// BAB 1 //

11.2K 820 298
                                    

MAYAT PERTAMA


Jantung Aria berdegup kencang menyadari bahwa ia menemukan mayat di taman rumahnya. Dengan rasa penasaran yang membuncah dan kesenangan yang tidak dapat dijelaskan, Aria berjalan mendekati mayat itu. Pandangan Aria tertuju pada gunting yang berlumuran darah di sebelah mayat itu. Aria mengambil gunting tersebut dan dengan perlahan berjongkok di depan mayat itu.

Seorang gadis muda berumur sekitar 15 tahun dan saat ini terlihat sangat pucat. Dengan rasa penasaran yang tidak dapat dijelaskan, Aria perlahan mengamati gadis yang sudah menjadi mayat itu. Dengan kepala terkulai, dan kedua tangan yang berada di samping tubuhnya, Aria dapat melihat dengan jelas luka tusuk di bagian perut dan darah yang mengalir keluar dari mata kanannya. Dengan cepat pandangan Aria tertuju pada tangan kanan si gadis yang ternyata digenggamannya ada bola mata. Diambilnya bola mata itu dari genggaman sang mayat.

Darah Aria berdesir ketika ia mengamati bola mata dengan iris biru itu. Kesenangan yang dari tadi ia rasakan, kini terasa semakin terasa. Tanpa disadari senyum lebar dan tatapan aneh kini terpampang di wajah Aria.

"AAA!!!!"

Suara teriakan di belakangnya membuat Aria terlonjak kaget. Dia segera berdiri dan berbalik melihat orang yang berteriak. Di hadapannya berdiri kakek tua yang tadi diikuti oleh Aria, yang membawa Aria pada mayat gadis ini.

"Pembunuh!!" Teriak sang kakek dengan suara keras.

"A-apa maksud Anda, Sir?" tanya Aria kebingungan. Dia tidak tahu apapu soal ini, tapi kenapa dia dituduh sembarangan?

"Kau pembunuh!" teriak kakek itu dengan suara yang lebih keras.

Keributan ini mulai menyebabkan orang orang keluar dari tempat pesta dan datang ke tempat Aria.

"Aria, apa yang terjadi?" tanya Xena seraya berjalan menghampiri Aria. "Oh, astaga! Apa itu?" Xena berhenti melangkah dan terpekik kaget ketika melihat mayat.

"Dia pembunuh!" tuduh sang kakek dengan tangan menunjuk ke arah Aria.

"Aku tidak membunuh!" sanggah Aria dengan suara keras. Matanya menatap nyalang ke arah sang kakek.

"Lalu apa yang ada di tanganmu? Lihatlah itu!" bentak sang kakek balas melotot ke Aria.

Aria melihat kedua tangannya dan tersadar bahwa ia masih memegang gunting dan bola mata dari mayat itu di kedua tangannya. Namun bukannya melepas kedua hal tersebut, Aria malah memegangnya semakin erat.

"A-aku tidak membunuh! Aku tadi mengikutimu sampai kesini. Ya! Itu kau! Kau pembunuhnya!" teriak Aria menunjuk sang kakek. "Aku mengikutimu sampai kesini, lalu aku mendengar suara teriakan di sekitar sini. Saat aku mendekat, aku melihat ada mayat di sini. Saat aku mengamatinya, aku menemukan gunting dan aku melihat bola mata di genggaman mayat ini." Jelas Aria sambil menunjukkan gunting dan bola mata di kedua tangannya, seolah olah meyakinkan orang lain bahwa dia bukanlah pelaku pembunuhan.

"Kau gila! Dia adalah cucuku! Aku tidak mungkin membunuhnya!" teriak sang kakek. "Lagipula kau sangat mencurigakan. Mana mungkin ada orang yang bisa setenang itu membawa bola mata dan gunting yang berlumuran darah!" lanjutnya.

"Aria..." panggila Xena dengan suara pelan. Pandangannya dipenuhi dengan keraguan dan ketakutan.

"Aku tidak melakukannya, Ma." Sanggah Aria berusaha meyakinkan ibunya.

"Aria!" kali ini ayahnya datang menghampiri mereka. "Ada apa ini?" lanjutnya melihat orang orang disekelilingnya. Ayahnya baru saja dari perjalanan bisnis di luar negeri.

Psycho GameWhere stories live. Discover now