"Ya," Niall mengangguk cepat. Matanya tak bisa lepas dari tangan Dokter Kenny yang terbungkus sarung tangan yang berlumuran darah. "Kami saudaranya."

"Orang tua Liam dalam perjalanan kemari," Harry menambahkan dengan suara yang bergetar—efek karena menangis tadi. Ia menerima sapu tangan yang disodorkan Greyson untuk mengeringkan air mata di pipinya. "Bagaimana kondisi Liam?"

Dokter Kenny ber-oh sambil menganggukkan kepalanya. Ia terlihat sangat santai, yang tentu saja membuat Niall, Harry, Greyson dan Beth cukup heran.

"Keadaan Liam kritis. Ia mengalami luka bakar ringan di kaki, lengan dan leher. Tangan kirinya pun patah. Kira-kira butuh waktu dua minggu baginya untuk sembuh total—"

"What?" Beth menggumam bingung. "Kritis?"

"Dia tidak mati?!" Greyson bertanya dengan cengiran lebar di wajahnya.

"Tentu saja tidak," Dokter Kenny memandangi Greyson heran. "Liam selamat."

"Oh fuck!" Harry menangis bahagia. Ia langsung melompat dan memeluk Niall, Greyson dan Beth sekaligus. Bahkan kakinya nyaris melingkar di pinggang Greyson. Di sisi lain, wajah Beth merah padam. Bukan karena malu. Melainkan menahan segala emosi terpendamnya agar tidak meledak-ledak.

"Maafkan dia," Niall berujar dengan malu sesaat setelah Ia memaksa Harry melepas pelukannya.

"Well," Dokter Kenny menyembunyikan keterkejutannya.  "Aku mengerti kalian bingung. Tentu kalian tahu media massa terkadang penuh dengan omong kosong. Tapi kurasa, biarkan mereka memberitakan kematian Liam. Setidaknya mengulur waktu untuknya, juga kalian untuk beristirahat. Aku tahu apa yang kalian alami akhir-akhir ini membahayakan nyawa, dan tentu saja melelahkan."

"Ide bagus," Niall mengangguk setuju. Ia menoleh untuk menatapi Beth, Greyson dan Harry.

"Boleh kami menjenguknya sekarang?" Beth bertanya dengan tidak sabaran. Tetapi perasaannya jauh lebih baik setelah mengetahui bahwa Liam baik-baik saja—maksudnya hanya mengalami cedera.

"Tidak, maaf. Liam masih belum sadar setelah kami melakukan operasi padanya untuk mengeluarkan pecahan kaca dari tubuhnya, serta melakukan CPR berulang kali karena detak jantungnya sempat lenyap. Besok, boleh kalian menjenguknya."

"Tapi, Dok," Harry mencegah Dokter yang hendak pergi. Ia bertanya dengan ekspresi bingung, "bagaimana Liam bisa selamat? Dia di dalam mobil yang meledak."

"Ya. Kami melihatnya sendiri," Greyson mendekapkan tangannya. "Sabuk pengamannya tersangkut, membuatnya sulit untuk keluar."

Dokter berfikir selama beberapa detik. "Polisi tadi sempat berbicara padaku," ujar Dokter Kenny. "Sepertinya sabuk pengaman Liam dan Shahid terbakar hingga mereka jatuh. Lalu Shahid, yang semobil dengan Liam mengeluarkannya dari sana. Padahal kondisi Shahid lebih buruk. Makanya aku heran kenapa Shahid mampu menarik Liam keluar mobil padahal Ia mengalami gegar otak parah karena peristiwa itu. Malah seharusnya Shahid tidak sadarkan diri. Dia orang yang cukup kuat."

"Shahid," Harry bergumam dengan terkejut. Ia bahkan baru ingat bahwa orang itu semobil dengan Liam. "Tapi, gegar otak parah?!"

"Ya. Tulang rusuk Shahid patah dan telinga kanannya tuli karena benturan keras dengan kaca. Apalagi setengah badannya terbakar saat Ia menarik Liam keluar mobil. Itu malah memperburuk keadaannya. Jadi—"

"Dimana dia sekarang?" Beth bertanya penuh kekhawatiran. Ia ingin menjenguk Shahid. Bagaimana pun masalahnya dengan Shahid tempo lalu, mungkin sebaiknya dilupakan saja. Apalagi Ia telah menyelamatkan Liam. "Kami ingin melihat keadaannya."

"Maaf," Dokter Kenny tersenyum iba. "Dia tidak selamat."

Beth, Niall, Greyson dan Harry terkejut bukan main. Mulut mereka terbuka, merasa syok karena mendengar berita dari Dokter.

OBSESSIONWhere stories live. Discover now