIDAAAN! ANYA SUKA SAMA LO!" Kira berteriak cukup keras untuk membuat Aidan menoleh dari posisi ganteng nya dan melihat ke arah kami dan Alhamdulillah jadi tambah ganteng.

Sketcher's SecretOnde as histórias ganham vida. Descobre agora