"Tentu, silahkan. Apa Bapak perlu antar pakai mobil? Takut nya dijalan gerimis lagi."
Raden memikirkan itu sejenak, namun saat ingat kemungkinan macet rasanya lebih cepat menggunakan motor, terlebih nanti keluarga mereka sibuk dengan ini itu, takut tidak ada yang menjamu Pak Omar nanti. Jadi Raden rasa lebih tepat untuk mereka berdua saja yang pulang.
"Tidak perlu, Pak. Takut macet nanti kalau pakai mobil. Kalau pun hujan, saya bawa jas hujan Pak. Terimakasih tawarannya." Tolak Raden sopan.
Pak Omar mengangguk paham, "Silahkan bawa dan antar Laras Ayu pulang. Di Jaga ya, hati-hati berkendara nanti." Pak Omar sekali lagi menepuk bahu tegap Raden, dan mendorong nya menuju Laras Ayu.
"Ibu-ibu, Laras Ayu akan diantar Raden Arjuna pulang." Ujar Pak Omar kepada para guru wanita yang masih memeluki Laras Ayu.
Raden tersenyum sopan, sekarang dia makin bisa melihat kondisi Laras yang sangat memprihatinkan.
"Laras, ayo. Saya antar pulang." Raden berkata lebih lembut, membujuk Laras yang masih terlihat terpukul dan seperti tak ada daya hanya untuk berdiri.
Para guru membantu Laras berdiri, gadis remaja itu terlihat begitu lemah dan akan jatuh kapan saja.
Raden Arjuna mengulurkan tangannya, meraih sebelah tangan Laras yang terkulai lemah disisi tubuh nya.
"Saya izin pegang ya. Saya tuntun, takut kamu jatuh." Ujar Raden ketika mereka sudah keluar dari ruang guru.
Laras sendiri sedikit terkejut ketika Raden merangkul bahunya. Karena itu, adalah pertama kalinya mereka bersentuhan seperti itu.
"Ayo, hati-hati." Raden sungguhan menuntun Laras, mengamati lamat-lamat setiap langkah yang gadis itu pijaki ketika menuruni tangga. Raden tau akan sulit bagi mata itu untuk melihat jalan, karena sudah dipenuhi oleh air mata yang sudah membengkak. Dan akan sulit berhenti, sebab Raden tau seberapa besar cinta Laras Ayu pada Ayahnya. Seberapa besar bakti dan ke kaguman gadis itu pada Ayahnya. Dan seberapa pula besarnya duka lara yang akan gadis itu tanggung setelah ini, pun dengan tanggungjawab yang akan dia emban sebagai anak tertua.
"Saya bantu pakai kan," Raden mengelap dulu helm yang sedikit terkena sisa hujan, sebelum memakaikannya kepada Laras, Raden juga harus menunduk dulu agar tidak menyakiti dagu Laras ketika mengaitkan pengait helm. Laras sendiri masih menangis, isakannya pun tidak jua berhenti. Ingin Raden membantu Laras menghapus air matanya, namun dia takut terlalu lancang untuk itu.
"Ayo, naik pelan-pelan." Raden bantu memegangi lengan Laras untuk menaiki pijakan motor yang sudah diturunkan Raden sebelum nya, "Sudah?" Tanya Raden memastikan apakah Laras sudah duduk dengan posisi nyaman dan aman.
Laras yang duduk tertunduk hanya mengangguk pelan. Raden melajukan motornya dengan pelan, dari spion dia terus mengawasi Laras. Takut-takut gadis itu tiba-tiba tidak sadarkan diri dan terjatuh dari motornya.
"Cepat,"
"Ha? Kenapa?" Raden memastikan pendengarannya.
"Cepat, tolong lebih cepat." Pinta Laras mengiba. Dia sudah tidak sabar bertemu ayahanda nya.
Raden tidak membalas, namun mempercepat laju motornya. Tapi dari spion, Raden melihat tubuh ringkih Laras yang dibawanya melaju kencang, tertiup angin dan dikenai gerimis hujan yang kembali turun ditengah perjalanannya mereka. Raden menepikan motornya karena sudah tidak tahan. Ternyata membawa Laras dengan motor cukup bahaya. Ini juga pertama kalinya dia membonceng seorang gadis yang bukan adiknya. Disuruh cepat pula, bagi Raden yang selalu menaati peraturan lalu lintas jelas ini adalah sebuah pelanggaran berkendara, namun Raden paham kenapa peraturan itu akan dia langgar hari ini, sebab Laras Ayu membutuhkan Raden untuk cepat. Dia harus segera membawa pulang gadis itu kerumah nya.
YOU ARE READING
The Red String
ChickLitRed String connects people who are destined to be together. Tapi bagaimana kalau benang merah itu membelit banyak pihak? Baca prolog!
Red String Part 3
Start from the beginning
