5:1 Hidup dalam Bayang-bayang
Ruangan hanya dipenuhi suara gesekan sendok garpu dengan piring dan sesekali suara orang berdeham.
Aku menghela napas pelan, mencuri pandang ke arah Jung-woo untuk kedua kalinya. Benarkah ini cara kami memilih menghabiskan waktu berharga bersama? Tepat saat itu, dia memecah keheningan.
Suaranya membelah suasana tenang yang monoton.
“Minji, kita perlu bicara,” ujarnya, ekspresinya serius. Sebuah simpul terasa mengencang di perutku saat aku bersiap menghadapi pembicaraan yang akan datang.
“Apa yang ada di pikiranmu?” tanyaku, memperhatikan dia meletakkan sendok garpunya sambil menghela napas. Dia menatapku dan berkata,
“Aku akan dapat promosi.”
Aku langsung merasa senang, mulai berkata, “Itu—” tapi terhenti saat menangkap raut wajahnya yang berat.
“Itu bukan kabar baik?” tanyaku. Dia menggeleng.
“Bagus sekali, tapi itu berarti aku akan punya lebih sedikit waktu untuk kita,” jelasnya. Aku mengangguk, mencoba mencerna kata-katanya. Anehnya, aku justru merasa sedikit lega.
“Promosinya jadi apa?” tanyaku lagi, mencoba memahami situasinya. Jung-woo ragu sejenak sebelum menjawab,
“Jadi manajer regional. Tanggung jawabnya jauh lebih besar, dan aku bakal sering bepergian.”
Antusiasme awalku mulai pudar saat kenyataan mulai terasa. Aku mengangguk, paham bahwa setiap kenaikan jabatan pasti ada konsekuensinya.
“Tapi, Minji,” lanjutnya, matanya mencari tatapanku, “aku nggak mau ini memengaruhi kita. Aku tahu artinya kita akan lebih jarang bertemu, tapi ini kesempatan yang nggak bisa aku lepas.”
Ketulusannya membuat hatiku tersentuh, dan aku memberi senyum kecil.
“Aku mengerti, Jung-woo. Kariermu itu penting, dan aku nggak mau kamu menahan diri.”
Dia meraih tanganku di seberang meja.
“Aku hargai pengertianmu. Kita akan tetap bisa melewati ini, kan?”
Aku membalas genggamannya, bertekad mendukungnya di babak baru kariernya.
Bunyi piring terdengar pelan saat dia menaruhnya di bak cuci piring. Saat berbalik dan melihatku bersandar di meja dapur, dia berkata,
“Aku harus pergi besok pagi. Waktu kamu bangun, aku sudah berangkat.”
Aku mendengarkan dengan saksama. Dia melanjutkan,
“Aku nggak tahu kapan aku akan pulang, kapan bisa ketemu kamu lagi.”
Aku menghela napas pelan. Dia mendekat, mengurungku di antara kedua tangannya yang bertumpu di meja.
“Gimana kalau kita manfaatkan malam ini sebaik-baiknya?” ujarnya, matanya memberi isyarat yang kami berdua pahami.
Dia mendekat, matanya memancarkan rindu bercampur sayang. “Ayo kita nikmati malam ini,” katanya, menyiratkan ajakan untuk lebih intim. Tapi saat dia mengutarakan secara halus ajakan untuk bercinta, aku ragu, dan dengan canggung mengalihkan pembicaraan.
Suasana sempat tegang saat kami mencoba menyeimbangkan keinginan untuk dekat dengan kenyataan bahwa dia akan segera pergi.
Aku memaksakan senyum kecil, dengan campuran emosi di wajahku.
“Jung-woo, aku mengerti maksudmu, tapi…” ucapku, mencari kata yang tepat.
“Aku mau momen terakhir kita ini berkesan, tapi aku nggak yakin ini caranya.”
Dia menatapku, dan aku melihat pengertian di matanya.
“Kamu benar,” katanya, tersenyum lembut menggantikan ajakan sebelumnya.
“Ayo kita manfaatkan malam ini dengan cara yang terasa tepat buat kita berdua.”
Tapi rasa bersalah tetap mengganjal di hati. Dalam situasi normal, aku nggak akan menolak kesempatan untuk dekat dengan suamiku—laki-laki tampan, baik, dan pengertian—apalagi di tengah waktu yang terbatas ini. Tapi ada sesuatu yang menahanku. Dan sesuatu itu adalah Haerin.
Dia mencium pipiku lalu kembali mencuci piring. Aku menyelinap pergi, bersiap untuk tidur. Sambil mengusap wajah frustasi, aku berjuang menerima kenyataan bahwa aku sudah intim dengan Haerin. Dia mengambil keperawananku, dan perasaan tak nyaman itu mengatakan kalau dia akan melakukannya lagi—dan entah kenapa, aku akan membiarkannya.
YOU ARE READING
KETERLAMBATAN | Catnipz
FanfictionMinji, seorang perawat berdedikasi di sebuah rumah sakit bergengsi di Korea, menjalani jadwal padat, bekerja tekun dari pukul 9 pagi hingga 5 sore. Suaminya, seorang editor video di perusahaan ternama Hybe Entertainment, sama sibuknya dengan pekerja...
