Neiva mengangguk sambil mengelus bahu Irish. “Gue yakin nanti pasti lo dapat pekerjaan, kok. Tapi, Rish. Lo bilang kalau tas lo dicopet, kan?”
“Huum. Kenapa?” Irish mengambil tahu goreng beserta cabai lalu memakannya berbarengan.
“Terus lo pulang pake apa? Jalan kaki? Karena nggak mungkin, dong, lo pulang pake ojek atau semacamnya. Uang dari mana?”
Irish seketika tersedak! Pedasnya cabai membuat telinga dan hidungnya terasa panas. Dengan sigap, Neiva mengangsurkan air minum kepada Irish yang langsung diteguknya hingga habis.
“Kalau makan, tuh, pelan-pelan Rish.”
Justru pertanyaan kamu yang bikin aku jadi begini, Nei!
Irish belum cerita kalau Hazel yang mengantarkannya pulang. Sengaja, supaya Neiva tidak banyak bertanya yang berujung dengan berbagai macam nasihat dan bahasan mengenai masa lalu kelam Irish.
Bahkan, bukan tidak mungkin kalau berita tersebut akan sampai ke telinga Mauve yang tinggal di rumah sebelah. Jadi, daripada mengundang kehebohan, Irish sudah mewanti-wanti Hazel untuk memberhentikannya sedikit jauh dari rumah. Walaupun awalnya Hazel kurang setuju, tapi Irish berhasil membuat pria itu menurut.
“A-aku, masuk kamar dulu, Nei. Badanku rasanya lengket. Udah ngantuk juga. Bye, Nei! Sleep tight.” Buru-buru Irish bangkit dari duduknya lalu melesat ke kamar, mengabaikan teriakan Neiva yang menggema di penjuru ruangan.
“Irish, ini bekas tisunya nggak lo bersihin?”
***
Paginya, Irish sudah duduk bersila di sofa ruang tamu dengan setoples kacang berada di pangkuannya. Mata perempuan itu tertuju pada televisi, sementara tangannya sibuk memasukkan kacang ke dalam mulut. Dibandingkan semalam, hari ini Irish tampak lebih segar. Rambutnya pun masih basah—ternyata keramas di pagi hari berdampak pada mood-nya yang menjadi lebih baik.
Berhubung Irish sedang sendirian di rumah karena pagi-pagi sekali Neiva sudah pergi untuk mengurusi berkas perkara dan semacamnya, dia jadi lebih santai. Kalau Neiva ada di rumah, perempuan yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMA itu pasti akan mengomel saat melihat kamarnya yang masih berantakan. Iya, sifat mereka memang sangat berbanding terbalik. Maka tak heran kalau Irish menganggap Neiva sebagai ibu keduanya.
Ketika Irish sedang asyik dengan dunianya, pintu rumah tiba-tiba diketuk, membuat Irish menoleh. Alisnya berkerut samar. Rasa-rasanya, dia maupun Neiva sedang tak memesan apa pun melalui situs online. Mencoba mengabaikan—barangkali salah alamat—Irish kembali fokus pada tayangan Spongebob Squarepants di depannya.
Namun, ketukan kembali terdengar. Kali ini sedikit lebih keras. Irish seketika was-was. Dia meletakkan toples kacang di atas meja lalu bangkit. Dengan mengendap-endap—takut kalau misalnya di luar sana adalah penjahat—dia mendekati jendela dan membuka tirainya sedikit.
Betapa terkejutnya Irish saat mendapati Hazel sedang berdiri di depan pintu rumah. Irish refleks mengumpat pelan. Untuk apa pria itu ada di sini? Bukankah permasalahan mereka sudah selesai? Irish tak menyanggupi penawaran Hazel, dan dia juga tak mempunyai urusan utang-piutang, tapi kenapa Hazel seolah-olah tengah menerornya seperti arwah penasaran?
Tamat sudah riwayatnya kalau sampai Mauve tahu atau tiba-tiba Neiva pulang! Bisa-bisa dia diinterogasi seharian.
Cepat-cepat Irish membuka pintu lalu melotot galak. “Kamu ngapain ada di rumah aku?”
Hazel menaikkan sebelah alisnya. Bukannya menjawab, dia malah menatap Irish dari atas ke bawah, berulang kali, hingga membuat perempuan itu bersedekap dada.
YOU ARE READING
Missing Variable (END)
RomanceIrish sangat menentang kisah lama yang terulang kembali. Menjalin hubungan dengan mantan adalah salah satu hal yang harus dihindari, dan dia akan selalu melarikan diri dari manusia bernama mantan itu. Namun, siapa sangka. Gangguan dari pria yang pe...
4. Hello Mellow
Start from the beginning
