Chapter 10

123 15 1
                                    

"Hey, Luke."

Pandangan Luke beralih padaku, perlahan ia menyunggingkan senyum manis dan memperlihatkan tindikan di bibirnya yang dapat terlihat jelas di mataku.

"Ini jaketmu," aku menyodorkan jaket miliknya yang telah bermalam di rumahku kemarin.

Ibuku sudah mencuci jaketnya, dia sedikit bingung, karena yang dia tahu, aku tidak pernah memiliki jaket seperti itu, ditambah ukuran tubuh Luke berbeda denganku maupun ayahku, jadi aku hanya menjawab bahwa jaket itu milik temanku. Tapi aku tidak mengatakan kalau temanku itu adalah Luke, karena dia pasti akan bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendetail.

"Hahah, padahal tadinya aku mau mengirim pesan padamu kalau kau bisa menyimpannya." Katanya, "tapi terima kasih ya, wangi sekali, kau mencucinya?" Tanya Luke seraya mengendus wewangian deterjen pada jaketnya.

Aku hanya mengangguk, "ya, ibuku yang mencucinya." Jawabku singkat.

"Ohh, sampaikan terima kasih-ku pada ibumu ya." Yahh, Luke, jika aku bisa pasti sudah kusampaikan.

Luke membuka ranselnya, ia memasukkan jaket itu ke dalamnya tanpa melipatnya kembali. Sial, sudah bagus kusetrika. Kemudian ia kembali mengancingkan tasnya.

"Tadi ada apa dengan kau dan Hazzel?" Tanyanya, mengganti topik pembicaraan.

"Tadi apanya?" Tanyaku tak mengerti.

"Tadi, sewaktu aku dan Mike tiba di kantin. Kau dan Hazzel, kalian terlihat panik, antusias, entahlah." Jelas Luke, ia menggigit bibir atasnya.

"Oh, bukan apa-apa. Eh, omong-omong kudengar ada mahasiswa pindahan dari sekolah musik? Kau kan dekat dengan Mr. Trevor, mungkin kau tahu."

Luke menengadah, sedikit menggaruk belakang kepalanya, "sekolah musik? Untuk apa murid sekolah musik pindah ke kampus ini?"

"Ya mana kutahu, tapi kau tahu atau tidak?"

Luke menggeleng, "kurasa tidak, mungkin kau bisa tanya Mike."

Aku memutar bola mataku, mana mungkin Mike tahu. Maksudku, dia kan tidak mungkin perduli.

Drrt ... Drrtt ...

Aku terperanjat ketika tiba-tiba kurasakan sebuah getaran dari sakuku sebelum akhirnya terdengar bait nada ringtone-ku. Segera kuraih ponselku, Hazzel, menelepon.

"Hey, ada apa?" Tanyaku.

Luke masih tetap pada posisinya, ia menatapku sambil sesekali memainkan jemari-jemarinya. Aku mengucap nama Hazzel tanpa suara, membuatnya mengangguk tanda mengerti.

'Weiss? Kau dimana? Sudah kubilang jangan pulang dulu,' nadanya terdengar panik, aku memutar bola mataku.

"Haz, tenang, aku masih di sekolah, kau dimana?"

'Aku di aula,' jawabnya singkat.

"Aku kesana sekarang, bye."

'Wei-'

Aku mengakhiri panggilan dari Hazzel dan kembali pada Luke yang hanya memberikan cengirannya.

"Aku harus menjemput Hazzel," kataku.

"Oh, oke, aku juga mau pulang, sampai ketemu besok, Edelweiss." Ucap Luke.

Aku tersenyum dan mengangguk, "ya, sampai ketemu, besok."

"Ya, besok."

"Tentu saja besok."

"Hahaha, iya ... Besok."

A Half Beat ➳ Luke.Hemmings [ON-HOLD]Where stories live. Discover now