Yang Terbaik II

3.8K 247 16
                                    

Senja tertunduk, menahan air mata yang ternyata lebih dulu meluncur membasahi pipinya. Senja merasa tidak enak mengatakan itu pada Ilham, tapi Senja juga tidak mau memaksakan hatinya. Ilham memang pernah berarti dalam hatinya, tapi itu dulu. Dan kini Senja merasa Fajarlah yang mampu membuatnya menatap masa depan lebih indah.

"terimakasih sudah jujur padaku, Ja...sebelum kamu bicarapun aku bisa melihat ada keraguan dan rasa tidak enak padaku. Dari tingkahmu aja aku tau dan mengerti. Semoga dia yang kamu sebut itu adalah pilihan terbaik dari Allah untukmu...doakan aku juga semoga bisa menemukan yang terbaik untukku, walaupun itu bukan kamu..." Ilham tidak lagi menatap Senja. Ilham sadar, Senja memang pantas bersanding dengan orang yang lebih baik dari dirinya, orang yang bisa menjaga pandangannya, seperti yang dilakukan Senja saat ini.

"maafkan aku...semoga ini yang terbaik untuk kita...semoga kita sama-sama bisa menemukan kebahagiaan kita, walaupun itu bukan kebersamaan diantara kita."

"gak usah meminta maaf, Senja...aku selalu memaafkanmu... Dan aku ingin melihatmu bahagia, sekalipun itu bukan denganku...ya udah, aku permisi, assalamualaikum." Ilham bangkit dari duduknya.

"wa'alaikumsalam, terimakasih ya Ilham..." jawab Senja, Ilham hanya menjawabnya dengan anggukan kepala dan senyuman tulus darinya walau terlihat sendu. Ilham kemudian berjalan meninggalkan Senja sendirian ditempat duduknya, tanpa bergeser sedikitpun.

Senja menangis, tangisan lega, karena sudah berusaha jujur pada hatinya, dan sudah mengungkapkan perasaannya. Semoga ini adalah yang terbaik baginya dan bagi semuanya.

Dari kejauhan Tari, Seno dan Sani ternyata melihat semua itu, tapi mereka tidak mendengar percakapan antara Senja dan Ilham, karena jarak mereka cukup jauh.
Tadinya Seno dan Sani mengajak Tari menyusul ketempat Senja, tapi Tari menahan mereka. Tari menjelaskan pada Seno dan Sani supaya bisa memberi waktu bicara untuk Senja dan Ilham. Karena sebelumnya mereka sudah memberi tau Tari bahwa yang didekat Senja itu adalah Ilham. Makanya Tari mengerti dan membiarkan mereka bicara.

Setelah kepergian Ilham, Tari dan adik-adik Senja berjalan menghampiri Senja. Senja yang baru menyadari keberadaan mereka, segera menghapus air matanya, merubah penampilan wajahnya seceria mungkin dengan senyum yang ia tunjukan pada mereka.
Tari memberi isyarat pada adik-adik Senja untuk pulang duluan, nanti Tari dan Senja menyusul. Dan mereka menuruti perintah Tari.

"gak usah pura-pura tegar deh, kalo ingin menangis yaa menangislah...jangan disimpan-simpan tuh air mata, nanti malah jadi beku dalam hati." Tari duduk disamping Senja, yang masih heran mendengar ucapan Tari. Senja yakin Tari sudah melihat semuanya tadi saat ada Ilham bersamanya.

"aku menangis lega, Tari...aku udah jujur dengan perasaanku dan semoga ini yang terbaik." Senja kembali tersenyum, senyumnya terlihat lebih tenang dari sebelumnya, "aku tadi menolak lamaran Ilham, Ri..."

"jadi?" Tari memang hoby memotong pembicaraan Senja, sepertinya.

"jadi...aku masih tetap menunggumu menemukan belahan jiwamu, hehehe."

"Senjaaaaaaaaa...."

Senja berlari meninggalkan Tari yang sudah dibuat penasaran oleh jawaban Senja. Tari segera menyusulnya, mereka kini seperti anak kecil yang sedang bermain kejar-kejaran. Membuat orang-orang yang melihat mereka, geleng-geleng kepala. Masa kecil kurang puas, kali yaa namanya.

Sesampainya dirumah, mereka kelelahan dan tidak langsung masuk kedalam. Tapi malah duduk dilantai depan rumah Senja, sambil meluruskan kaki mereka masing-masing.

"lho ndok, kenapa malah pada duduk dilantai? Sana pada masuk, mandi terus sarapan, Ibu udah selesai masak tuh!" Ibu Senja berjalan kehalaman depan rumahnya untuk menyiram tanaman-tanaman bunga yang beraneka macamnya itu.

"nanti Bu, masih cape nih, tadi habis dikejar-kejar sama Ibu Polwan, hihi," jawab Senja sambil terkikik menatap Tari.

"iya Bu, tadi aku juga habis ngejar maling lho Bu," kini balas Tari yang terkikik dengan jawabannya sendiri.

"haduh, kalian emang habis dari mana sih? Sampe ketemu Polwan sama maling segala?" Ibu Senja malah menanggapi serius ucapan mereka.

"hehehe," keduanya sama-sama tertawa, tapi takut kuwalat sama orang tua akhirnya Senja menjelaskan, "gak Bu, cuma becanda koq, tadi kami habis main kejar-kejaran, hehe."

"kalian ini kayak anak kecil aja, masa masih main kejar-kejaran sih?"

"assalamualaikum..." tiba-tiba ada tamu dari arah depan menghampiri mereka, ada dua orang yang datang mengucapkan salam itu. Satu seorang laki-laki muda dan satunya seorang wanita paruh baya.

"wa'alaikumsalam," jawab Ibu Senja, sedangkan Senja dan Tari hanya menjawab dalam hati, masih belum sadar sepertinya dari keterkejutan mereka.

***___***

Mungkin sang fajar telah tiba
Siap membagi indahnya pagi
Menawarkan jalan menuju terang
Bersama...dengan harapannya...

Fajar dan Senja {ending}Where stories live. Discover now