Part 3

3.3K 151 0
                                        

Empat bulan kemudian, pesta pernikahan sederhana digelar. Melani telah bertemu dengan mantan istri Gano, tapi ia tidak menyimpulkan sesuatu karena mereka tak saling berbicara karena Gano mengawasinya. Wanita itu hanya meminta tolong untuk menjaga ketiga anaknya.

Tak ada malam pertama. Gano tak memaksanya. Pria itu mempersilakan ketiga anaknya yang antusias ingin tidur bersama mereka selama berhari-hari. Bahkan ketika ketiganya dipaksa tidur di kamar masing-masing oleh sang nenek, mereka hanya tidur tanpa melakukan apapun. Tak ada sentuhan khusus. Tak ada ciuman, kecuali ciuman di keningnya setelah ijab kabul. Tak ada kalimat sayang, hanya ada dua orang yang tidur bersama dan kewajiban menyiapkan makan untuk suami, ketiga anak dan dua mertuanya.

Setelah satu bulan menikah, sore itu, Melani melihat suaminya yang menunjukkan gelagat tak biasa. Wajah pria itu pucat dan kelelahan tampak jelas pada raut tegas itu   yang membuat Melani tak tega dan ingin merawatnya.

"Sini aku kerokin." Ujar Melani menawarkan diri yang diperbolehkan oleh Gano.

Pria itu hanya diam memperhatikan gadis yang menjabat sebagai istri barunya itu sibuk mencari sesuatu dari tas kecil miliknya. Kemudian saat Melani mendekat dengan sebotol minyak urut, ia memejamkan mata menikmati sensasi saat sebuah logam menyentuh kulitnya. Sesekali ia akan meringis dan menegur istri mudanya itu kala logam itu menggores terlalu kasar.

"Pelan." Rintih Gano.

"Ih, kalo pelan artinya gak ngerok, tapi aku elus." Gerutu Melani.

"Dipelanin sedikit."

"Iya-iya."

Gadis itu merawat suaminya dengan telaten hingga ketiga anaknya memanggil dan membuat Gano terabaikan. Pria yang sudah tidak lagi duda itu menghela napas. Demi anak-anaknya, ingatnya lagi.

Pernikahan Gano dan Melani telah menyentuh bulan ketiga. Hari itu tanpa sepengetahuan Gano, mantan istrinya datang dan berniat membawa ketiga anaknya menginap di rumahnya. Sebagai pengganti sang suami, Melani menyetujui gagasan itu. Ia mempersiapkan ketiganya dan sedikit membujuk putrinya untuk mendengarkan kata sang Ibu.

Melani tahu jika hati Aninda, putri sulungnya itu telah terluka tapi tidak baik rasanya jika ia memperburuk hubungan Ibu dan anak itu. Lagipula, ia yakin jika mantan istri Gano telah berubah dan menyesal.

"Mama yakin Papa gak marah?" Tanya Aninda memastikan.

"Gak akan." Melani tersenyum. "Kakak tenang aja ya."

"Tapi, Anin takut, Ma." gadis kecil itu meraih jemari ibunya untuk digenggam.

"Mama Dea sayang sama Anin, jadi dia gak mungkin nyakitin Anin lagi ya."

Aninda menggeleng. "Mama ikut aja ya."

Melani memutar otaknya, ia tak bisa terus-menerus membuat ketiga anak itu takut terhadap ibu kandungnya. "Anin, ini hp Mama." ia mengambil sebuah ponsel lama miliknya dari dalam lemari dan menyerahkannya pada putrinya. "Kalau terjadi sesuatu sama kalian, entah itu kalian gak suka makanannya atau kalian dimarahin di sana, cepat langsung telpon Mama ya."

"Ma, nanti Papa-"

"Anin paham kan cara gunain ini?"

Aninda mengangguk.

"Gak usah takut ya, Sayang. Bagaimanapun Anin dan adik-adik pernah tinggal di perut Mama Dea."

"Besok langsung suruh Papa jemput ya, Ma." Kata Anin membujuk sang Ibu.

"Iya."

•••

Ketika kedua mertuanya pulang, Melani menjelaskan bahwa ketiga anaknya dibawa sang Ibu. Awalnya, ayah mertuanya keberatan tapi Melani memberi pengertian. Sementara Ibu mertuanya hanya memintanya untuk berhati-hati dengan kemarahan Gano. Ia tahu bahwa apa yang diperbuatnya ini lancang, tapi dia lelah jika terus didesak dengan kehadiran mantan istri suaminya itu.

Benar saja, pria itu pulang dan heran ketika tidak menemukan keberadaan ketiga anaknya. Ia bertanya pada Ayah dan Ibunya yang malah memintanya untuk bertanya pada Melani. Saat bertanya, jawaban Melani membuatnya geram.

"Siapa kamu hingga berani-beraninya membiarkan anak-anakku pergi bersama wanita itu?!" Seru Gano marah.

"Dia Ibunya. Dia berhak atas anak-anaknya." Balas Melani marah.

"Seorang Ibu gak akan pernah melukai anaknya bahkan sampai mengusir anaknya sendiri!" Bentak Gano. "Kamu gak tahu apa yang terjadi pada Anin tapi kamu bertingkah seolah kamu tahu segalanya. Tugas kamu adalah menjaga mereka bukannya menyerahkan mereka."

"Tapi, aku juga Ibu mereka sekarang."

"Sadar, Melani." Gano menunjuk-nunjuk bahu gadis di depannya dengan keras. "Kamu mungkin menikah denganku tapi kamu tidak pernah menjadi bagian di sini. Tugas kamu hanya menjaga mereka tanpa perlu ikut campur urusanku."

Gano kejam! Perkataan lelaki itu membuat Melani sakit hati. Ia melangkah mundur sembari menatap suaminya nyalang. "Sekarang aku sangsi dengan cerita Ibumu. Sepertinya aku lebih percaya dengan berita kalau kamu suka kdrt, kamu main kasar, kamu-" Melani menyentuh pipinya yang terasa nyeri. Ia memejamkan mata dan terduduk di pinggir ranjang. Kalimatnya benar.

"Kamu harus tahu posisi kamu, Melani. Mereka adalah anak kandungku bukan anak kandungmu. Aku yang lebih mengerti mereka bukan kamu." Usai mengatakan itu, Gano keluar dari kamar dengan membanting pintu. Kemudian, terdengar suara motor menjauh dari rumah.

Sementara Melani, gadis itu langsung mengunci pintu kamar dan menangis sejadi-jadinya. Dia membenci Gano. Dia juga membenci takdir yang membuatnya terlibat dengan pria biadab itu. Seharusnya sejak awal, dia menulikan telinga dan membutakan pandangannya.

||||||||||

Aww... Awww....

Lanjut gak nih? Jangan lupa vote+comment yaaa~~

Pasutri baru berantem dulu ya sebelum uwu uwuuan🙏

One Plus ThreeOnde histórias criam vida. Descubra agora