"Belum tahu." Melani mengusap kepala putrinya penuh sayang. "Yang pasti kalau dia cowok, dia pasti seganteng Kakak Ilyas dan Kakak Tian dan kalau cewek pasti secantik Kakak Anin."

"Pasti adik lebih cantik dari Kak Anin. Soalnya Kak Anin hitam."

"Gak kok, Kak Anin putih dan cantik."

"Cokelat deh."

Melani terkekeh. "Makanya, kalau keluar pakai sunscreen yang Mama beli biar gak gosong kulitnya, Kak." Ujarnya, "Kak Ilyas sama Kak Tian juga. Dengar apa kata, Mama? Mama taruh di kamar Kak Anin loh."

"Iya, nanti kita pakai biar seputih Mama."

Melani tersenyum, lalu mencubit pipi putrinya gemas. "Jadi, Mama cantik ya?"

"Cantik banget." Kata Ilyas.

"Anin mau jadi kayak Mama."

"Tapi, Mama gak pinter dandan."

"Nanti kita nonton di youtube, Ma." Cetus Anin.

•••

Malam ini Gano dan ketiga anaknya menginap di rumah orang tua Melani. Dua anak tertuanya tidur bersama dua adiknya. Hanya Tian yang tidur bersamanya, balita itu baru sembuh dari demam dan cukup rewel.

Jam menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh kala pintu terbuka dan menampilkan sesosok Gano. Melani hanya menoleh sekilas, kemudian kembali fokus pada ponselnya.

"Udah malem, Yang." Tegur Gano yang tak dihiraukan olehnya. "Mel.."

"Aku tidur saat aku mau tidur." Jawab Melani ketus.

Terdengar suara helaan napas tapi perempuan itu tak peduli. "Aku gak tahu kalau kehamilan ini sangat mengubah kamu."

"Kenapa setiap sikapku selalu dikaitkan dengan kehamilan? Kenapa kamu gak berpikir bahwa inilah aku yang sebenarnya? Aku yang gak menahan setiap ucapan maupun sikapku?"

"Aku kenal kamu."

"Gak, kamu gak kenal aku." Melani meletakkan ponselnya dan mengubah posisi berbaring menghadap suaminya. "Kamu cuma tahu kalau kamu punya istri yang sabar dan gak bisa dikasarin kan?"

"Gak, Mel. Aku tahu-"

"Tahu apa?" Tanya Melani pelan. Ia takut membangunkan putranya. "Kamu tahu apa yang aku rasain selama ini? Kamu tahu, Gano?"

"Aku minta maaf."

"Buat apa?"

"Buat segalanya. Atas sikap ke-sok tahuan aku dan sikap kekanakan aku."

Melani terkekeh sinis. "Sayang sekali. Aku gak bisa memaafkan kamu semudah itu."

"Melani, aku minta maaf. Kalau memang aku banyak salah, bilang biar aku bisa memperbaiki diri."

"Gak ada yang perlu diperbaiki. Semuanya itu tindakan yang mengikuti insting. Aku cuma menyerah sama kamu."

"Apa lagi, Mel?" Tanya Gano kesal. Ia bahkan sampai bangkit dari berbaringnya dan duduk menghadap sang istri. "Masalahnya di siapa? Di mana? Anak-anak? Kamu masih menyuruh aku memilih? Lalu, buat apa perhatian kamu ke anak-anak saat ini?"

"Ini bukan soal anak-anak. Sejak awal, aku gak berniat menyuruh kamu memilih. Aku cuma nge-tes kamu dan jawaban kamu gak memuaskan aku."

"Kenapa? Karena aku gak memilih kamu?"

"Kamu gak pernah mengerti, Gano. Aku lelah menghadapi sikap kamu yang gak pernah mau mengerti orang lain."

"Kenapa kamu ingin dimengerti sementara kamu gak pernah mengerti aku?" Seru Gano marah.

One Plus ThreeWhere stories live. Discover now