Prolog

22.8K 1.1K 69
                                    

"Anya! Anya! Anya!"

Aku memundurkan pantatku ke belakang begitu melihat teman-temanku melotot ke arahku bak pemangsa. Mereka semua meneriakkan namaku berulang kali, menepuk-nepukkan tangan sambil terus berseru.

"Anya! Anya! Anya!"

Mata mereka makin melotot, menusuk manik mataku yang sudah membulat sempurna. Kumundurkan lagi pantatku ke belakang.

"Ah, curang lo pada! Gue gak mau terima! Pokoknya nih botol pasti udah dipretelin kan?" Aku menepuk lantai.

"Lo jangan ngaco, cepetan jawab pertanyaan gue," celetuk Kira.

Biar kujelaskan sepenggal cerita tentang apa yang terjadi sekarang. Kami sedang mengadakan permainan truth or dare dengan pemain yang banyak, dan bahkan bisa dibilang terlalu banyak.

Sekarang sedang jam kosong, dan tidak ada guru yang masuk. Jadi, di sinilah aku. Duduk di antara lingkaran super besar yang dibentuk oleh teman-temanku yang tengah duduk bersila di lantai.

Tiga puluh tujuh orang yang kurang kerjaan sedang melotot ke arah si sial yang sudah kena giliran sebanyak empat kali berturut-turut, si sial itu tak lain tak bukan adalah aku, Safanya Aluna.

Mungkin aku benar-benar tidak ditakdirkan bermain truth or dare. Bayangkan saja, dari tiga puluh tujuh orang yang duduk di situ, dan botol minum yang jadi panah penentu menunjuk tepat ke arahku.

Empat kali.

Empat dare yang membuatku menjadi pelawak gratisan.

Bayangkan saja, Dare pertama aku diharuskan naik ke atas meja guru dan berteriak  "SUKIRMAN?! AKU MENCINTAIMU!" Sebanyak tiga kali. Siapa itu Sukirman? Guru piket sekolah yang namanya tersohor karena sering modus ke cewek-cewek. Khususnya cebodibek alias cewek bodi bebek.

Dare kampret kedua, aku diharuskan mengganti foto profil instagramku yang cantik dan aesthetic abis menjadi gambar laknat yang ampuh bikin runtuh image seratus persen.  Sampai sekarang aku masih tidak bisa memaafkan Arkam⎯cowok yang mengajukan dare itu padaku.

Dare kampret ketiga, aku diharuskan pergi menembak Pak bujang bergigi tonggos yang biasanya nangkring di depan WC cewek, entah apa yang ia lakukan di sana.

Dare kampret keempat, aku diharuskan sujud syukur di depan ruang guru. Sebagai cewek yang anti-mainstream dan bertanggung jawab, aku dengan berat hati melakukannya.

Namun semua dare yang membuatku terlihat mengenaskan itu tidak separah dengan truth yang baru saja kudapat dari Kira! Sahabatku dari TK sampai SMA.

Dari sini aku belajar, jangan pernah membiarkan sahabatmu mengajukan pertanyaan padamu ketika sedang bermain truth or dare.

Percayalah, aku ini sudah spesialis.

"Siapa cowok yang lo taksir?" ulang Kira, membuatku kembali memundurkan pantat.

Jreng ... Jreng! Pertanyaan legendaris. Mainstream tapi bikin gigit jari.

"Anya! Anya! Anya!" teman-temanku yang sama kampret-nya malah mendorongku ke ujung tanduk. Truth dari Kira memang terdengar biasa saja, tapi bagiku tidak sama sekali, PERIOD

"Gak ada! Udah, kan? Gue udah jujur!" seruku kemudian, itu bohong.

Dan sialnya: Kira tahu itu.

"Oh, jadi lo gak naksir sama siapa-siapa, ya?" tanya Kira sambil mengukir senyum jahat ala sinetron. "Jadi apa ini?!" seru Kira sambil mengangkat selembar kertas biru muda tinggi-tinggi, memperlihatkan kertas itu pada semua orang.

Sketcher's SecretWhere stories live. Discover now