Dua puluh dua

2.2K 100 2
                                    

Nathan meneliti setumpuk laporan di mejanya. Alisnya berkerut pertanda dia tengah berpikir keras. Rachel mengamati wajah laki laki itu dari ujung pintu. Nathan tak menyadari kedatangannya bahkan tak menyahut ketika Rachel mengetuk pintu ruangannya.

"Ada yang bisa kubantu, Nathan?" tanya Rachel lembut.

Nathan sedikit terkejut. Rachel menatap heran. 'Tak biasanya Nathan menampakkan sikap seperti ini?' batinnya penuh tanda tanya. Laki laki itu tampak syok, seolah sesuatu besar tengah terjadi. Dan Nathan belum cukup siap menghadapinya.

"Laporan ini Rachel... Dari bagian keuangan." ucap Nathan mengangsurkan tumpukan laporan pada Rachel.

Rachel meneliti satu persatu, keningnya mengernyit begitu mengetahui isi laporan tersebut.


"Tidak masuk akal." ucapnya membelalak.

"Iklan macam apa butuh dana sebesar ini? Ini sepuluh kali lipat dari pengeluaran sebelumnya, Nathan." lanjutnya setengah tak percaya.

Nathan meremas rambutnya gemas. Laki laki itu baru saja menerima e-mail, beberapa cabang perusahaannya mengalami masalah. Karyawan menginginkan kenaikan gaji dua kali lipat awal tahun depan. Semua terjadi secara serempak dan bersamaan.

"Kau harus menanyakannya kebagian marketing, Nathan. Mungkin Vida bisa membantu."

"Ya Rachel, tapi barusan aku mendapat e-mail dari beberapa anak cabang. Karyawan berdemo menuntut kenaikan gaji dua kali lipat awal bulan depan." sahutnya frustasi.

"Tenanglah Nathan, aku akan membantumu menanyakan pada Vida sementara kau bereskan urusan dengan anak cabang." ujar Rachel tulus.

Digenggamnya tangan Nathan dan meremasnya lembut, berusaha memberikan ketenangan pada laki laki itu.


Nathan mengangguk dan mencoba tersenyum. Tanpa pikir panjang dirangkumnya tubuh Rachel dan memeluknya dengan perasaan berkecamuk.

"Terima kasih Rachel... Apa jadinya aku kalau tidak ada kamu."

"Aku tahu aku tak akan sanggup menghadapinya, kamulah alasan yang menguatkanku selama ini." ucap Nathan penuh perasaan.

Rachel mengernyit mendengar ucapan Nathan. Gadis itu tidak mengerti maksud ucapan Nathan. Namun entah mengapa ucapan itu seolah mampu menyalakan secercah harapan yang nyaris padam. Harapan untuk mempercayai seseorang, lagi. Mungkinkah?

'Mungkinkah secara tak sadar Nathan telah mengungkapkan isi hatinya?' batin Rachel bingung. Pikiran itu sontak memacu jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Namun buru buru Rachel membuang pikiran itu jauh jauh.



"Kau tahu Rachel... Mungkin kau tak akan mempercayainya tapi itulah yang kurasakan." ujar Nathan pelan.

"Apa itu, Nathan?" tanya Rachel menelengkan kepalanya menatap Nathan.

"Aku jatuh hati padamu, Rachel." ucap Nathan sungguh sungguh.

Rachel terperangah kedua tangannya membekap mulutnya seraya menggeleng tak percaya. Nathan mencintainya, dia berusaha mencari cari di wajah Nathan dan hanya kesungguhan yang dilihatnya.

"Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, maafkan aku Rachel." ucap Nathan ketika Rachel tak juga bersuara.

"Lupakan dan anggap saja aku tak pernah mengatakannya." Lanjutnya kemudian seraya melepas pelukannya dan berbalik memunggungi gadis itu.

"Terima kasih sudah mengatakannya, Nathan. Jadi aku tak perlu bertanya tanya lagi." ucap Rachel tersenyum.

Nathan sedikit terkejut mendengar ucapan Rachel. Pelan pelan dia membalikkan tubuh dan mendapati gadis itu tersenyum ke arahnya.

Nathan menyipitkan matanya memastikan kesungguhan ucapan Rachel. Dan hingga detik Nathan menyadarinya, senyum itu masih menghiasi wajah manisnya.

"Jadi?" tanya Nathan seraya merentangkan kedua tangannya.

"Pernyataan diterima." jawab Rachel seraya menyurukkan tubuhnya menyambut pelukan laki laki itu.

Kebahagiaan tak terkira seketika menyelimuti keduanya. Tak ada kesedihan, tak ada penyesalan, yang ada hanya kebahagiaan dan hari esok.
#

SUMPAH, I LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang