MGA 1 : Aku dan Coffee Leaf

6.8K 140 5
                                    

Cerita ini sedang dalam proses revisi.

alurnya masih tetap sama, hanya ada tambahan beberapa part untuk cast-nya. sesuai request kalian.

yang sudah aku kasih tanggal seperti di bawah ini. artinya part ini sudah di revisi ya.


31 Desember 2016

Enjoy...!!! di tunggu VoMent nya ya. please dont be silent reader...


Happy Reading.


Coffee Leaf, pukul 18.30 petang.

Warung kopi yang terletak di sudut segitiga emas jakarta – kuningan, rasuna said & sudirman - ini nampak lebih penuh dari hari-hari biasa. Malam yang sedikit mendung di tingkahi cahaya petir tanpa suara, di tambah hiruk pikuk kemacetan di jalan utama dekat café, membuat beberapa pengendara memilih membelokkan kendaraannya kesini – begitu juga dengan aku - ke lahan parkir di belakang bangunan lama berdinding kaca kotak-kotak, di mana satu papan kayu bertiang besi ukiran yang terlihat sangat kuno berukirkan daun dan tulisan Coffee Leaf menancap di sudut tembok bata di depan cafe.

Lonceng berdentang nyaring saat aku mendorong pintu kaca, aku otomatis mendongak ke atas sesaat, pada dua lonceng kecil yang di pasang di atas pintu. Yang selalau menarik perhatianku meski tak hanya satu kali ini saja aku mengunjungi tempat ini.

Entahlah, suaranya terdengar sangat nyaman di telingaku. Tak hanya lonceng dan tiang besi kuno di luar café yang membuat langkah kakiku terus-terusan terarah kesini setiap aku membutuhkan tempat yang tenang untuk berpikir. Tapi ada banyak hal lain lagi, yang hanya Coffee Leaf punya.

Kursi sofa nyaman, kayu jati berwarna gelap dan lampu yang tak terang tak juga redup terasa sangat pas. Di atas semua itu, satu hal yang membuatku terus kembali – dan mungkin juga alasan beberapa gadis yang duduk di dekat counter kantin itu kembali – adalah harapan untuk melihat satu senyuman bermuatan energi jutaan watt. Yang selalu sukses membuat jantungku bekerja lebih giat.

Seperti rutinitas biasa, begitu memasuki cafe aku akan langsung menuju meja kasir, yang nampak kosong. Tanganku menyentuh bel kecil di samping mesin kasir kotak yang langsung mendengking nyaring.

Rambut hitam yang mencuat keatas di ikuti sebuah wajah berkulit kecoklatan, di susul senyum ramah menyembul dari samping jendela kaca penyekat ruang kasir dengan pantry di belakang, yang di penuhi oleh stiker aneka macam mug dan roti.

"Hey, bentar ya."laki-laki berambut mohawk itu mengedip padaku. Yang hanya aku jawab dengan anggukan.

Aroma kopi arabika menguar, menyapa, membuatku menghirupnya lebih dalam. Aku selalu suka kopi, bau kopi dan roti yang sedang di panggang. Meski aku tak terlalu menyukai rasa arabika. Tapi aku selalu sangat menyukai aromanya. Tajam, namun menenangkan.

"Tunggu ok, gue anter ini dulu."ujar Adam. Barista berambut mohawk tadi sambil melewatiku. Di tangannya ada baki berisi lima cangkir kopi.

Dia berjalan cepat, menuju pintu kaca bertuliskan smoking area dan mendorongnya. Terus kedalam sampai hilang dari pandangan. Dari dirinya, aku mengalihkan pandangan pada papan menu board yang bertuliskan aneka macam kopi lengkap dengan nominal harga di sampingnya. Coffee of the day di pojok sebelah kanan di tulis dengan kapur berwarna agak keemasan, Arabika Coffee.

