37. Bertemu Keluarga

206 21 1
                                        

Menikah itu bukan hanya perkara menyatukan dua orang yang saling mencintai, tapi juga perkara dua keluarga yang dipertemukan agar ikut berbahagia di dalamnya.

***


Irish sangat gugup. Beberapa kali dia menghela napas seraya meremas tisu dalam genggaman telapak tangannya yang basah. Untuk pertama kali, Hazel mengajaknya ke pernikahan sepupu pria itu yang di mana pastinya akan ada keluarga besar Hazel. Dia belum pernah bertemu dengan mereka semua, bahkan meski Hazel dan dirinya sudah lama menjalin kasih. Jadi, dia takut dengan reaksi yang akan keluarga Hazel berikan kepadanya.

"Kok, pacarmu nggak cantik?"

"Sekarang kerja di mana?"

"Apa yang membuat kamu menerima Hazel?"

"Dulu, kuliah di mana? Jurusan apa?"

"Keluarganya dari mana? Orang tuanya kerja apa?"

Dan masih banyak lagi dugaan pertanyaan yang akan mereka lempar untuk Irish. Hei, Hazel berasal dari keluarga kaya—Irish yakin seratus persen—yang mampu membeli apa pun dalam hentikan jari, sementara dirinya hanya terlahir dari keluarga sederhana yang mampu membeli kebutuhan pokok saja sudah bersyukur. Kalau ingin membeli kebutuhan tersier, setidaknya dia harus menabung terlebih dahulu. Bagaimana mungkin, keluarga Hazel akan menerimanya dengan tangan terbuka?

Kalaupun mereka akhirnya setuju, tetap saja Irish harus melalui beberapa macam pertanyaan yang mungkin agak menyudutkan dan menimbulkan ringisan.

Di tengah-tengah kemelut Irish, sebuah genggaman menghampiri tangannya, membuat Irish seketika menoleh. Sesaat, senyuman Hazel yang tampak indah berhasil mengalihkan pikiran Irish dari berbagai macam asumsi buruk.

"Santai, Rish. Jangan gugup. Aku ada di sini," ucap Hazel sembari mengelus punggung tangan Irish, bermaksud memberi ketenangan.

"Nggak bisa, Zel. Aku takut nanti ada salah bicara atau apa yang bikin mereka tersinggung." Tatapan Irish sempat mengarah ke bagian luar mobil, di pintu gedung yang digunakan sebagai tempat resepsi pernikahan. Di sana sudah ada beberapa orang yang sedang menyambut tamu, yang Irish yakini di antaranya adalah keluarga Hazel.

“Kenapa harus takut? Setiap manusia pernah lakuin kesalahan, Rish.” Tangan Hazel yang semula mengelus tangan Irish, terangkat untuk mengelus rambut Irish yang digelung sederhana. Perempuan itu sungguh cantik hari ini, walaupun hari lainnya juga tak kalah cantik. Namun, dengan baju yang sudah Hazel belikan tempo lalu dan riasan tipis, Irish membuat Hazel ingin segera membawanya ke pelaminan. Mungkin dia bisa meminjam tempat acara Alam agar bisa mengesahkan hubungan mereka.

“Aduh, aku harus bagaimana, Zel?” Irish belum cukup berani untuk unjuk diri. Selain menghadiri acara prenikahan sepupu Hazel, tujuan pria itu membawanya ikut serta adalah untuk mengenalkan Irish ke hadapan keluarga besar sebagai pasangan Hazel, sekaligus membicarakan mengenai keseriusan mereka melangkah ke jenjang yang lebih serius.

“Nggak mungkin kamu pulang begitu aja, kan, Rish? Kita udah ada di sini. Kalau bukan sekarang, aku nggak bisa mastiin kapan lagi kita dapat kesempatan ini.”

Sebenarnya, bukan hanya Irish saja yang gugup, Hazel pun merasakan hal yang sama. Dia penasaran dengan reaksi keluarganya melihat Irish. Bukan, bukan karena latar belakang Irish—keluarganya sama sekali tidak memikirkan itu, asalkan pribadinya baik—melainkan karena selama ini dia belum pernah mengenalkan perempuan manapun kepada mereka. Dan, tentunya saat dia berkata akan menikahi Irish, keluarganya pasti akan terkejut. Dia hanya berharap, setelah ini dia dan Irish tidak akan terpisahkan lagi.

Missing Variable (END)Where stories live. Discover now