Liburan musim panas akhirnya datang juga. Setelah melewati minggu-minggu penuh ujian kelulusan yang bikin kepala hampir meledak, Jayden berharap bisa sedikit bernapas lega. Tidur siang, maraton film, atau.. kalau beruntung, liburan ke luar negeri?
Sayangnya, harapan itu seperti biasa cuma jadi mimpi.
"Jay, nanti kita berangkat jam delapan pagi ya," suara Mama menggema dari dapur sambil membolak-balik koper yang sudah penuh dengan baju.
Jayden yang sedang rebahan di sofa cuma mendesah pelan.
"Jangan-jangan ke tempat obachan sama ojichan lagi…"
Dan benar saja.
"Papa udah booking kereta ke Surabaya. Kita nginep di rumah obachan sama ojichan dua minggu, siapa tahu kamu bisa main sama sepupu-sepupumu," ucap Papa sambil tersenyum lebar seolah itu adalah kabar paling menyenangkan sejagat raya.
Jayden duduk tegak. "Serius? Lagi-lagi ke Surabaya? Liburan musim panas, loh. Masa ke rumah nenek lagi?"
Papa hanya mengangkat bahu santai. "Kamu tahu sendiri, liburan keluarga kita itu sederhana. Yang penting kebersamaan, bukan destinasi."
Jayden memutar bola matanya.
Keluarga ini punya uang. Rumah mereka gede, mobil lebih dari satu, dan Papa kerja di perusahaan internasional. Tapi entah kenapa setiap liburan pasti ke rumah kakek-nenek. Nggak pernah ada kata "Jepang", "Eropa", apalagi "Bali" di dalam rencana liburan mereka.
"Kebersamaan," kata mereka.
"Kebosanan." pikir Jayden.
"Udah, bawa baju secukupnya. Mama udah siapin semuanya," kata Mama lagi, masukin sandal ke tas jinjing dengan semangat.
Jayden menatap koper besarnya, lalu menghela napas panjang. Liburan musim panas ini... bakal panjang banget rasanya.
Atau justru.. akan jadi liburan paling aneh yang pernah dia alami?
Jayden menatap kosong isi lemari yang terbuka lebar. Baju-baju yang biasa dia lipat dengan rapi sekarang cuma dilempar begitu saja ke atas kasur. Celana pendek, kaus, hoodie—asal masuk aja. Packing kali ini nggak butuh logika, karena dari hatinya pun udah ogah.
"Tiap tahun, tiap liburan... selalu rumah Obachan sama Ojichan. Kayak nggak ada tempat lain di dunia ini."
Jayden mendengus kesal sambil nendang koper pelan.
"Jayden! Udah packing belum?" suara Mama nya terdengar dari lantai bawah.
"Udah!!" jawab Jayden setengah teriak, walau kenyataannya dia baru masukin tiga baju ke koper.
Beberapa detik kemudian, Mama muncul di ambang pintu dengan tangan bersedekap. "Udah? Mana? Itu aja yang kamu bawa? Jangan sampai Mama yang turun tangan, loh."
Jayden nyengir malas. "Ya kan cuma ke rumah Nenek, Ma. Bosen tau. Nggak ada apa-apa di sana. Sinyal susah, TV-nya masih tabung, dan bau obat nyamuk di mana-mana...''
Mama nya mempersempit matanya. "Kalau kamu nggak cepet selesai packing, Mama batalin jajan kamu sebulan. Dan kamu bakal bantu bersih-bersih rumah Obachan sama Ojichan tiap pagi."
Ancaman itu langsung bekerja.
Jayden panik, buru-buru ambil celana dalam dan kaus tambahan. "Ya ampun, iya-iya! Jayden packing sekarang. Tenang aja, Ma!"
Mama nya hanya menggeleng sambil senyum tipis, lalu menutup pintu pelan.
"Liburan musim panas, katanya. Kenapa rasanya kayak hukuman penjara?"
Jayden memandang koper yang mulai penuh. Ia menarik napas panjang dan bergumam, "Semoga di sana nggak separah itu."
Tapi siapa sangka—liburan ini bukan cuma sekadar liburan... dan Jayden bakal segera menyadari bahwa Surabaya kali ini, menyimpan sesuatu yang berbeda.
YOU ARE READING
Empty Watcher | Jaemren √
Mystery / ThrillerSaat liburan musim panas, Jayden-remaja 18 tahun-menginap di rumah nenek dan kakeknya yang dikelilingi ladang luas dan sunyi. Namun, dari jendela kamarnya, ia mulai memperhatikan sesuatu yang aneh: seorang lelaki muda berdiri diam di depan rumah kos...