Coffee of the day di tempat ini, selalu artinya diskon, atau ada extra bonus entah tiramisu entah 1 cup free. Sayangnya aku tak suka arabika, seandainya aku kesini dengan seorang cowok, mungkin aku bisa memesan arabika. Meski uangku cukup untuk membayar beberapa gelas kopi. Tapi tetap... bagiku viva la free coffee... hehehe

"Chocolate Caramel, Karin?"tanya Adam, yang tiba-tiba sudah berdiri disampingku, dengan baki kosong di apit tangan kanannya.

"Yea, Middle."

"Tiramisu atau banana cake?"

Potongan banana cake di balik etalase kecil itu berwarna keemasan, terlihat begitu menggoda, tapi lidahku entah kenapa tiba-tiba mengecap lelehan coklat lembut yang tersembunyi didalam tiramisu di sampingnya, jadi itulah pilihanku.

"Cari tempat duduk sana, ntar gue anterin."ujar Adam saat melihatku masih mematung, setelah menyerahkan lembaran seratus ribuan.

Mataku langsung terpaku pada kursi di sudut, dekat pintu kaca tempat tadi Adam menghilang. Kesanalah aku menuju, kursiku yang biasa. Entah kebetulan atau apa, setiap kali aku ke sini, kursi itu pasti selalu kosong. Seolah kursi itu tercipta hanya untukku.

Sampai di tempat yang aku tuju, tanganku langsung sibuk membuat tempat untuk sebambi kertas yang tadi kujepit menggunakan lengan dan sebuah laptop yang sedikit bergetar, mendendangkan instrument windows-7 saat ku tekan tombol powernya.

Lama aku berkutat dengan kertas-kertas itu, membaca coretan cakar ayam windy yang merah merekah. Suara gemerincing itu terdengar lagi, di ikuti wangi masculine yang menguar bahkan sampai di tempatku. Wangi yang begitu familiar...

Napasku terhenti sesaat, dadaku pun berdebur nyaring. Kupu-kupu berterbangan di perutku, menciptakan satu sensasi yang terasa menyenangkan. Aku menghela napas sebelum mengalihkan pandangan dari laptopku pada pintu. Kali ini, bukan lonceng yang menarik perhatiankua. Tapi cowok yang baru saja melangkah masuk, dan sedang mengacak-acak rambutnya yang sedikit basah.

Rasa panas menjalar di tengkukku, terus naik ke leher dan membara di pipiku. Ketika tak sengaja aku menangkap garis senyum di pipinya yang membentuk cekung indah sempurna.

Tawa kecil penuh kebahagiaan terdengar, tak hanya dariku, tapi dari beberapa cewek yang sepertinya juga sama-sama kehilangan oksigen begitu menghirup wangi parfum laki-laki itu yang kini melangkah menuju meja kasir.

Mataku masih terpaku padanya, bahkan saat dia sudah menghilang di belakang Adam. Cowok itu, Farrell Alfaren namanya, founder dan owner coffee leaf, calon dokter yang sangat menyukai caramel macchiato, satu kampus juga denganku – ini kata Adam sih, karena aku tidak pernah melihatnya di sana-.

Pemilik senyum satu juta watt yang selalu berhasil membuatku kembali ke café ini. Lagi.... Dan lagi...

****

"Chocolate caramel dan tiramisu,"kata Adam.

Aku tersenyum canggung,"Thanks.... Ramai seperti biasanya."

"Yep... dan loe juga sibuk seperti biasanya,"balas Adam.,"Sibuk liatin Farrell."

"Heh!!!"aku berjenggit kaget.,"Ap... apaa! Ga kaleee..."

"Hahahha... kalau cuma di liatin doang, nanti keburu di embat sama orang lain lho. Kan siapa cepat dia dapet."

"Tulang rusuk itu ga akan pernah ketuker."balasku.

"Emang ga ketuker, cuma kadang suka kelamaan di pinjem sama orang lain."senyum Adam membuatku ikut tesenyum.

Pintu kembali terbuka, gemerincing lonceng itu berbunyi sekali lagi. Bagaikan alarm, yang menggerakkan kepalaku untuk menoleh kesana dan Adam untuk menyapa kembali mesin kopi pemuas dahaga para pencari ketenangan.

My Guardian Angel - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang