The Red String 5

619 30 8
                                        

Yang Hilang Akan Kembali Pulang

***

"Paman Hajar,"

Pakde Ansori mengangguk.

Hajar adalah putra yang hilang. Dia menghilangkan diri dari keluarga, pergi dan tidak pulang. Entah kemana rimbanya, entah bagaimana kabar nya.

"Kapan tepatnya Paman Hajar pulang?"

Pulang adalah kata yang cocok untuk merujuk kan kembali nya Hajar. Seberapa jauh pun pria itu menghilang, pulang akan menjadi jawaban. Seberapa lama pun pria itu pria itu menghilang, darah akan tetap selalu kental. Pria itu masihlah putra dari keluarga inti, meski dikata dia sudah dibuang dan dikucilkan, pria itu tetap akan pulang kesini.

"Selasa nanti,"

Ini hari minggu, tinggal sehari lagi berarti.

"Pakde niat nya ngajak kamu, bagaimana? Bisa?" kalau mengajak yang lain terlalu berisiko, Raden Arjuna adalah orang yang paling tepat sebagai penjemput si putra yang akhirnya kembali pulang itu.

"Bisa Pakde,"

Kembali nya Hajar adalah sebagai wali yang akan menikahkan Ayana. Ayah Ayana sudah lama tiada bertahun-tahun lalu bersamaan dengan Ayah Raden Arjuna, dua kepala keluarga itu meninggal dalam suatu kecelakaan na'as. Meninggalkan lubang yang begitu menganga, meninggalkan kepahitan dan duka. Mereka meninggalkan tempat nya, dan tanggung jawab besar nya. Tidak ada yang berani mengambilkan alih kepemimpinan mereka, saking besar tanggung jawab nya, dan Raden Arjuna adalah yang sanggup menanggung nya.

Namun menikahi Ayana bukanlah hak nya. Yang berhak adalah Paman Hajar seorang. Untuk itulah pria itu kembali pulang.

"Terus respon Nenek bagaimana?"

Pakde Ansori menggeleng, "Melengos. Setiap ditanya jawaban nya masam terus. Katanya, bodoh amat, mau anak itu pulang atau tidak bukan urusan ku, begitu." Pakde Ansori meniru gaya bicara Nenek. Reaksi yang sebenarnya sudah mereka duga.

"Tapi tidak komplain atau menolak secara berlebihan kan?" ini yang perlu ditegaskan, kalau Nenek mengamuk seperti dulu lagi kan bahaya bagi mereka semua juga bagi kesehatan Nenek sendiri.

Pakde Ansori menggeleng lagi, "Ibu, tetap lah Ibu. Semarah-marah nya dia, tetap mengharap putranya pulang dan menerimanya,"

"Reaksi nenek sudah kita duga sebenar nya, semoga nanti tidak terlalu panas saat Paman Hajar sudah disini,"

"Kepergian Paman mu yang terlalu lama itu sudah memupuk gengsi Nenek mu jadi bukit, kalau Hajar mau memangkas kemarahan Nenek mu dia harus tinggal disini,"

Pakde Ansori mengingat masa-masa perempuan tua itu menangisi anak-anak nya yang sudah tiada dengan diam-diam, menyendiri dan menyepi. Putra-putra nya yang pergi meninggalkan rumah, keluarga, istri dan anak mereka. Punggung tua yang menjadi suri tauladan bagi generasi mereka itu membungkuk dengan sedu tangis selirih angin dimusim panas.

"Sakit hati nya terlalu dalam, itu yang Pakde khawatirkan. Bagaimana nanti kalau mereka bertemu? takut penyakit Nenek mu kambuh, darah tinggi nya iti loh. Saat terakhir bertatap muka dengan Hajar adalah ketika Ayah mu dan ayah Ayana disemayamkan,"

"Waktu itu pun dia tetap di dendami, segala amarah dan duka Nenek mu dicercakan kepada Hajar, luar biasa sekali amarah nya waktu itu. Pakde khawatir pula dengan Paman mu, dengan semua orang tepatnya,"

Itulah yang membuat Pakde Ansori merasa kusut, memang bagi nya kepulangan Hajar merupakan suatu kebahagiaan dan kabar baik. Namun tidak munafik pula kalau kepulangan Hajar seperti mendatangkan kembali luka lama akibat kepergian pria itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 13 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Red StringWhere stories live. Discover now