KEPUTUSAN TERINDAH

7.9K 698 25
                                    

Felic terbangun dari tidurnya, namun ia enggan untuk merubah posisi tidurnya dan masih setia mengeratkan bed cover. Dia teringat kejadian tiga hari yang lalu saat masih berkumpul bersama keluarga Al di Surabaya. Air matanya tiba-tiba meleleh dari ujung mata, membasahi bantal.

Flashback

"Maaf, maafkan aku, Al," ucapnya di sela tangisan. Felic semakin terisak dalam pelukan Al.

Hati Al sudah tak karuan, rasa takut kecewa, sakit saat mendengar tangis kekasihnya, dan apa maksud maaf darinya. Al mencoba bersikap dewasa dan memahami Felic. Al melonggarkan pelukannya, namun Felic tidak melepaskan pelukannya, ia semakin mempererat.

"Biarkan seperti ini dulu. Aku ingin menikmati pelukan ternyamanku. Jangan lepaskan!" ucap Felic lirih tepat di telinga Al tanpa sedikitpun memberi celah di antara pelukannya dengan Al. Isakan semakin terdengar dari bibir Felic.

"Aku ngerti ini terlalu cepat, tapi aku takut jika harus kehilangan kamu. Cuma kamu wanita yang aku cintai selain Bunda. Aku bisa menunggumu, sampai kamu siap. Tapi tolong jangan pernah tinggalin aku. Aku tidak bisa tanpa kamu, Sayang. Tidak bisa sekuat dan setangguh saat ini," ucap Al membalas pelukan Felic.

Felic melonggarkan pelukannya dan berpura-pura menampar pipi Al pelan.

"Kamu tuh ngelamar aku nggak bisa apa, di tempat yang romantis? Seperti di sinetron atau film gitu loh? Siapin bunga mawar putih dan merah dibentuk hati dengan lilin-lilin kecil mengelilinginya dan kamu bernyanyi dengan menggunakan gitar di hadapanku. Masa iya kamu lamar aku di tempat remang-remang beginian, terus didorong Bunda dulu baru kamu mau maju," omel Felic mencubit-cubit perut Al mesra. "Ish bawa ratusan penumpang terbang beribu-ribu kaki di atas awan aja bisa! Masa cuma ngajak satu orang membuka gerbang masa depan untuk dirinya sendiri minta bantuan Bunda! Nggak malu, Pak?"  cibir Felic sambil bersedekap dan pura-pura ngambek.

Semua orang yang memerhatikan mereka tertawa mendengar ledekan Felic pada Al.

Al yang malu dilihat banyak orang, hanya menunduk dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Maya, El dan Dul hanya tersenyum, di dalam lubuk hatinya paling dalam mereka masih berharap jika Felic menerima lamaran Al.

"Al, maafin aku yaaaa?" ucap Felic dengan perasaan tidak enak hati.

El, Dul, dan Maya menghela napas kecewa. Tapi mereka mencoba mengerti dan memahami Felic, mencoba lapang dada menerima keputusannya.

Al hanya mengangguk pasrah, ada rasa kecewa di dalam hati. Rasanya di dalam dada Al ada yang mencubit terasa sakit dan menyesakan dada. Tangan Felic meraih dagu Al agar wajah tampannya dapat Felic lihat walau dengan penerangan terbatas. Al mengalihkan pandangannya ke arah lain, agar air mata yang sedari tadi ia tahan tidak mengalir di pipinya. Felic mencium lembut bibir Al, mata Al terbelalak tak percaya Felic melakukan itu di depan banyak orang.

"I love you. I neet you. I can't live without you. Kamu sudah merebut sebagian jiwaku untuk bersamamu. Napasku juga napasmu, kita adalah satu hati. Aku dan kamu menjadi satu yaitu kita. Kita dua hati namun satu tujuan. Tapi maaf ...." Felic menundukan kepalanya.

Air mata Al tidak dapat terbendung lagi. Tanpa komando air mata itu keluar. Maya tak kuasa menahan sesak di dadanya. Air matanya keluar begitu saja.

"Sudah jangan meminta maaf terus. Aku akan mengerti kamu," ucap Al berusaha lapang dada. Tapi rasa sakit di hatinya tidak dapat ia pungkiri. Ini terlalu sakit baginya.

"Aku belum selesai bicara Al...," rengeng Felic.

Al menyeka air matanya. "Iya aku tahu, kamu belum siap. Untuk saat ini kamu belum bisa menerima lamaranku kan?"

ISTRI KEDUA (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang