Chapter 11

134 9 0
                                    

Aku menghela nafas panjang, masih teringat dengan kejadian kemarin. Nash sempat mengirimkanku pesan tadi pagi, isinya hanya sapaan selamat pagi, dan aku tidak membalasnya, tidak merasa butuh untuk membalasnya. Dengan perlahan, kududukkan tubuh lesuku pada anak tangga pertama yang menuju ke lantai dua.

Setelah kejadian itu, Luke mengajakku pergi ke toko roti milik kakaknya, dia memperkenalkanku dengan Kak Ben, begitu kami memanggilnya. Pria yang penuh humor dan antusias, aku senang dapat bertemu dengannya. Meski aku merasa agak bersalah karena melibatkan Luke dalam masalahku. Maksudku, aku memintanya datang malam-malam ke tempat yang sekarang resmi kukatakan sebagai 'base-camp' untuk kami mungkin, dan dia benar-benar datang, disaat ada beberapa aktivitas lain yang lebih penting dibandingkan menemuiku. Dia memang baik sekali.

"Edelweiss?"

Aku tersadar dan menoleh, kudapati lelaki berambut cokelat itu menghampiriku dengan senyum yang berseri. Tentu aku sudah menduga apa yang akan ia katakan padaku, jelas sekali.

"Oh, hai Nash." Sapaku.

"Hm, kurasa tadi pagi aku mengirimkanmu pesan," tukasnya.

"Ehm, maaf, pulsaku habis, jadi aku tidak bisa membalas pesanmu." Jawabku.

"Haha, iya tidak masalah, oh ya, kau tahu, aku senang sekali," ungkapnya. Ia mendaratkan bokongnya duduk disampingku. Kedua tangannya saling memaut, bertopang pada kedua lututnya.

Aku mendelik padanya kemudian kembali pada pandangan normalku yang sejak tadi tertuju pada jendela ruang kesehatan sebelum kedatangannya menginterupsi.

"Oh ya, ada apa?" Tanyaku pura-pura tak tahu.

"Aku dan Lacey sudah resmi berpacaran sekarang." Jelasnya, kedua matanya menutup lucu saat ia tersenyum.

Kupaksakan sebuah lengkungan kecil menghiasi wajahku, "itu bagus Nash, selamat ya," kataku.

Nash mengangguk, "terima kasih, Davenly, kau memang sahabat terbaikku." Dia merangkul pundakku, entah kenapa aku merasa risih, sehingga kutepis pelan lengannya yang sebelumnya menempel di pundakku.

Kedua alisnya bertemu, ia menatapku penuh pertanyaan, "kau kenapa?" Ujarnya, nadanya terdengar seperti orang tersinggung.

Aku menggeleng, "aku hanya sedang tidak enak badan."

Aku tahu alasanku tak cukup untuk meyakinkannya, namun jujur, aku sedang malas berbicara dengannya.

Nash sedikit menggeser tubuhnya beberapa senti dariku. Kami diam dalam pemikiran kami masing-masing. Larut dalam rasa canggung yang bahkan tak pernah kami rasakan sebelumnya.

"Edelweiss?" Panggilnya lagi.

"Hm." Gumaman pelanlah yang berhasil terlontar dari bibirku.

Nash diam sejenak, menerka kembali kalimat apa yang pantas untuk ia rangkai, "kau ..." Ucapnya, "tidak merasa cemburu atau apapun kan?" Lanjutnya.

Aku mendongak, sedikit meregangkan anggota tubuhku, "tidak." Singkatku.

"Serius?"

"Iya, untuk apa aku cemburu? Aku tidak cemburu. Longlast ya untuk hubungan kalian." Ucapku.

Hahh ... Edelweiss,

Kau benar-benar munafik.

Tentu saja aku cemburu Nash, sangat cemburu,

Tapi aku harus menutupi itu semua karena kau sahabatku,

Dan aku benci mengingat fakta itu, bahwa kau adalah sahabatku ...

A Half Beat ➳ Luke.Hemmings [ON-HOLD]Where stories live. Discover now