13. Payung di Kala Hujan

48 6 0
                                    

"Woi Bum, lo ngapain nangkring di situ? Makan sini!" teriakan Pati untuk sesaat berhasil membuat Bumi yang sedang berdiri di pintu masuk kantin menoleh ke arah sahabat-sahabatnya yang sudah siap menyantap makanan mereka

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

"Woi Bum, lo ngapain nangkring di situ? Makan sini!" teriakan Pati untuk sesaat berhasil membuat Bumi yang sedang berdiri di pintu masuk kantin menoleh ke arah sahabat-sahabatnya yang sudah siap menyantap makanan mereka.

"Duluan aja," balas Bumi ikut berteriak. Kembali dirinya fokus pada orang-orang yang berlalu lalang masuk dan keluar kantin. Tanpa perlu di tanya, keempat sahabat Bumi sudah tahu apa yang di tunggu oleh cowok jangkung itu, siapa lagi jawabannya kalau bukan Luara Anatasya.

Hingga kemunculan Melda dan Zellyn yang tertangkap oleh netranya, membuat senyum Bumi secara sempurna tertarik. Tapi sayangnya hal itu tak berlangsung lama saat iris cokelat gelapnya tidak menangkap kehadiran gadis fovaritnya.

Dengan raut kebingungan Bumi berjalan menghampiri kedua gadis yang masih terlibat perbincangan kecil sambil berjalan masuk ke dalam kantin itu. "Laura mana?" tanyanya langsung.

"Ishh! Buat kaget aja!" rutuk Zellyn kesal. Sedangkan Melda yang berjalan di samping Zellyn hanya menggelengkan kepalanya kecil melihat kelakuan Bumi.

"Ada di kelas," jawab Melda sekenannya.

"Gak ikut ke kantin? Kenapa?"

"Kakinya terkilir, jadinya gak bisa jalan," jelas Melda lagi.

"Berarti dia gak ke kantin buat makan dong?"

"Dia udah bawa bekal, cuma lupa bawa air—" Melda tak lagi melanjutkan ucapannya saat sosok yang menjadi lawan bicaranya sudah lebih dulu berlari menuju stand para penjual.

Tapi sudah beberapa langkah pergi, Bumi kembali berbalik dan berteriak ke arah Melda dan Zellyn. "Makasih infonya!" Setelahnya dia kembali melanjutkan langkahnya ke arah stand penjual.

Mengantri beberapa menit, akhirnya tiba giliran Bumi. Tak hanya sebotol air mineral, dirinya juga mengambil beberapa bungkus chiki, dan sekotak susu rasa stroberi.

"Woi Bum mau kemana?" Lagi, niat Bumi harus tertahan kala teriakan Putra membuatnya harus berhenti sejenak.

"Kelas Laura," jawab Bumi sembari berjalan ke arah meja para sahabatnya. "Ini punya gue kan?" tanyanya menunjuk pada piring yang berisi nasi ayam geprek yang belum tersentuh sama sekali—kecuali timunnya yang hilang satu.

"Iya," jawab Kafka sembari mengangguk. "Heh, lo mau makan di kelas Laura?" Belum cukup di buat terheran karena sikap Bumi tadi, kini mereka harus kembali di buat tercengan akan jawaban laki-laki yang tak mengenakan dasi sekolah itu.

"Iya." Hanya sebuah jawaban singkat sebelum Bumi benar-benar pergi meninggalkan kantin untuk menuju kelas Laura—11A-4.

***

Sepi. Begitulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana kelas 11A-4 saat ini. Hanya keberadaan Laura dan kegiatannya yang tengah membaca novel yang bisa di tangkap oleh netra Bumi begitu dia melongokkan kepalanya ke dalam kelas.

AmertaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon