Chapter 9

116 31 6
                                    

-Azure's POV-

Aku menghela nafas panjang ketika sudah menjauh dari kantin, benar-benar memalukan. Sungguh, tadi aku tidak bermaksud untuk menjatuhkan ponsel milik gadis itu. Aku baru saja memesan jus melon, dan tanpa sengaja menyenggol lengan gadis itu, sampai akhirnya kudengar bunyi jatuhnya ponsel miliknya. Hufftt, aku benar-benar ceroboh. Untung saja ada dua gadis tadi, yang satu mencoba membelaku dengan, hmm, cara yang aneh kurasa, dan yang satu lagi mencoba melerai antara gadis yang membelaku dan gadis yang memaki-makiku. Aku tidak tahu siapa mereka, tapi aku berterima kasih karena mereka sudah menolongku, sayangnya aku tidak sempat menyampaikan terima kasihku. Mungkin lain kali, jika aku bertemu mereka lagi.

Padahal aku baru saja pindah dari Melbourne Music College dua hari yang lalu. Bahkan namaku saja masih salah penulisannya saat kuperiksa pada daftar absensi. Namaku Azuria Weislla Josephine, keluargaku biasa memanggilku Azure, tapi pada daftar absensi namaku Azalea Weislla Josephine. Jauh sekali Azure dan Azalea, kurasa penulis daftar absensinya adalah peminat fanatik Iggy Azalea. Kalau begini aku harus konfirmasi pada kepala sekolah. Benar-benar merepotkan.

Kedua kakiku berpijak melewati koridor. Sesekali pandanganku menilik pada sekelilingku. Satu yang kucari, ruang musik. Satu-satunya tempat yang dapat membuat perasaanku lebih tenang, dengan dentuman musik diiringi petikan-petikan gitar atau tuts piano yang lembut.

Langkahku terhenti ketika penglihatanku menangkap sebuah pintu dengan papan kecil yang menempel pada persegi panjang kayu berlapis cat cokelat itu. Bertuliskan 'Ruang Musik'. Tanpa basa-basi, segera kuputar kenop pintunya dan memasuki ruangan itu.

Tidak seperti ruang musik di sekolahku yang sebelumnya. Ruangan ini terlihat agak berantakan. Ada tiga gitar, satu bass, satu set drum, piano, dan sebagainya. Pandanganku mengarah pada beberapa kertas yang berserakan di lantai. Kontan tanganku meraih kertas-kertas berisi catatan itu.

"Hm? Ini lirik lagu?" Pikirku.

Aku membaca seluruh tulisan dari kertas itu berulang-ulang, tulisannya yang kurang rapih membuatku agak sulit untuk membacanya. Lirik yang lucu, siapa yang membuatnya?

"Good Girls," kataku, membaca tulisan yang sepertinya adalah judul dari lirik lagu ini.

Aku bergumam, menciptakan nadaku sendiri sambil membaca lirik itu.

"She's a good girl, she's ... Daddy's favorite? He saved for Harvard. Siapa Harvard? Ah, namanya juga lagu. He know she'll make it." Kataku, sambil bernyanyi asal, meski aku tidak tahu bagaimana nada asli lagu tersebut, tapi, hey, imajinasi yang tinggi kan dapat menciptakan segalanya.

"She said to me, forget what you thought, 'cause good girls are bad girls that haven't been caught, so just turn a-"

"Bukan begitu lagunya." Sebuah suara yang agak serak mengagetkanku. Refleks, aku melempar kertas-kertas itu dan lembaran itu kembali berhamburan di lantai.

Sesosok lelaki tinggi bergerak memasuki ruangan ini, mengambil kembali lembaran lirik lagu itu. Rambutnya aneh. Bukan bermaksud untuk merendahkan, tapi jujur saja, dia terlihat seperti kue tart anak umur lima tahun yang sedang ulang tahun.

"Siapa kau?" Tanyaku langsung.

Dia menaikkan satu alisnya, "seharusnya aku yang bertanya, siapa kau?" Ia membalik pertanyaanku.

"Oh. Ehm," aku berdehem, "namaku Azuria Weislla Josephine. Kau bisa memanggilku Azure," jawabku.

"Michael. Dan namamu unik, apa artinya?"

"Hmm, kurasa bintang atau mungkin warna biru. Tapi ibuku bilang artinya bintang, ayahku bilang artinya warna biru. Entahlah."

Dia terkekeh, "kau lucu, aku tidak pernah melihatmu."

A Half Beat ➳ Luke.Hemmings [ON-HOLD]Where stories live. Discover now