Part 2

987 36 0
                                    


Amaar menghentikan gerakannya saat wajah Simran dan dirinya hanya berjarak beberapa centimeter lagi. Amaar melihat tubuh gemetar Simran dan usahanya untuk menenangkan dirinya dengan peluh yang mulai turun ke wajah Simran. Amaar mengerti dg apa yang dirasakan Simran. Ia lalu menggenggam kedua tangan Simran dan hanya menyentuhkan keningnya ke kening Simran.

" Hemmh,,,maafkan aku , aku mengerti kalau kau butuh waktu untuk bisa bersamaku , aku melepaskanmu hari ini, My Laddu. " Amaar tersenyum dan mengusap rambut Simran. Simran membuka matanya , terkejut dengan ucapan Amaar barusan. Terutama panggilan Amaar untuknya ' Laddu ' (manisan.bhs india.red) Simran tersenyum dlm keterkejutannya lalu menarik keningnya dr kening Amaar.

" Owh,,,emm,,,kenapa?"

" Hahah,,, itulah mengapa aku lebih suka dengan wanita dewasa, tidak sepertimu."

" Apa maksudmu,,,?" Simran semakin heran.

" Tidak ada. Tapi aku suka kepolosanmu Simran, kau patut ditunggu..." Kata Amaar sambil kini menepuk pipi Simran lembut. Sedikit2 Simran mulai mengerti apa maksud Amaar. Hanya saja ia heran apakah itu suatu bentuk pujian atau bukan .

Amaar melangkah mundur menjauhi Simran,,,

" Aku akan tidur di kamarku di sebelah ruanganmu ini. Aku harap kau tidak takut tidur sendirian,,,selamat malam My Laddu ." Amaar membungkuk hormat ala bangsawan Eropa dan pergi menghilang dibalik pintu penghubung yang ada dikamarnya. ' Owh, Jadi Amaar tidak akan tidur disini, lalu dimana dia akan tidur ? 'Yang Simran tahu tadi siang, ruangan disebelah itu adalah ruang kerja Amaar . Simran masih terus bertanya2 dalam hati. Tapi direbahkannya juga tubuhnya diatas kasur yang super empuk itu. Rasanya sudah berhari2 Simran tidak tidur nyenyak, dan ia pun segera terlelap.

***

Gerimis di luar kamar membangunkan Simran. Jam 9 pagi waktu Paris. ' Ya Tuhan, aku tidak pernah bangun sesiang ini. Dibukanya tirai jendela di kamarnya, lalu di bukanya daun jendela itu perlahan2. Suara rintik hujan yang selalu menenangkan Simran, dan suasana pagi yg mendung entah mengapa selalu menarik hati Simran. Mungkin karena hujan selalu identik dengan suasana hatinya. 'Aku selalu merindukanmu, Ma,,,merindukan kebersamaan kita.' Simran membiarkan air matanya mengalir. Walaupun Meera ibu kandung Simran sudah lama meninggal, kenangan bersamanya selalu tersimpan rapi di benaknya. Kenangan tentang hujannya terakhir kali bersama Meera adalah ketika mereka bertiga bersama Bharmal, ayah Simran bermain bersama ditengah derasnya hujan. Nenek Simran sudah melarang mereka bermain, tapi orang tua dan anaknya itu malah makin senang bermain, berlari kesana kemari. Tapi tiba2 petir menyambar tubuh Meera, dan ia jatuh tersungkur ditanah dengan tubuh yang hampir gosong. Petir telah mengambil Meera dari keluarga Simran. Dan sejak itu Simran sangat takut dengan petir. Ia ingin sekali membenci hujan, tapi kenangan bersama Meera selalu menggugahnya untuk selalu menikmati hujan. Seakan ia melihat dirinya menari bersama , Meera Ibunya. 'Kau senang kan Ma, Pa sudah bersama2 denganmu'

Hujan menjadi sangat deras pagi itu. Dan 'Aaah' Simran menjadi sangat ketakutan ketika suara petir menggelegar di luar seakan menyambar gendang telinganya. Simran cepat2 menutup jendela kamarnya. Dan kembali beringsut ke dalam selimutnya.

Simran memejamkan matanya karena takut. Ketukan keras dipintu membuatnya beranjak dari tempat tidur. Seorang pelayan wanita separuh baya menyapanya

" Bonjour, Madame,,,aku mengetuk pintu anda sejak tadi, karena khawatir aku langsung masuk. Maafkan kelancanganku, Madame."

" Owh tidak apa2, Siapa namamu,,?" Tanya Simran pelan,

" Panggil aku Jiji Anga, Madame.."

" Punjabi,,?"

" Tidak, aku Pakistani, Madame...Tapi aku lama tinggal di Punjab, karenanya Mounseur Amaar menugaskanku disini agar melayani semua kebutuhan anda."

Love In ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang