"Turun!" Perintah Satrio pada Kalisa setelah motornya berhenti di halaman rumahnya. Tanpa menunggu Kalisa yang kesulitan membuka helmnya, Satrio berlalu masuk ke dalam rumahnya.
"Ih, Satrio tunggu!" Kalisa meletakkan helmnya begitu saja di atas motor, setelah dengan susah payah melepasnya. Dia berlari berusaha mengejar laki-laki itu. Tapi, batang hidung Satriopun sudah tak terlihat. Kalisa ingin menapaki tangga menuju kamar laki-laki itu, tapi urung saat sebuah suara memanggilnya lembut.
"Kalisa, kamu sudah datang sayang?" Kepala Fara--Ibu Satrio muncul dari dapur.
Tentu saja Kalisa langsung berjalan mendekat, dia tersenyum yang sangat manis. Senyum yang hanya dia tunjukkan pada orang-orang tertentu. "Iya, Bun." jawab Kalisa memeluk Fara dari belakang, wanita setengah baya itu terlihat sibuk berkutat dengan entah adonan apa. Fara terlihat dibantu salah seorang pembantunya Mbok Wiji--namanya.
"Bunda bikin apa?" tanya Kalisa melongok mengintip.
"Bunda bikin bolu panda," jawab Fara dengan jahilnya dia mengoleskan tepung di hidung mancung Kalisa.
"Ih, Bunda jahil!" Kalisa langsung melepaskan dekapannya. Langsung mengusap hidungnya, bibirnya mengerucut sebal.
Fara yang melihat itu tersenyum saja. Kalisa. Dia sudah menganggap gadis itu seperti putrinya sendiri, sejak kecil bahkan sejak dalam kandungan. Rumahnya dan rumah orang tua gadis itu yang bersebelahan membuat mereka memiliki ikatan kekeluargaan yang jauh lebih kuat. Apalagi saat ibu Kalisa dulu masih ada. Tapi, walaupun begitu tetap saja tak memutuskan kedekatan antara Fara dan Kalisa. Sebaliknya, Fara malah semakin menyayanginya, barangkali karena dia juga sudah berjanji pada Ririn--Ibu Kalisa, untuk menjaga putrinya itu.
"Maafin, Bunda, okay? Bunda cuman bercanda, kenapa kalau manyun gitu tambah cantik, ya?" ujar Fara menggoda, tahu dengan rayuannya dia akan mendapat senyum malu-malu Kalisa.
Benar saja, bibir Kalisa yang sebelumnya manyun berganti dengan senyuman malu. "Bunda apaan, sih! Akukan emang cantik, Bunda lupa?" dengan penuh percaya diri Kalisa berujar.
Fara semakin tersenyum lebar, tapi tetap mengangguk-angguk setuju. "Iya, iya." sahutnya seolah hanya untuk menyenangkan gadis itu. Padahal memang benar. Kalisa menuruni segala kecantikan yang dimiliki ibunya, Fara mengakuinya.
"Bunda, nggak percaya?" Kalisa yang melihat itu bertanya tak terima padahal tahu Fara masih menggodanya.
"Loh, bunda bilang iya." Fara menahan tawanya.
"Tapi, kaya ngeledek." ucap Kalisa.
Tawa Fara akhirnya pecah juga. Mbok Wiji yang juga ada di sana ikut tersenyum-senyum saja, melihat kedekatan dua orang yang sudah seperti ibu dan anak itu. "Ngeledek gimana? Ya, mbok aku jujurkan. Kalisa emang cantik, kan, ya, Mbok?" Fara beralih bertanya pada Mbok Wiji.
Mbok Wiji tentu saja langsung mengangguk setuju. "Iya, Non. Cantik sekali, kaya mbok." balasnya.
"Iihhhh, masa kaya Mbok? Keriputan dong!"
Tawa Fara dan Mbok Wiji meledak mendengar protesan itu. Mengusili Kalisa memang kegemaran mereka sejak dulu. Sejak kecil Kalisa sangat lucu saat kesal.
"Ekhem!"
Deheman seseorang mengalihkan fokus ketiga wanita itu. Di sana Satrio sudah dengan pakaian yang berbeda berdiri. Wajahnya terlihat datar.
"Satrio," ujar Fara lega ternyata putranya. "Kamu mau kemana?" tanyanya melihat penampilan lelaki itu yang sudah rapi.
Kalisa ikut menunggu jawaban pemuda itu, walaupun dia sudah tahu kemana pria itu akan pergi. Dia bersedekap kemudian.
YOU ARE READING
KALISA'S STORY
Teen FictionMereka lupa bahwa orang jahat lahir dari orang baik yang tersakiti. Setelah semua sakit yang Kalisa rasakan, kenapa dia yang terlihat sebagai penjahat? Ayahnya berkhianat hingga ibunya meninggal, membawa pulang pelakor dan anaknya kemudian, hidup b...
