Menyusup ke Dalam Diriku

8 0 0
                                        

Bab 5.3: Cinta yang Datang Tanpa Peringatan


“Aku juga mencintaimu,” bisikku lembut di telepon sebelum menutup panggilan. Kata-kata penuh kasih dari Jung-woo masih terasa di udara, membungkusku seperti pelukan hangat. Meski begitu, di balik kebaikannya, ada rasa gelisah yang menggerogoti pikiranku, mengingatkanku pada keterbatasan tubuhku sendiri.

Pagi tadi, sebuah paket aneh tiba di depan pintu rumahku. Isinya masih misteri sampai aku merobek bungkusnya. Ternyata, di dalamnya ada sebuah benda asing yang belum pernah kulihat sebelumnya, lengkap dengan beberapa bonus kecil yang tak terduga. Awalnya aku bingung, tapi rasa penasaran mulai tumbuh saat kuperhatikan barang-barang itu, dan baru kusadari kalau aku tanpa sengaja berbelanja di sebuah toko online bertema khusus.

Tak tahu harus berbuat apa dengan belanja tak terencana itu, aku memutuskan untuk memanfaatkannya sebagai momen self-care dalam dua arti. Pertama, aku memberanikan diri mengambil cuti sakit untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Rasanya membebaskan sekaligus memanjakan diri, seperti memberontak kecil dari tuntutan pekerjaan yang tiada henti.

Dengan tekad baru, aku berencana menjelajahi isi paket misterius itu, ingin tahu rahasia apa yang tersimpan di dalamnya. Menikmati kesendirian, aku merasa tenang karena untuk sekali ini, aku memprioritaskan diriku sendiri. Hari ini, aku akan memeluk kesempatan untuk merawat diri dan merasakan kembali nikmatnya hanya “menjadi”.

Mataku menyapu ruangan rumah yang luas dan rapi, tapi rasa bosan menyelimuti seperti selimut tebal. Pekerjaan rumah sudah selesai, tidak ada tugas mendesak. Meski tubuhku sehat, rasa gelisah menggelayut, membuatku seperti terombang-ambing dalam lautan monoton.

Kesunyian di rumah terasa memekakkan telinga, memperjelas dengungan pikiranku yang berputar tanpa henti. Dengan waktu yang terbentang tanpa batas, aku terjebak dalam rasa sepi yang pekat.

Aku berjalan tanpa tujuan dari satu ruangan ke ruangan lain, setiap ruang bergema kosongnya kesendirian. Kebersihan yang sempurna justru membuat kesepian itu terasa makin luas.

Tanpa gangguan dari luar, pikiranku mulai melayang, menyusuri lorong-lorong introspeksi yang berliku. Energi gelisah ini tak punya tempat untuk lepas, membuatku terjebak dalam siklus kebosanan dan kesunyian, berharap ada sesuatu—apa saja—yang bisa memecahnya.

Hingga akhirnya, sebuah kesadaran muncul seperti cahaya tiba-tiba. Jawaban untuk rasa bosan ini ada di dalam paket sederhana itu—kunci untuk membuka dunia penuh kesenangan dan pelarian.

Dengan semangat baru, aku meraih kotak itu, jantungku berdebar cepat. Setiap langkah terasa mendesak, seperti dorongan untuk melepaskan diri dari belenggu rutinitas dan menyambut janji kegembiraan yang menantiku.

Dengan napas terengah karena antusiasme, aku bergegas masuk ke kamar tidur, udara di sekitarku seakan bergetar oleh energi listrik yang tak kasat mata. Dengan tangan gemetar, aku menumpahkan isi kotak ke atas ranjang—hadirnya benda-benda itu seperti janji menggoda akan kebebasan dan kenikmatan.

Namun, saat suara dengungan plastik bergetar memenuhi ruangan, rasa malu langsung menyergapku. Meski aku sendirian, bunyi yang tiba-tiba itu terasa begitu mengganggu, seakan mengingatkanku bahwa apa yang kulakukan adalah sesuatu yang tabu.

Cepat-cepat aku mematikan alat itu, lalu menarik napas dalam untuk menenangkan diri, pipiku panas oleh rasa malu. Tapi jauh di dalam hati, ada semacam kegembiraan yang mendidih, membuatku semakin ingin menjelajahi petualangan baru ini.

Dengan napas yang mulai stabil, aku melepas lapisan demi lapisan pakaianku, setiap gerakan sarat dengan rasa gugup dan antisipasi. Berdiri di tepi ranjang hanya dengan pakaian dalam, aku sempat bertanya-tanya—mungkin ini awal dari sesuatu yang luar biasa, babak baru dalam hidupku yang penuh pengalaman menggairahkan dan kebebasan tanpa batas.

KETERLAMBATAN | CatnipzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang