BAB V - Sean

7.4K 523 1
                                    

Sean memarkirkan mobilnya di pelataran parkir kampus tempatnya mengajar, terdiam sejenak tanpa melepas tangannya dari kemudi, lantas membuang napas kuat-kuat. Setelah mematikan mesin mobil dan melepas sabuk pengaman, pria itu langsung meraih tumpukan map yang diletakkan di jok sebelah, lalu keluar dari mobil.

Kemeja biru tua dengan lengan dilipat rapi sampai siku yang dikenakan Sean hari ini sangat kontras dengan kulit putihnya. Meski menurut Sean pakaian yang ia kenakan biasa saja, tetap saja hal itu menarik perhatian semua orang yang berpapasan dengannya. Pria bersurai hitam itu sama sekali tidak peduli mau sebanyak apa ia dipuja. Ia ada di sini hanya untuk mengajar, bukan untuk berteman.

Sean melangkahkan kaki menuju gedung tempatnya mengajar hari ini. Pria itu mencoba bersikap biasa ketika menangkap sosok gadis bersurai panjang yang kemarin sempat membuat mood-nya berubah.

"Gadis kopi menyebalkan," gumam Sean kesal saat melihat gadis itu menyunggingkan senyum lebarnya. "Bodoh."

Sean mengacuhkannya. Ia pun melewatinya begitu saja, tak acuh dengan kehadiran gadis itu. Akan tetapi, tampaknya gadis itu tak menyerah begitu saja. Meski diabaikan, ia tetap saja mengikuti langkah Sean.

"Selamat pagi Pak Sean," sapa Luna riang mencoba mencari perhatian Sean. Gadis itu terlihat sedikit kesulitan menyamai langkah lebar Sean. Meski begitu, ia tidak juga menyerah.

"Wah, barang yang Pak Sean bawa banyak juga, ya?" ujar gadis itu sesaat setelah melihat barang bawaan Sean yang memang cukup banyak pagi ini. Saya tidak keberatan membantu membawakan loh, Pak."

Kali ini Sean berhenti karena sudah jengah dengan ocehan yang membuat telinganya berdengung. Ia menatap tajam mahasiswi ceroboh itu, berusaha mengintimidasi. Akan tetapi, usaha Sean sepertinya tidak mempan. Gadis itu justru tersenyum lebar sembari menatapnya tanpa rasa bersalah.

"Kemarin kita belum kenalan, kan?" Gadis itu mengulurkan tangan kanannya lantas menyebutkan nama, "Saya Luna. Aluna Sagita Raihandoko. Mahasiswi seni rupa murni semester 6."

Sean tidak membalas uluran tangan gadis bernama Luna. Ia justru memberikan tatapan tajam kepada gadis mungil itu. "Tolong jangan mengikuti saya. Saya tidak suka diajak bermain-main."

"Loh, siapa yang bermain-main? Saya hanya menawarkan diri membantu Bapak dan berkenalan, kok."

"Yang Anda lakukan adalah bermain-main menurut saya," bantah Sean. Jelas sekali pria itu menahan diri untuk tidak berteriak di hadapan mahasiswinya itu.

"Tapi niat saya baik kok, Pak."

"Terima kasih," ucap Sean dingin. "Saya tidak butuh bantuan dari anak kecil."

"Bapak tidak sedang mengigau, kan? Saya sudah dewasa loh, Pak. Umur saya sudah 21 tahun."

Sean menatap tajam Luna. Rasa kesalnya sudah sampai di ubun-ubun. Jika saja tidak di kampus, sudah pasti Sean akan meneriaki gadis di hadapannya ini.

"Tolong anda menyingkir dari hadapan saya. Anda menghalangi jalan."

"Saya tidak menghalangi kok, Pak. Saya disamping Bapak," ucap Luna polos.

Sean menggertakkan gigi. Pria bertinggi 187 cm itu berlalu begitu saja, meninggalkan Luna yang tampaknya masih gigih mengekorinya.

***

Lagi-lagi Sean harus menghela napas panjangnya. Gadis bersurai panjang dengan senyum kekanakan itu masih mengikutinya. Ia bahkan tidak ragu memasuki kelas orang lain hingga membuat sedikit kehebohan di sana.

Sean tidak peduli. Pria berkulit putih itu mencoba mengabaikan tingkah menyebalkan Luna. Ia pun mengajar seperti biasa, tak menganggap kehadiran gadis itu.

The Art of Love (The Adams' Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang