Laras Ayu
***
"Laras Ayu memang se-ayu itu ya?" Mereka memperhatikan seorang perempuan yang mengenakan kebaya sederhana bewarna biru muda. Berlalu lalang dengan gesit membantu para pekerja yang lain, padahal itu jelas bukan tugasnya, kebajikan nya memang sudah terkenal tidak perlu diragukan lagi.
"Iya, wajahnya se-adem embun pagi." Balas Yudha dengan wajah mesem-mesem.
Wira membuang muka dengan ekspresi muak, "Mulai, mulai." Sungut nya jengah.
"Kalau bangun pagi terus ngelihat wajah Laras Ayu pasti langsung damai." Rupanya Jagat masih belum selesai dengan imajinasinya.
"Yakin damai? Tidak ngaceng pagi-pagi?" Lalu Galang datang merusak suasana.
"Apaan kamu ini, mbok mulutnya dijaga. Di dengar eyang kakung, di gincuin cabai mulut mu nanti."
"Terus kalian? Ngehaluin perempuan orang terus dari tadi. Tidak malu?" Balas Galang tidak mau kalah.
"Kok perempuan orang? Ku lihat jarinya masih mulus, belum ada cincin nya."
"Iya, masih bebas dia. Masih bisa digapai." Yudha dan Jagat saling bahu membahu melawan Galang yang suka mencari ribut.
"Ck, Abang-abang ini gimana sih. Makanya sering ngikut gosip bareng Kinan, up to date. Bahkan rahasia para tetua pun bocor di circle mereka." Ujar Galang hiperbola.
"Ah, yang betul? Hoax mungkin, kalau bukan Pa'de sama Bu'de yang jadi pelantara kurang percaya aku."
"Wuih, bener. Sudah di spal-spil tipis sama Bu'de Um. Sini, sini merapat, aku kasih kalian headline gosip nya." Galang merapat pada para sepupunya, mereka berkumpul dengan posisi berdiri dan saling merangkul, membentuk lingkaran dengan kepala yang nyaris saling bersentuhan.
Terlihat sangat konyol.
Orang mungkin akan tertawa kalau tidak ingat bahwa nama mereka harus disebut dengan hormat.
Setelah formasi mereka terbentuk, Galang melirik sekitarnya memastikan tidak ada menguping, namun setelah itu Galang tidak juga angkat bicara.
"Cepat lah. Lama sekali opening nya." Wira menyundul kepala Galang dengan kesal.
"Sebentar."
Mereka terdiam lagi dalam posisi itu, menunggu Galang membuka mulut.
"Open your mouth, ha ha ha." Kesal, Yudha bernyanyi. Menyuarakan kalimat ha-ha-ha itu di depan wajah Galang.
"Sabar lah," Galang menabok Yudha agar berhenti bernyanyi "Suasananya harus tegang dulu, baru mak jreng!"
"Kita belum makan ini!" Jagat menggerutu, kenapa juga mereka harus mengikuti sepupu bahlul seperti Galang ini, kerjanya dia hanya mengerjai mereka semua.
"Jadi..." Jeda sebentar, "Laras Ayu, anak nya mendiang Pa'de Rahmat, putrinya Bu'de Ningsih.." Jeda lagi.
Plak!
Suara tamparan terdengar. Wira yang kesabaran setipis dompet kering di akhir bulan, menampar pantat Galang. "Mau aku lempar ke gorong-gorong." Rangkulannya berubah mencekik leher Galang.
"Ampun, ampun Bang Wir." Ingin melarikan diri tapi Yudha menahan nya.
"Cepat bilang! Konyol sekali rasanya aku nungguin berita hoax mu itu."
"Yaudah skip aja Bang. Kalau gak like jangan dilihat, didengar dan diraba." Galang adalah perwujudan gen Z yang semprul nya bikin sakit kepala.
"Galang Putra, bisa di spill sekarang juga. Nanti abang kasih uang jajan untuk top up FF." Jagat membujuk, berhubung dia yang paling dewasa disana dia harus melakukan tindakan persuasif pada bocah mudah tantrum seperti Galang ini.
YOU ARE READING
The Red String
ChickLitRed String connects people who are destined to be together. Tapi bagaimana kalau benang merah itu membelit banyak pihak? Baca prolog!
