LGF (17) - Come Back

8.6K 840 138
                                    

     Sambil bersedekap diam, Digo menunggu pintu gerbang rumah yang tengah bergeser dan membuka melalui sensor terhadap mobilnya. Dilajukannya kembali kendaraannya masuk ke dalam bersamaan dengan pintu gerbang yang kembali menutup secara otomatis. Ada satu hal yang membuat lelaki itu kontan mengernyitkan dahi, sebuah Cadillac CTS-V berwarna biru malam terparkir di garasi keluarganya.

     Ada tamu? Digo memiringkan kepala sambil bertanya dalam hati. Tetapi mengapa mobil tersebut diparkir di garasi keluarga, bukan di garasi tamu khusus seperti tamu-tamu sang ayah biasanya? Digo sendiri langsung memarkirkan mobilnya di bagian paling depan garasi. Kala keluar, diliriknya lagi sekilas kendaraan asing di belakang sana, lalu masuk ke dalam rumah melewati pintu khusus di bagian samping.

     "Yang dateng siapa, Mbak?" tegurnya kepada salah satu pramuwisma yang lewat di ruang utama rumah.

     "Mbak Sabrina, Mas."

     "Hah?" Digo mengangakan mulutnya sambil menatap pramuwisma tersebut dengan ekspresi tidak percaya. "Siapa? Siapa? Sabrina?" tanyanya cepat untuk memastikan.

     "Iya, Mas. Udah dari tadi sore ngobrol sama Ibu di ruang keluarga."

     Deg. Deg. Deg. Digo mematung di tempat. Benarkah? Mengapa terlalu cepat?

     "Permisi, Mas," pamit si pramuwisma.

     Bahkan sekadar menganggukkan kepala pun tak sanggup dilakukan Digo. Pemuda itu masih berdiri di tempat dengan rasa ketidapercayaannya terhadap hal yang baru saja dia dengar.

     "Digo!"

     Masih di sana, Digo menolehkan kepala ke arah suara panggilan. Belum juga sempat berancang-ancang, tubuhnya langsung ditubruk dan didekap erat seorang oleh wanita berambut ikal blonde dari arah ruang keluarga. Pasti. Sabrina pasti sudah melihat kedatangannya melalui cctv di gerbang masuk rumah.

     "Aku kangen.... Kamu dari mana aja? Kenapa tadi nggak jemput di airport, sih? Telepon aku nggak pernah diangkat. Chat aku nggak dibaca-baca."

     Digo masih mematung di tempat, benar-benar membutuhkan waktu untuk menerima. Namun sama sekali tak dibalasnya rangkulan Sabrina pada lehernya. Dibiarkannya gadis itu mendekapnya erat tanpa balasan yang sama. Tak pula mampu ditolaknya, sebab Digo menghargai sang mama yang kini tengah bersedekap diam sambil menatap lurus, memerhatikan pertemuan mereka berdua dari belakang Sabrina.

     "Hai," sapa Digo akhirnya.

     "Hai juga!" Sabrina mengeratkan dekapannya. "Apa kabar, sih? Kamu cuekin aku terus!"

     Digo melirik mamanya, tetapi tidak menjawab sepatah kata pun.

     "Aku udah di sini, ya, jadi kamu nggak boleh cuekin lagi!" tegas Sabrina.

     Digo melepaskannya rangkulan wanita itu dari lehernya. "Aku mau naik ke kamar. Bau, belom mandi."

     "Aku ikut!"

     Digo menatapi Sabrina yang tadinya menyerukan keinginannya. "Nggak boleh masuk ke kamar cowok," tegurnya.

     "Digo!" Adriana mendekat dengan pelototan mata. "Baru ketemu bukannya kangen-kangenan, sih? Sabrina udah nungguin kamu dari sore, lho," tegurnya kepada sang putra.

     Digo menghela napas lelah. "Aku capek, Ma. Mau tidur," katanya sambil berlalu menuju tangga.

     "Digo, kamu—"

     "Nggak pa-pa, Mam! Biar aku aja yang nyusulin Digo ke kamar," potong Sabrina sambil tersenyum, berusaha menenangkan Adriana.

     "Ya udah, kamu aja yang susulin ke atas, ya. Bilang aja ke Mama Nana kalau Digonya nakal." Adriana berlalu sembari menepuk kecil bahu Sabrina.

Little GirlfriendWhere stories live. Discover now