Bab 9

128K 2.7K 101
                                    

Author's POV

Bagas dan Vada masih saling berdekapan. Nafas mereka yang semula terengah-engah paska klimaks yang membuncah, kini mulai teratur seiring dengan meredanya gelombang kenikmatan yang menyapu tubuh mereka berdua.

Hening.

Pikiran Vada berkecamuk, begitu banyak hal yang ia khawatirkan sekaligus. Bayangkan saja, penyakit yang susah payah ia lawan, kini akhirnya mengalahkannya. Ia tidur dengan Bagas Wendell, atasannya, sekaligus orang yang memusuhinya. Sekali, ketika ia dipengaruhi oleh kondisi kelainan yang ia derita. Dan kali yang kedua, dalam keadaan sadar. Bagaimana kalau ia hamil? Bagaimana ia menjelaskan kepada orangtuanya? Bagaimana jika kejadian ini menjadi gosip di kantor? Bagaimana dengan kelanjutan hubungan mereka berdua?

Vada yang sedang fokus di dalam pikirannya merasa sedikit terkejut ketika tangan Bagas membelai punggung telanjangnya. Posisi Vada yangmenghadap ke leher Bagas membuatnya harus bergerak mundur untuk dapat melihat wajah Bagas. Namun ketika ia berusaha untuk bergeser, tangan Bagas yang tadinya membelai langsung mendekap erat sehingga badan Vada tak bisa bergerak.

"Jangan pergi.." sahut Bagas lirih, "jangan bergerak. Biarkan seperti ini."

Hati Vada terenyuh dengan permintaan Bagas yang sederhana tersebut. Ia menyentuh dada Bagas yang bidang. Bagas tercekat, ia menunggu Vada mendorongnya menjauh. Tetapi kemudian Vada malah menghembuskan nafas dan terdiam. Tanpa Vada ketahui, Bagas tersenyum. Ia kembali melanjutkan belaian tangannya di punggung Vada.

"Semalam kau terlihat cantik sekali," puji Bagas kepada Vada.

"Benarkah?" Vada tersenyum ragu.

"Jangan pura-pura tidak tahu. Kau terlihat cantik setiap harinya. Jika aku mengatakan sebaliknya, anggap saja aku sedang berpikiran bodoh."

Vada tertawa pelan. Mau tak mau ia merasakan hatinya berbunga-bungan hanya karena pujian kecil seperti itu. "Seharusnya kak Bagas mengatakannya sejak awal."

Entah kenapa Bagas senang sekali mendengarnya. "Coba katakan sekali lagi."

"Apa?"

Bagas berdeham, "panggil aku.. sekali lagi."

Vada sedikit bingung. "Kak Bagas?"

Bagas melepaskan pelukannya dan menarik dagu Vada untuk menciumnya.

"Aku suka sekali mendengarmu memanggilmu seperti itu," kata Bagas sambil tersenyum lebar.

Vada membalas senyumannya. "Aku paling benci saat kak Bagas memanggilku dengan 'Nona Kusuma'."

"Aku memang sengaja melakukannya," Bagas tersenyum miring.

"Dasar menyebalkan!" Vada pun menggelitik Bagas habis-habisan. Bagas tertawa akibat tidak dapat menahan geli.

"Sudah.. sudah.. ampun.." Bagas memohon di sela-sela tawanya.

Vada pun berhenti dan kembali berbaring di sebelah Bagas. Mereka saling berpandangan dalam diam.

Kalau saja aku bisa seperti ini setiap hari selama sisa hidupku, pikiran tersebut tiba-tiba terlintas di benak Bagas. Ia mulai mempertimbangkan, mungkin saja kali ini kesempatan datang lagi dalam hidupnya. Kesempatan untuk berbahagia dengan gadis yang ia sukai sejak kuliah.

Apakahaku harus memberitahunya mengenai penyakitku sekarang? Vadabertanya-tanya dalam hati. Ia takut memberitahu Bagas akan merubah suasana yang telah mereka ciptakan sekarang. Dan Vada sangat takut untuk merusak apa yang mereka miliki saat ini.

Bagas meraih wajah Vada untuk menciumnya lagi. Tubuhnya yang gagah kembali ia posisikan di atas tubuh seksi Vada. Di sela-sela ciumannya Vada merasakan bahwa kejantanan Bagas kembali mengeras dan menegang. Batang yang sudah berdiri tegak itu menusuk paha Vada yang mulus, dan membakar gairah Vada lagi.

Ovulation ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang