Brother Konflik 065

772 66 24
                                        

Seusai makan bersama, Antarez memutuskan untuk berpamitan pulang, awalnya Antariksa menawarkan untuk mengantarkan dia pulang namun ditolak. Antarez mengatakan jika taksi yang dia pesan sudah menunggu di depan rumah, ia sudah dibantu banyak dan tidak mau merepotkan, lagipula hari ini dirinya sudah cukup bersenang-senang.

Antariksa melambaikan tangan di depan pintu masuk bersama Nyonya Mawar di sampingnya, sambil mengucapkan "Hati-hati ya!" yang ditujukan kepada Antarez sebelum cowok itu masuk ke dalam mobil dan melaju pergi.

Ia tersenyum kecil ketika menyaksikan kendaraan tersebut yang semakin lama semakin menjauh, Antariksa senang bisa menghabiskan waktunya bersama Reynan, ia tak menyangka bisa secepat ini menjalin pertemanan dengan murid baru, ditambah lagi keluarga dia yang begitu welcome dengan keberadaan temannya itu.

Nyonya Mawar, yang sedari tadi ikut menemani Antariksa menepuk pundak putra bungsunya itu, lalu bertanya "Temen kamu anak mana emang?"

Antariksa berpikir sejenak sebelum merespon, "Mmm, katanya sih dia anak pindahan Bun, aku belum deket banget sama dia jadi belum sempet nanyain," balas Antariksa, jika diingat-ingat kembali dari percakapan mereka sebelum-sebelumnya.

"Owalah jadi masih belum best friend banget nih ceritanya, lain kali sering-sering ajak temen kamu ke sini, Bunda suka, baik soalnya anaknya, nggak banyak maunya," ujar Nyonya Mawar terlihat senang, "Oh ya, sama sakalian ajak Bams sama Hans, biar makin rame."

Mendengar kedua sosok anomali itu disebut seketika raut muka Antariksa berubah, "Jadi kebun binatang lama-lama rumah kita Bun," balas Antariksa sudah bisa membayangkan bagaimana kacaunya jika kedua cowok itu disatukan, ditambah Reynan yang polos huft sungguh kombinasi yang sempurna.

Nyonya Mawar tertawa ringan sembari mengikuti Antariksa kembali masuk ke dalam rumah. Sedangkan di sisi lain, Tuan Agral yang tanpa disadari juga tengah mengawasi mereka dari lantai dua, di kantor pribadinya. Pria berjas hitam itu mengintip dari gorden jendela yang sedikit terbuka, tatapannya dingin seperti biasa.

"Anak itu, entah kenapa aku merasakan ada sesuatu yang menarik darinya," gumam Tuan Agral memikirkan kembali soal teman Antariksa yang berhasil mencuri perhatiannya, seolah ada suatu hal yang membuat mereka terhubung, tapi dia masih belum bisa menemukan dengan jelas jawaban dibalik tanda tanya itu.

***

Motor sport hitam memasuki area markas, sebuah bangunan cukup mewah untuk sarang geng motor yang dimana pada tampilan desain luar sengaja diberi tanaman merambat, serta pepohonan tinggi untuk menyamarkan identitas lokasi tersebut. Sesosok laki-laki bertubuh jangkung, yang baru saja turun dari kendaraannya tersebut bersama jaket hitam DEATH VENOM, dan slayer motif tengkorak yang menyembunyikan wajahnya.

"Klein, lo udah dateng bre," sapa cowok dengan leher bertato, melompat turun dari tumpukan kotak kayu lalu berjalan menghampiri anak tersebut. Sebut saja dia Xion, anggota DEATH VENOM sekaligus ketua divisi lima. Xion, dikenal dengan sikapnya yang egois dan sensitif, ia tidak jarang mengajak anak buahnya sendiri untuk tawuran tanpa sepengatahuan dari Antarez, meskipun masalah sepele, karena dia selalu berdalih ini semua untuk harga diri DEATH VENOM.

Klein menurunkan slayer tengkorak dari wajahnya sebelum menjawab, "Iya, gue tadi ada urusan," balas Klein memutuskan duduk di sofa hitam panjang di tengah markas. Cowok itu bersantai dengan kedua kaki naik ke atas meja, dan kepalanya yang mendongak menatap langit-langit.

"Mana Antarez?" tanya Xion ikut duduk di sofa kosong depan Klein, bersama puluhan anggota DEATH VENOM di setiap sudut di dalam gedung yang membentuk beberapa kelompok. Klein menghela napas berat sebelum memandang cowok yang tengah duduk dengan posisi punggung membungkuk, terlihat menunggu jawaban dari dirinya.

"Bang Antarez ada di kota Byantara," balasnya dan mendapat tawa sinis dari Xion, seakan jawaban itu begitu menggelitik indra pendengarannya.

