Chapter 17: Proximity

19.7K 2K 59
                                        


Setelah makan siang, Sera turun ke lobi sesuai instruksi dari Gie untuk menjemput seseorang yang akan bertemu dengannya di ruangan. Ia melangkah dengan cepat, mengenakan celana bahan dan blus putih, dengan ID card tergantung di leher. Begitu sampai, matanya langsung menangkap sosok perempuan dengan aura mencolok duduk di kafe yang berada di area lobi.

Perempuan itu memakai dress linen berpotongan klasik yang terlihat mahal, lengkap dengan tas tangan kecil warna nude dan kacamata hitam. Kulitnya terang dan terawat. Sera langsung mengenalinya: perempuan yang pernah ia lihat sebelumnya tepat di lobi kantor beberapa waktu lalu.

"Selamat siang, Kak Viviane. Saya Sera, dari tim Partnership Support Analyst Good Livin. Kakak sudah ditunggu oleh Pak Gie di lantai atas," ujar Sera dengan nada sopan dan profesional.

Viviane menurunkan kacamatanya sedikit, memperlihatkan matanya yang jernih dan menghias senyum tipis di bibirnya. "Halo. Makasih ya sudah jemput." Ia berdiri sambil menjabat tangan Sera, lalu mengikuti langkahnya menuju lift.

Di lantai atas, Sera mengetuk pintu ruang kerja Gie. Suara khas dari dalam mempersilakan masuk, dan Sera membuka pintu sambil memberi isyarat pada Viviane.

"Pak, tamunya sudah datang," ucapnya.

Viviane masuk dengan langkah pelan, pandangannya menyapu seisi ruangan Gie sejenak, sebelum duduk dengan anggun di kursi seberang meja. Ia menyampirkan tasnya dan melepaskan kacamatanya, lalu menatap Gie dengan senyum manis.

"Wow. Interior ruang kamu boleh juga ya... cozy."

"Thank you," jawab Gie singkat, sambil mengambil dokumen di meja. "Oke, baik, Vi. Jadi saya udah baca proposal kolaborasi kamu soal proyek café hybrid ini. Menarik banget."

Viviane mengangguk kecil, lalu memutar kepala ke arah Sera yang masih berdiri di sampingnya. Dengan senyum manis yang tak sepenuhnya polos, ia berkata, "Boleh gak kalau kita ngobrolnya berdua aja?"

Sera hampir menjawab, tapi Gie lebih dulu menengahi. "Sera stays. Dia support analyst di partnership, dan biasanya punya masukan yang tajam juga. It helps me assess the big picture."

Viviane sempat mengangkat alis, tapi segera menutupinya dengan senyum. "Oh. Oke."

"Duduk, Ser," kata Gie. Ia berdiri, lalu menarik kursi di samping mejanya untuknya. "Di sini."

Sera tersenyum kaku dan duduk, mencoba menenangkan degup jantungnya.

"Oke," kata Viviane sambil membetulkan posisi duduknya. "So basically, kayak yang udah aku singgung sebelumnya, aku lagi develop proyek Boutique Café + Lifestyle Space. Lokasinya antara di Jakarta Selatan atau BSD. Konsepnya tuh semacam café hybrid yang isinya gak cuma tempat ngopi, tapi juga mini butik, pop-up interior showroom, sama spot buat intimate events. Kayak soft-launching brand, trunk show, bahkan live music kecil gitu."

Gie mendengarkan sambil menandai beberapa poin di laptopnya. "Sounds promising. Target market kamu upscale segment?"

"Exactly. Young adults yang aware sama design and experience. Nah, aku butuh interiornya ditangani eksklusif, so that's why i come to Good Livin. Plus, for partnership execution, aku ngerasa kamu yang paling pas buat ngobrolin feasibility-nya."

Sera menunduk, mencatat beberapa poin. Sementara itu, Viviane beberapa kali menyentuh lengan Gie saat sedang menjelaskan. Gerakan halus yang terlihat disengaja. Tatapan matanya juga kerap melayang ke arah Gie lebih lama dari yang perlu.

Sera diam, meski gerakan jarinya sedikit menegang di atas pena.

Setelah diskusi berjalan sekitar tiga puluh menit, dan dokumen proposal dibuka bersama, suasana mulai sedikit mencair. Hingga akhirnya, Viviane mengangkat topik yang menggeser nada profesional mereka.

Out of Scope (Selesai)Where stories live. Discover now