Bab 16: Panah Asmara

42.4K 1.5K 24
                                    




Brian mengigit pelan bibir bawahnya, bagaimana tidak jika bule sedang makan minta tolong untuk membubuhkan tanda tangan di kain putih polos yang mereka beli tadi. Tak kuasa menahan tawa dan juga merasa kasihan. Brian menghampiri mereka, berjalan elegant dengan langkah tegap dan dada membusung kedepan.


Brian tak memperdulikan lirikan para warga asing berjenis wanita. Baginya hanya satu yang boleh meliriknya, dan tentu saja itu Naina.

Cinta mati?

Mungkin itu yang Brian rasakan. Dia sudah lahir batin ingin bersama dengan Naina, mempersuntingnya dengan pernikahan yang sah. Meskipun mereka sudah sah dalam mata pandang agama maupun negara. Tapi dia ingin pernikahan yang selalu diingat nya sampai tua nanti.



Mewah? Sederhana?

Tak ada alasan khusus untuk membuat pernikahan mewah atau sederhana yang harus ada adalah kebahagian yang melingkupi mereka.

Brian tersenyum membayangkan Naina memakai baju pengantin, mengucap ijab qabul, malam pertama, dan anak.

Anak?

Bahkan Brian belum pernah memikirkan tentang anak. Dulu baginya hidup sendiri lebih merdeka. Tidak ada papa ataupun mama. Dua jabatan itu hanyalah khayalan semu. Tapi gadis yang merengek meminta menikah dengannya karena ingin menolongnya, mengubah segalanya.

Dulu kendaraan adalah rumahnya. Mobil yang ditumpanginya sudah dia anggap sebagai tempat berteduhnya. Dan jalanan adalah orang tuanya. Orang tua yang selalu berbagi kasih dan derita.

" Mas, bulenya galak " Naina mengerucutkan bibir. Brian yang baru sampai ketempat Naina mengangkat alis. " Bulenya mana? "

" Udah pergi "

Brian mengedikkan bahu " Yaudah, udah dapat berapa? "

Naina melengkungkan bibir kebawah " Cuma lima " Brian memandang tak percaya " Mbak Vee, Abang Alan, Mbak Faika Stephan, Mas Reon Leorand, sama Bayi imut Kimi Takeru "

Lihatlah betapa imutnya dia menyebutkan nama - nama orang yang berhasil membubuhkan tanda tangannya. Brian menganggukkan kepala setuju.

" Eh tunggu Alan sama Vee napa ikut? " Brian memiringkan kepala. Darimana cecunguk berdua itu dikatakan bule?

Naina menarik Brian duduk ditaman " Soalnya mereka masih ada keturunan bule - bule gitu " Naina cengengesan " Mas laper "

Wajah Naina memerah bukan karena malu ataupun marah. Dia sudah tidak tahan lagi dengan dinginnya udara diluar. Sedari tadi di mengosok telapak tangannya sendiri menghalau rasa dingin.

" Ayo " Brian mengenggam erat tangan mungil itu tapi segera ditepis sang pelaku. Brian membuka mulut ingin protes tapi berganti dengan kekehan. Karena Naina memeluk erat pinggang Brian, dibenamkannya wajahnya didada Brian.

Brian tersenyum " Ayo, Mas gak mau kamu sakit " Diciumnya sekilas sudut bibir yang dingin itu.

★★★★★




Dicafe dekat taman, seseorang mengepalkan buku tangannya hingga memutih. Amarahnya memuncak hingga tanpa sadar giginya bergemeletuk.

" Guru dan murid, menarik! "

Diambilnya sesuatu yang berbentuk benda pipih canggih. " Gue ada berita bagus " Dia tersenyum licik dan memasukkan kembali ponsel pintarnya.

" Kita mulai saat loe kembali kesekolah "

★★★★★





Berbagai teriakan mengaung tajam, jeritan ketakutan ataupun jeritan kesenangan. " Aku akan jatuh " Suara cempreng memekikkan telinga mengaung lagi.

18 Berstatus IstriOù les histoires vivent. Découvrez maintenant