BAHAGIA ITU SEDERHANA

7.2K 657 44
                                    

Al POV

Usia kandungan Felic kini menginjak bulan ketuhjuh. Semakin hari manjanya tidak bisa terbendung. Aku tidak pernah keberatan untuk menuruti semua keinginannya. Terkadang saat aku pulang bekerja, dia sudah menungguku di apartemen dan sudah siap meminta sesuatu. Dengan rasa lelah dan letih aku tetap menurutinya semata-mata ingin membuatnya bahagia. Seperti hari ini, dia memintaku untuk memasakan sup asparagus, baru saja 10 menit yang lalu aku masuk ke apartemen. Demi dia dan malaikat kecil di dalam kandungannya aku rela melakukan apa pun.

Aku selalu setia menemaninya ke dokter. Walau itu anak Andrian dan Bella, entah mengapa aku dan Felic sangat menyayanginya. Sejak usia kandungannya menginjak 4 bulan, dia rajin menyusun hasil USG dalam album dan mencurahkan isi hatinya dalam tulisan di album itu. Apalagi saat tahu jenis kelaminnya perempuan, dia sudah menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan bayi perempuan. Saat aku menerbangkan pesawat ke negara lain, dia tidak hanya minta sesuatu untuknya saja seperti dulu, dia meminta, agar aku juga membelikan sesuatu untuk malaikat kecil kami.

"Say, udah belum?" rengengkan Felic yang kudengar dari belakang.

Aku menoleh ke belakang, dia sudah berdiri di samping kursi meja makan. Dia sangat lucu memakai daster bercorak doraemon, warna biru, selutut tanpa lengan, dengan perut membuncit, dan badan terlihat berisi. Andai dia istriku dan anak yang dia kandung adalah anak kami, betapa sempurnanya kebahagiaanku sekarang. Tapi aku sudah cukup bahagia dengan keadaan seperti ini, walau mungkin jika saat orang lain tahu kami seperti ini, mereka berpikir kami berselingkuh. Karena aku sudah memacari dan meniduri istri orang. Bodoh amat pemikiran orang, aku tak peduli.

"Iya sabar, Sayang. Ini juga udah selesai," jawabku sambil mengangkat panci kecil berisi sup asparagus pesanan permaisuri hatiku. "Mbak Wit, tolong ambilkan mangkuk sup," pintaku pada Mbak Wita yang sedang menyiapkan makan malam di ruang tamu.

Mbak Wita mengambil mangkuk sop putih berukuran satu porsi. Memang aku hanya membuat untuk Felic saja, karena Mbak Wita sudah memasak, sayang kan kalau tidak ada yang makan? Aku menuang sup di mangkok itu dan kubawakan untuk wanitaku.

"Silakan tuan putri," ucapku lembut menaruh sop dimeja depannya.

"Terima kasih pangeranku." Felic memberiku hadiah kecupan di kedua pipiku.

Aku tersenyum manis dan mengacak rambutnya perlahan lantasengecup pelipisnya. Tidak pernah bosan aku mengecup dan memikirkan bidadari burung besiku ini.

"Ayo makan!" ajaknya menarik tanganku agar duduk di kursi sampingnya. "Mbak Wit, makan sekalian sini," sambung Felic pada Mbak Wita.

"Iya, Mbak." Mbak Kita duduk di depan kami.

Aku selalu mengajarkan Felic agar tidak membeda-bedakan orang lain. Entah itu dari status ekonomi, pendidikan, sosial, dan yang lainnya karena hanya Tuhan-lah yang berhak memandang kita beda dari manusia satu dengan manusia yang lainnya. Mbak Wita selalu makan satu meja bersama kami, kami pun sudah menganggapnya keluarga karena hanya kami orang yang dia kenal di negara asing ini.

"Enak?" tanyaku mengelap ujung bibirnya yang belepotan.

Aku bahagia melihat dia lahap menyuapkan sesendok sup di mulutnya.

"Hmm... yammy. Enak," serunya menggemaskan.


Selesai makan malam, Felic lebih dulu masuk ke dalam kamar. Mbak Wita membereskan meja makan, aku sedang membuatkan susu hamil untuknya.

"Mbak Wit, Andrian dan Bella sudah dua minggu tidak ke sini. Ke mana mereka? Kok tumben sampe lama begitu?" tanyaku heran pada Mbak Wita sambil mengaduk susu untuk Felic.

ISTRI KEDUA (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang