Chapter 7

144 38 7
                                    

'Bagaimana Mrs. Zanderberg kemarin? Apa dia memaafkan kal-hatsyii, kalian?'

Aku tersenyum sambil terus menuangkan segelas susu cokelat dingin pada gelasku. Hazzel meneleponku, untuk yang ketiga kalinya dan baru kuterima, dua panggilan sebelumnya tercatat pada daftar missed call ponselku. Aku kembali menaruh kardus susu cokelat itu ke dalam kulkas agar tetap dingin.

"Ya, tapi dia tetap memberikan kami hukuman. Tenang saja, namamu tidak dicoret dari daftar itu kok." Kataku, aku tahu ia akan menanyakan soal daftar yang untukku sama sekali tidak penting itu.

Kudengar Hazzel menghela nafas lega, disusul dengan bersin lagi.

"Hey, kau sudah baikan belum? Jangan lupa minum obat. Aku tidak mau pergi sendirian ke sekolah." Kataku.

'Hahaha, tenang saja, aku sudah baikan kok. Hanya bersin-bersin.' Suara Hazzel terdengar agak berat,

"Eh iya, kemarin Nash menemuiku." Kurasa aku terdengar agak histeris tapi tidak apa, Hazzel tahu perasaanku.

'Oh ya? Lalu bagaimana?' Tanyanya.

Aku melenggang pada sofa di ruang keluargaku. Tanganku meraih remote televisi yang berada agak jauh dari jangkauanku.

"Hmm, dia bilang dia merindukanku, kami mengobrol santai di taman, sebelum akhirnya Matt menginterupsi obrolan kami." Jelasku.

'Hahaha, Matthew, ya.'

"Yap, orang yang kau sukai dulu selain Jack J."

'Edelweiss. Itu dulu, oke? Bisa kita fokus pada pembicaraan kita yang sebelumnya?' Ungkapnya tidak terima.

Aku terkekeh geli, "tapi kau menyukainya kan?"

'Ya hanya suka, itu juga karena Nash yang memaksaku berkenalan dengannya.'

"Hmm, Haz, aku boleh jujur?" Ucapku, jemariku mengetuk-ngetukkan gundukan meja bundar yang berlapis kaca di hadapanku ini, meski mataku masih menyorot pada acara talkshow di salah satu channel televisi ini.

'Jujur apa? Memangnya kau pernah berbohong padaku? Jadi selama ini-'

"Hihh, tenang dulu, ini soal Nash." Kataku, membuat Hazzel terdiam. Aku bisa mendengar dentingan piano Mozart yang sepertinya sedang diputar di radio milik Hazzel.

'Ada apa? Katakan saja, kau yang mengatakannya dulu, sahabat tidak merahasiakan sesuatu dari sahabatnya, kan?'

Aku tersenyum, Hazzel bahkan mengingat kalimat-kalimat yang kukatan sewaktu kami SMP itu. Bahkan aku saja lupa kalau aku pernah mengatakannya. Dasar bodoh.

"Jadi, sebenarnya, aku menyukai Nash." Ungkapku.

'Hahahaha, kalau itu sih aku sudah tahu.' Tawa Hazzel.

"Hah? Darimana? Aku sudah memberitahumu??" Aku memekik.

'Memangnya aku tidak tahu? Setiap kau bersama Nash, wajahmu berubah menjadi lebih ceria, tatapanmu juga berbeda jika melihatnya.'

Aku menggigiti lapisan kulit jemariku ketika mendengar jawaban Hazzel.

"Astaga, kau tahu semua." Kataku sambil mematikan televisi dan bangkit dari sofa.

Kugerakkan kakiku menaiki tangga menuju kamarku. Kedua orangtuaku pasti sedang bersiap untuk pergi ke rumah paman dan bibiku saat ini. Mereka sudah mengajakku tadi pagi, tapi aku menolak, dengan alasan tidak enak badan, sebenarnya aku sedang ingin dirumah.

'Tentu saja, kau sahabatku, jelas aku tahu apapun tentangmu.'

"Kau juga kawan," jawabku, seraya duduk di tepi ranjangku dan melepaskan sandal putih yang biasa kupakai di dalam rumah.

A Half Beat ➳ Luke.Hemmings [ON-HOLD]Where stories live. Discover now