4.1: Tidak Seperti Apa Pun Sebelumnya
Pintu tertutup dengan bunyi lembut, seakan mengurung kami dalam kepompong penuh antisipasi. Tatapan tajam Haerin meneliti setiap gerakanku, menanamkan ketegangan tak terucap yang menggantung di udara. Ada sensasi rahasia yang membara dalam diriku, menggantikan rasa takut awal dengan rasa ingin tahu yang baru.
Matanya, bagai serpihan obsidian, melirik ke arah seragamku, menelanjangi lapisan yang selama ini melindungi kelemahanku. Jemariku, yang mengkhianati ketenangan semu, bergerak gelisah saat aku melepas mantelku. Gaun putih itu jatuh di atas kursi—dan rasanya aku pun ikut runtuh.
Pertanyaan-pertanyaan menggantung di ujung lidahku, tapi tertahan oleh kesepakatan tak terucap untuk menjelajahi yang belum diketahui. Ucapan Haerin, bahwa aku sebenarnya tahu apa yang kuinginkan, terngiang di kepala, memaksaku merenung tentang kebenaran yang mungkin selama ini kutolak.
Dia mendekat, membuatku menarik napas tajam. Kehangatan tiba-tiba membingkai wajahku, menarik perhatianku kembali ke saat ini. Haerin berdiri tepat di depanku, matanya terkunci pada mataku, memulai tarian hipnotis yang tak terlihat.
“Tutup matamu,” bisiknya.
Tanpa protes, aku menyerahkan diriku pada kegelapan yang menyelimuti.
Sebuah sensasi halus—kesadaran yang lebih tajam—mengalir dalam tubuhku. Selembar kain sutra menutupi mataku, mengikat penglihatan dan memperkuat semua indra lain. Saat aku perlahan membuka mata ke dalam kegelapan total, satu pertanyaan lolos dari bibirku,
“Penutup mata?”
Jari Haerin menempel di bibirku, memberi perintah diam yang tak perlu diucapkan. Dalam ketaatan yang sunyi, aku menunggu langkahnya berikutnya, seluruh indra terjaga, waspada pada sesuatu yang tak kuketahui.
“Percayalah padaku, Minji,” bisiknya lembut namun penuh godaan. Penutup mata itu memaksaku mengandalkan sentuhan dan suara, membuat setiap rasa menjadi berkali lipat intens. Tangan Haerin bergerak dengan tujuan yang jelas, menyalakan api dalam diriku yang sulit dijelaskan dengan logika.
Aku terperanjat saat sentuhannya mengalirkan kejutan listrik ke seluruh tubuhku. Mataku membelalak di balik kain, dan desahan berat keluar begitu saja. Dia langsung bergerak ke titik buruannya, tangannya berada di bagian tubuhku yang masih tertutup kain, memberi sentuhan keras dan terarah, tanpa sedikit pun kelembutan. Satu genggaman saja membuat tubuhku berdenyut, dan getaran tak terduga menjalari tubuhku. Kenapa aku gemetar?
Dalam balutan kegelapan, ada rasa aman yang aneh, seakan seluruh indraku terlindungi dari apa yang sedang terjadi. Sentuhannya, yang lembut sekaligus melanggar batas, menyalakan badai sensasi yang menari di tepi kenikmatan. Kesederhanaan yang paradoksal itu membuat pikiranku kacau. Dia, sang penyihir berbahaya, menuntunku menyusuri jalan penuh godaan yang tak tertahankan, meninggalkanku terengah-engah.
Aku tersentak dalam kehampaan, seluruh indraku kewalahan. Gelombang emosi campur aduk berputar di dalam diriku—rasa tegang, rapuh, dan menyerah. Aku bisa merasakan senyum tipisnya; dia benar-benar terhibur. Seperti aku adalah badut pribadinya.
“Kau ingat apa yang aku katakan?” tanyanya.
Aku mengangguk, kata-katanya terngiang seperti lagu yang menghantui. Sepanjang minggu, aku terus memikirkan pertemuan itu, setiap detik terulang di kepalaku. Dia menghela napas, lalu kurasakan kehangatannya semakin dekat. Aroma melati bercampur bahaya mengisi hidungku—sebuah pengingat kuat akan daya tarik terlarang yang kini membungkusku.
“Itu bagus,” pujinya, dan aku hanya bisa mengeluarkan erangan kecil, berusaha memahami pengalaman yang terasa begitu tidak nyata. Udara di antara kami terasa berat oleh hasrat, dan satu pertanyaan terus terngiang di kepalaku—apakah aku sedang berada di bawah semacam mantra? Kedekatannya membuat segalanya terasa semakin intens, seperti ada gaya magnet yang membuatku meragukan batas antara kenyataan dan ilusi.
YOU ARE READING
KETERLAMBATAN | Catnipz
FanfictionMinji, seorang perawat berdedikasi di sebuah rumah sakit bergengsi di Korea, menjalani jadwal padat, bekerja tekun dari pukul 9 pagi hingga 5 sore. Suaminya, seorang editor video di perusahaan ternama Hybe Entertainment, sama sibuknya dengan pekerja...
