SATU

53.9K 2K 89
                                    


Suara kicauan burung membuat desa itu terasa sangat asri. Gunung-gunung menjulang tinggi menambah ketenangan serta keindahan bumi ciptaanNya. Tidak banyak orang yang berlalulalang karena banyak warga yang masih sibuk mencari nafkah di sawah walau matahari sangat terik namun udara sejuk masih dapat terasa cukup untuk mengeringkan keringat. Semilir angin membuat padi yang masih hijau bergerak bagai ombak lautan mengikuti gerakan angin yang berhembus.

Tetapi panas matahari sepertinya tak mempengaruhi tawa dan canda seorang gadis kecil. Rambutnya yang dikuncir dua bergoyang seirama dengan gerakan tubuh mungilnya. Kaki kecilnya terkena percikan lumpur dan gadis kecil itu terus berlarian di sepanjang setapak diantara sawah-sawah itu.

"Bunga!" Sebuah suara renta meneriakkan namanya, membuatnya menghentikan langkah cepatnya.

Senyum dibibirnya terukir begitu sempurna, menambah kesan manis pada wajah mungil-nya. Tubuhnya berbalik, berlari kecil kearah wanita tua yang memanggil namanya tadi.

"Ndok, alon-alon toh, engkok awakmu jatuh piye(Nak, pelan-pelan, nanti kamu jatuh gimana)?"suara renta itu melukiskan ke- khawatiran dihatinya.

Tapi Bunga hanya memamerkan deretan gigi putihnya. "Mbah ayo cepet! nanti ketinggalan tumpangan ke kota. Bunga dah nggak sabar beli buku tulis. Bulan depankan Bunga mau sekolah lagi toh mbah ...." rengeknya manja.

"Iyo ndok, mbah ngerti tapi mbah-kan udah tua. Mana bisa mbah lari-larian kayak kamu ndok."

Bunga terkekeh.

Dengan gerakan cepat Bunga langsung melingkarkan tangannya pada lengan neneknya. "Ayo, Bunga bantu biar cepet!" ucapnya seraya menuntun neneknya.

Nenek Sharmi hanya menggeleng melihat kelakuan cucu satu-satunya yang masih berusia 12 tahun itu. Seharusnya Bunga Melati sekarang duduk di kelas VII SMP. Namun karena ketiadaan biaya, Bunga terpaksa berhenti setahun dan harus mengulang dibangku kelas VI SD. Padahal cucunya termasuk anak yang cepat tanggap dan cerdas.

Kini setelah tabungannya sudah cukup, Nenek Sharmi berniat mendaftarkannya kembali. Dan hari ini mereka akan ke kota terdekat untuk membeli segala keperluan sekolah Bunga. Mereka sudah lama hidup berdua, kedua orang tua Bunga sudah lama meninggal. Bunga memang tumbuh hanya dengan neneknya namun itu tak membuatnya kekurangan kasih sayang. Nenek Sharmi memberinya kasih sayang yang begitu lengkap.

***

Suara khas binatang malam menambah ketenangan malam di desa itu. Bahkan langit pun memberikan penampilan terbaiknya dengan taburan bintang-bintang yang begitu mempesona. Namun keindahan malam itu tak selaras dengan kesehatan Nenek Sharmi. Wanita tua berusia enam puluh tahunan itu akhir-akhir ini kesehatannya tidak begitu baik. Suara batuknya sedikit mengacaukan nyanyian merdu para binatang malam.

"Ndok, mbah sendiri saja yang beli obat-uhuk!"

"Rak usah(Jangan)mbah, biar Bunga saja yang beli ke warung Bi Fatimah.

"Tapi ndok-" Nenek Sharmi masih menolak.

Pokoknya Bunga yang beli obatnya, biar mbah istirahat saja. Ucap Bunga sok tegas. Neneknya bermaksud tetap menolak namun Bunga segera berlari keluar rumah tepat setelah gadis mungil itu mencium paksa punggung tangan neneknya.

Ada yang Nenek Sharmi khawatirkan malam ini. Sejujurnya perasaannya benar-benar tidak enak. Sedangkan Bunga masih terkekeh dengan kelakuannya tadi. Sebenarnya dia tak akan kabur seperti itu kalau saja neneknya itu tak mengkhawatirkan dirinya secara berlebihan seperti tadi. Seharusnya malah dirinya yang harusnya lebih mengkhawatirkan kesehatan neneknya. Sejenak Bunga merasa sedih. Namun dengan terpaksa dia harus menutupi segala kesedihannya demi menghilangkan kekhawatiran neneknya.

Little MotherWhere stories live. Discover now