1

32.8K 1.1K 101
                                    

''Karena cinta tahu, kemana ia harus pergi, dan kemana ia harus pulang. Tinggal menunggu waktu yang tepat, untuk Tuhan membawa cinta yang pergi, kembali.''

***

Anna menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Sudah satu jam ia mencoba tidur, tetapi nihil. Rasa ngantuk itu tak kunjung datang. Yang ada hanya nyamuk-nyamuk yang dengan bebasnya menghisap darahnya.

Anna mengambil ponsel di meja belajarnya, melihat pemberitahuan-pemberitahuan terkini. Tetapi itu juga tak membuat rasa kantuknya datang.

Akhirnya Anna melempar ponselnya di kasur. Menggeser pintu balkon. Lalu menutupnya kembali. Ia merasakan angin malam yang menerpa dirinya, masuk ke dalam pori-pori hingga membuatnya terasa dingin.

Ternyata ini Jakarta.

Dia duduk di kursi, berhadapan langsung dengan ramainya jalanan Jakarta. Lampu-lampu berwarna merah, kuning, dan bermacam warna lainnya menghiasi perpadatan kota Jakarta.

Ah, Anna jadi teringat masa lalu, padahal Anna sendiri sangat membenci masa lalu. Kapan mau majunya kalau terus ingat masa lalu, right?

Anna sedikit berharap, datangnya ia ke kota Jakarta ini menjadi awal dari kehidupannya. Setidaknya dia bisa melupakan hal yang lalu.

Sudahlah, Anna tak mau mengingat masa lalu. Lebih baik dia memikirkan apa yang harus ia lakukan di sekolah barunya besok. Walau sebenarnya Anna sama sekali tidak niat pindah ke Jakarta. Tetapi, apa boleh buat, dapat pahala juga kan kalau menuruti kata-kata orang tua.

Tetapi seperti ada yang mengganjal di hatinya. Orang itu. Orang yang sudah menghancurkan segalanya. Ya, orang itu juga tinggal di Jakarta. Semoga saja untuk mahluk yang satu itu keberuntungan tidak ada di tangannya, amit-amit kalau harus bertemu orang itu.

''Masih aja suka sendiri?'' Suara bariton itu terdengar jelas di telinga Anna. Seolah menggelitik di dalam keadaan sunyi ini. Anna mengadahkan kepalanya, menampilkan senyum tipisnya.

''Masih aja tuh senyum tipis,'' sambung Elang--saudara tertua Anna--dia duduk di samping Anna sambil menyodorkan satu gelas coklat hangat. Minuman kesukaan Anna.

Anna lagi-lagi tersenyum tipis. Sambil menerima gelas berisi coklat hangat itu. Ia sendiri belum tahu kapan ia bisa tersenyum lebar seperti orang-orang di luar sana.

''Thanks ya Kak,''

Elang mengangguk, ''Apapun asalkan adik gue yang satu ini bisa tersenyum,''

Anna tersenyum di balik gelas itu. Meresapi coklat hangat yang mengalir lega di tenggorokannya. Anna bahagia memiliki kakak seperti Elang. Yang tidak pernah berhenti membuatnya tersenyum.

''Gue tinggal ya? Gue mau bantuin mama buat kue, mau ikut?'' Elang bangkit dari duduknya, mengulurkan tangannya untuk membantu Anna berdiri.

Anna mengangguk, lalu menerima uluran tangan itu.

***

Anna turun dari motor kakaknya, berpamitan dan berterima kasih kepada kakaknya karena telah mengantarkannya. Ini hari pertama ia menginjakkan kakinya, di sekolah barunya, di Jakarta.

Biasanya di Bandung, jam segini sudah bel masuk sekolah. Tetapi di sekolah ini, murid masih banyak yang berlalu-lalang di halaman.

Anna tak perduli. Tujuannya di sini hanyalah untuk belajar, menggapai cita-citanya, jadi orang sukses, dan membanggakan orang tuanya. Tak perduli kalau mau masuk sekolah jam berapapun. Ini bisa jadi kesempatannya juga, bisa bangun siang seperti kebiasaannya. Di Bandung mah boro-boro bisa bangun siang.

In Your Side | CompletedWhere stories live. Discover now