PART 10 - Hospital

Start from the beginning
                                    

Alex mengangguk, lalu menyambar gorden dengan cepat, berharap Annie sudah bisa melihatnya.

Suster itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Alex. "Kekasihmu belum sadar, tuan. Sebaiknya anda mengurus administrasi dulu sekarang."

Alex menurut, berlalu meninggalkan Annie dan mengikuti suster itu.

**

"Aduh!"

Kepalanya terasa sakit. Annie berusaha untuk beranjak dari kasur ketika melihat Alex yang membenamkan kepalanya terlihat sangat lelah di pinggir kasur. Ia melihat lelaki yang menggenggam jemarinya itu terbangun tiba-tiba.

Alex langsung bersemangat. "Kau sudah sadar? Aku panggil dokter dulu ya."

Alex beranjak dari kursi, namun Annie menahannya.

"Biarkanlah, Alex. Aku baik-baik saja." Jawab Annie santai, lalu berusaha tersenyum menahan nyut-nyutan di kelapanya.

"Dokter harus segera mengobatimu. Aku tidak ingin terjadi apa-apa lagi, An."

"Aku akan baik-baik saja jika kau tetap di sini."

"Tapi, An..."

Cengkraman jemari Annie semakin kuat. "Tolong. Aku membutuhkanmu Alex. Aku mohon."

Alex menyerah. Raut wajahnya terlihat tidak tega memandang sosok gadis yang menurutnya terlihat rapuh dari siapapun saat ini.

Tiba-tiba terdengar suara tawa dari mulut Annie. Bisa-bisanya gadis ini langsung tertawa setelah pingsan setengah hari.

"Hahaha! Ekspresimu sangat lucu. Ternyata hatimu lembut juga, Alex."

Tawanya seketika menyinggung perasaan Alex. Ia langsung melepas genggaman tangan Annie dengan paksa dan kasar, membuat gadis itu makin meledeknya.

Annie melirik Alex, lalu tersenyum jahil. "Hei. Apa yang kau khawatirkan? Aku hanya pingsan. Cepat ambilkan obatku."

Alex memalingkan wajahnya. "Ambil saja sendiri."

"Tega sekali." Annie mengalihkan perhatiannya. Ia melihat perban melilit di kakinya. "Apa ini?"

"Kau tadi terluka. Terkena pecahan cangkir."

Annie sibuk ber-ah-oh ria. "Lalu, mengapa aku bisa di rumah sakit?"

"Menurutmu bagaimana?"

"Kau tidak mungkin membawaku ke sini. Setahuku kau sudah pulang." Jawab Annie cemberut.

"Aku membawamu ke sini. Aku mendengar pecahan cangkir, ternyata ketika aku kembali ke apartemenmu, kau sudah pingsan seperti orang mati dan aku menggendongmu ke sini."

Annie langsung menyilangkan kedua tangannya di dada. Jantungnya kembali berdebar, membayangkan bagaimana Alex bisa menggendongnya sepanjang perjalanan.

"Aku tidak tertarik pada gadis bertubuh papan sepertimu."

Lho? Mengapa aku berbicara seperti itu. Gumam Alex kesal.

Annie semakin cemberut dan beranjak dari tempat tidur, berniat mengambil obatnya sendiri.

"Sudah, tidurlah. Aku saja." Alex tersenyum lalu berjalan meninggalkannya mengambil obat.

Annie senyum-senyum sendiri, saat memastikan Alex pergi. Bisa gila aku kalau begini. Sepertinya aku harus pingsan terus.

Namun senyumnya tiba-tiba terhenti saat melihat seseorang melambaikan tangan padanya. Annie yakin itu adalah seorang lelaki. Ia mengenakan jaket hitam dan kacamata.

Annie memandang sekeliling, memastikan apakah orang itu salah melambai atau bagaimana. Tetapi ia salah, tidak ada siapapun di sampingnya.

Dadanya terasa sesak saat tangan laki itu mengeluarkan sesuatu. Annie melihat pisau di tangannya. Ia membuka helmnya perlahan. Lelaki itu mengenakan kacamata hitam. Bibirnya tersenyum, masih melambaikan pisau di tangannya.

Annie terpejam. Ia tidak kuat melihatnya. Namun saat ia membuka matanya kembali, lelaki itu menghilang. Jantungnya berdegup kencang. Napasnya memburu tidak teratur.

Ia meringkuh ke sudut kasur, menegakkan tubuhnya yang tegang. Napasnya semakin berat saat seseorang membuka gordennya dengan sangat kencang.

"Annie? Kau kenapa?"

**

Pelan-pelan dulu ya.
Mau lebaran nih bentar lagi.
Terpaksa author sableng ini hiatus dulu mungkin sampai beberapa minggu soalnya mau ospek juga.

Hope you enjoy
Jangan lupa vomment ya, biar semangat update.

Luvya{}

She's MineWhere stories live. Discover now