PROLOG

48.6K 1.3K 16
                                    

"Surprise!"

Mata Anni terlihat berbinar-binar menatap pemandangan yang sungguh istimewa di lantai atas apartemennya dan Kate malam itu. Sungguh, teman-temannya sangat membuat Annie terharu.

"Welcome back my dear Annie..." bisik Kate ke telinga Annie, membuat Annie tersenyum sangat bahagia.

Dave membantu Annie berjalan. Annie menghentikan langkahnya ketika Dave dengan manisnya melontarkan kata-kata yang sedikit membuatnya mual.

"Mengapa kau semakin cantik saat keluar dari rumah sakit?" Annie tidak dapat menahan tawa mendengar ucapan sahabatnya yang terdengar sedikit konyol di telinganya itu.

"Mana mungkin, Dave. Lihat ini!" Annie menunjukkan luka lebam di pipi kirinya. Lalu di tengkuknya. "Di sini juga. Kalau ingin membuatku tertawa, jangan berlebihan seperti itu."

Dave memukul manja bahu Annie. "Kau pada dasarnya memang sudah cantik, An."

Sepasang mata dengan alis yang kini menekuk itu membuat Annie tak mempercayai sandiwara kesedihan Dave. Kini ia tak dapat menahan tawanya lagi. "Tidak usah iri seperti itu."

Steak, sweet n sour lobster, pizza, dan beberapanya tidak dapat diabaikan lagi oleh sahabat-sahabatnya. Pestanya merayakan kepulangan Annie dari rumah sakit telah dimulai. Annie, sangat menikmati suara tawa teman-temannya itu. "Aku sayang kalian..." gumamnya dalam hati. Annie membunyikan terompet warna-warni di pinggir balkon, semakin membuat acaranya menjadi sangat meriah dan seru.

Tak terasa sudah tengah malam. Temannya satu per satu telah hilang berpamitan pulang, tidak lupa menitipkan pesan agar Annie bisa menjaga dirinya dengan lebih baik.

Krukk... krukk...

Perut Annie tiba-tiba berbunyi. Lebih tepatnya terdengar seperti suara cacing meronta-ronta. "Aku lapar."

"Dasar memalukan!" sahut Kate yang duduk di samping Annie, menikmati udara tengah malam Kota Berlin.

Keduanya lalu masuk ke apartemen, tidak lupa membersihkan semua sisa makanan di luar. Detik demi detik berlalu. Baru beberapa sendok menyantap makan malamnya, tiba-tiba suara deringan ponsel Annie kembali mengejutkan kedua perempuan itu.

"Unknown number..." gumam Annie di sela-sela makan malamnya bersama Kate.

"Ada yang menelpon, Kate." Annie menghembuskan napasnya dengan berat sambil bertanya-tanya siapa yang menelponnya lagi.

Ia mengerjapkan mata berkali-kali, sungguh berniat untuk mengangkatnya. Namun masih ada keraguan di hatinya, takut kejadian beberapa hari lalu terulang kembali.

Kate yang semula hanya memandanginya, kini angkat bicara. "Tidak usah diangkat!"

"Bagaimana jika... ibuku atau Alex?" sahut Annie polos.

"Bagaimana jika bukan ibumu atau Alex?!" teriak Kate. Ia langsung meletakkan garpunya kasar ke piring. Sepertinya dia tidak napsu makan lagi.

Annie bergumam tak karuan mengapa pandangannya terasa begitu pudar. Tubuhnya mulai berguncang. Keringat sudah mulai bercucuran membasahi pelipis kanannya. Diletakkannya kembali ponselnya berusaha untuk menuruti nasihat Kate, lalu mengalihkan perhatiannya pada makanan di hadapannya. Ponsel itu berhenti berdering.

Kate yang sedari tadi menyadari kegelisahan sahabatnya itu, kini beranjak dari tempat duduknya membopong Annie menuju tempat tidur.

"Sudah Annie, jangan dipikirkan. Alex sudah mengurus semuanya. Ia sudah berjanji kan?"

Masih dalam keadaan diamnya, Annie dan Kate kembali tersentak karena ponsel itu berdering lagi.

Tubuh Annie lemas. Namun ia sedang berusaha untuk tidak mengingat kejadian itu lagi. Napasnya tidak beraturan dan dadanya sesak seketika, membuat Annie mengingat kembali dengan sangat jelas siapakah pria berpakaian hitam yang hampir saja merenggut nyawanya itu.

**

Hehe, hai readers yang baik hati :)

Maklum penulis baru ini agak gila karena sore ini dia bakal tahu nasibnya masuk univ mana, hehe.

Hope you enjoy:)

sebelum ngarang ini aku baca berulang-ulang berkali-kali dan sambil ketawa-tawa. Maaf ini story bener-bener freak.

boleh divote atau comment:)

luvya{}

She's MineWhere stories live. Discover now