"Coba aja dia nggak terlalu mentingin keluarga, gue yakin nggak akan ada yang bisa menandingi kehebatan dia. Cinta cuman buat manusia lemah," sinis Xion menyandarkan punggung lebarnya itu sampai kaos putih yang dikenakannya membentuk jelas lekuk tubuh kekar miliknya, bersama kedua tangan terlentang di bagian atas sofa.

"Lo nggak bisa menilai sesuatu dari kacamata lo sendiri, Bang. Lagian Bang Antarez melakukan ini sebab ada alasan, bukan macam lo yang cut off keluarga tanpa kejelasan yang jelas," balas sindir Klein mendapat senyuman smirk dari Xion.

"Simpelnya, gue nggak suka hidup gue di setir orang lain." Jika dikatakan sama tapi perbedaannya juga cukup kontras, Xion memiliki latar belakang berkecukupan dan dikelilingi oleh orang-orang yang dapat dibilang mendukung potensi dia, terutama kedua orangtuanya, hanya saja Xion menganggap itu hal yang berbeda. Pergaulan bebas sempat merenggut sisi positif dari diri Xion, ditambah lagi kepribadiannya yang memang egois, menjadikannya menjadi seperti ini sekarang, dimana berpikir segala hal yang mencoba menasehati untuk kebaikan dirinya sebagai kritikan.

Salah seorang anggota menghadap mereka berdua, tatapannya tertuju kepada Xion. "Bang," panggilnya mendapat atensi dari keduanya, Xion menganggukkan kepala memberikan anak itu kesempatan untuk menyampaikan informasi. "Mereka terima tantangan dari kita," sampai nya mendapat seringai lebar dari Xion.

"Jadi mereka udah dapat surat tantangan dari kita?"

Cowok itu membalas mengangguk, "Iya Bang, botol Vodka kosong yang berisi surat tantangan sudah sampai di markas mereka, dan gue baru aja dapet kabar surat terima di lokasi yang kita minta dari anggota lain."

Brak!

Klein menggebrak meja terlihat marah, "Surat tantangan apa yang kalian maksud? Jangan bilang lo mau berulah lagi sesuka hati lo, Bang," emosi Klein menatap tajam kepada mereka berdua, dia mengerti betul bagaimana watak Xion, mengingat kembali beberapa peristiwa buruk DEATH VENOM akibat ulah cowok itu.

"Geng mana yang lo maksud?" tekan Klein seolah menusuk sepasang bola mata satu anggota DEATH VENOM itu, suaranya yang berat tanpa keramahan di dalamnya membuat dia bergidik ngeri. Keringat dingin mulai mengalir membasahi pelipis, bibirnya mengatup tanpa suara.

"Apa lo bisu? Atau memang mau gue buat bisu?" geram Klein merasa sangat gatal ingin melayangkan pukulan sekarang juga agar dia membuka suara, tapi tetap berusaha menahan emosinya.

"Geng LEOPARD," sahut Xion melangkah membelakangi tubuh anggotanya itu, menutupinya dari pandangan Klein. "Tawuran kita waktu itu belum selesai, gue benci sama sesuatu yang sudah dimulai tapi berakhir tanpa kejelasan, menang atau kalah. Gue mau memperbaiki harga diri geng kita, yang saat itu cuman mundur begitu saja dari LEOPARD seperti pecundang."

"Tch, bangsat! Lo nggak bisa seenaknya sendiri Bang, geng LEOPARD itu juga geng milik Bang Antarez, lo mau hancurin dua geng hah!" belungsang Klein mulai memuncak.

"Waktu itu kita terpaksa mundur karena perintah dari dia, itu bukan berarti pecundang, lo nggak bisa menilai segala sesuatu sesuai standar lo bajingan!" imbuhnya dan tidak mendapat respon apapun dari Xion.

Persetan menunggu jawaban dari anak itu, Klein segera mengambil handphonenya untuk menghubungi Antarez dan Zavian, namun perkataan dari Xion sekali lagi menghentikan aksinya, "Lo mau nelpon siapa? Semuanya sudah terlambat, sebagian geng kita sudah berangkat ke sana, lima belas menit lagi tawuran dimulai," seringai Xion puas.

****

Hai semuanya, aku mau nulis cerita genre Romance nih, biar ada cemilan kali aja tegang terus, bucin juga gapapa kan? wkwkw, ceritanya akan publish hari Senin depan, sementara aku Spil covernya dulu yaw

Hai semuanya, aku mau nulis cerita genre Romance nih, biar ada cemilan kali aja tegang terus, bucin juga gapapa kan? wkwkw, ceritanya akan publish hari Senin depan, sementara aku Spil covernya dulu yaw

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
BROTHER KONFLIK [S1&S2]Where stories live. Discover now