Pagi itu, matahari belum terlalu tinggi.
Udara dingin masih menyelimuti halaman depan rumah kakek-nenek Jayden. Embun di rerumputan belum sepenuhnya kering. Di tengah halaman, enam cucu berdiri berjejer, Ryuvi, Gavi, Safa, Kazeya, Haku, dan Jayden. Semua dalam kondisi masih setengah sadar, mata setengah terbuka, bahkan ada yang masih pakai piyama.
Jayden berdiri di paling ujung.
Tubuhnya masih terasa lemas dan panas dari semalam, tapi dia tetap berdiri tegak, walau matanya mengantuk dan berkeringat dingin.
"Kenapa sih disuruh berdiri gini?" bisik Haku di sebelahnya. "Mau upacara bendera?"
Jayden gak jawab..Gavi, yang di sebelah Safa, masih ileran dan bengong. Matanya kosong, berdiri sambil sesekali goyang ke kiri-kanan.
Tiba-tiba...
Pintu rumah terbuka.
Nenem keluar. Tangannya membawa gentong tua dari tanah liat dan satu mangkuk kecil berlapis emas yang memantulkan cahaya matahari pagi.
Di belakangnya, para orang tua—Mama Jayden (Kasuha), Papa Jayden (Jeffrey), Tante Kajeha, Om Fredrinn. Tante Azuka, Om Wilson, Tante Asuna, dan Om Tenji—semua berdiri dalam barisan cemas. Kakek tampak di belakang, menggenggam sesuatu seperti manik-manik kayu dan melantunkan bacaan pelan.
"Anak-anak, tenang saja." Suara Nenek tenang namun berat.
''Apa pun yang terjadi nanti, jangan panik. Kalau air dalam mangkuk ini berubah warna setelah dipukul tiga kali... itu hanya pertanda. Bukan sesuatu yang akan menyakiti kalian."
Safa langsung bisik ke Kazeya. "Air warna-warni? Kaya ramalan cuaca apa sih..."
Kazeya hanya ngedengus. Tapi mama mereka, Asuna, menatap mereka tajam tanda jangan macam-macam.
Ritual pun dimulai.
Nenek duduk bersila, menaruh mangkuk emas itu di atas tatakan kayu. Ia menuang air bening dari gentong tanah liat ke dalam mangkuk. Lalu dengan sebuah pemukul kecil dari logam, ia mengetuk mangkuk itu tiga kali.
'Ting—Ting—Ting'
Air tetap bening.
"Ryuvi, kamu aman." Ryuvi melangkah mundur. Gak ngerti tapi tetap menurut.
Begitu juga dengan Gavi, Safa, dan Kazeya. Air tetap bening. Mereka saling lirik-lirikan tapi lega.
Lalu giliran Haku.
Air dituangkan.
Tiga ketukan, 'TING—TING—TING'.
Tiba-tiba... air berubah warna.
Kuning pekat, seperti cairan keruh.
"Eh?!" Haku kaget, langkahnya mundur setengah. Tapi Nenek langsung berdiri dan menahan bahunya.
"Jangan bersuara," bisiknya tajam.
Nenek memejamkan mata, menarik napas panjang.
Orang-orang dewasa mulai berbisik panik. Azuka, mama Haku, langsung ingin mendekat tapi ditahan sama Wilson.
Nenek membuang air itu jauh ke belakang, ke semak-semak. Lalu mengisi ulang mangkuk dengan air baru.
Kini giliran Jayden.
Jayden maju selangkah. Mata setengah tertutup. Nafasnya masih berat.
Sebelum mangkuk dipukul— Air bening dalam mangkuk itu.. langsung berubah.
HITAM PEKAT.
Tanpa disentuh, tanpa digetarkan.
Semua membeku. Jayden hanya berdiri. Menatap air itu kosong. Matanya mulai melebar, seperti merasa deja vu.
ESTÁS LEYENDO
Empty Watcher | Jaemren √
Misterio / SuspensoSaat liburan musim panas, Jayden-remaja 18 tahun-menginap di rumah nenek dan kakeknya yang dikelilingi ladang luas dan sunyi. Namun, dari jendela kamarnya, ia mulai memperhatikan sesuatu yang aneh: seorang lelaki muda berdiri diam di depan rumah kos...
