Part 8 : Summer Fest

587 27 0
                                    

Touma mengajakku keliling desa dengan sepeda. Dia memberikan topi jeraminya padaku agar aku tidak kepanasan katanya.

"Kita kemana sekarang?" Tanyaku

"Ke kuil" jawabnya.

Dia terus mengayuh dan pada akhirnya kita sampai di kuil. Touma memarkirkan sepedanya. Tak jauh dari kuil, sudah mulai ramai dengan orang yang sibuk membuka toko untuk festival musim panas besok.

Touma melempar koin kedalam kotak besar lalu menarik bel 3 kali dan mulai berdoa. Aku melakukan hal yang sama.

"Apa yang kau harapkan?" Tanya Touma sambil memandangku

"Tidak berharap, aku hanya bertanya kenapa aku dilahirkan ke bumi. Itu saja" jawabku sambil memandang dinding kuil.

Touma tertawa besar "kau itu bodoh? Atau sengaja bodoh?" Tanyanya dengan gelak tawa yang tidak ia sisakan.

"Aku serius" ucapku singkat

Dia mencoba hentikan tawanya "Bukankah sudah jelas? Itu karena kau orang yang terpilih untuk menikmati indahnya dunia walaupun menyakitkan" ucapnya seraya senyum

Menikmati indahnya dunia? Aku tidak mengerti.

"Apa maksudmu?" Tanyaku

Dia menghela nafas berat "Aku pernah berpikir kenapa aku harus hidup kalau pada akhirnya kedua orang tua-ku harus mati disaat aku belum memiliki apa-apa. Jahat bukan? Kupikir Tuhan jahat padaku. Tapi aku mulai mengerti saat Yamaken datang padaku. Walaupun dia bukan keluargaku dia selalu merawatku, mengurusku dan menjagaku seperti anaknya sendiri. Dan aku sadar, meskipun aku merasa sendirian, ketakutan, kehilangan arah dan tidak ingin hidup. Selalu saja ada orang meskipun itu satu, dia akan selalu mendorongku dan membimbingku untuk terus hidup dan itu yang pasti diinginkan orang tua-ku" jelasnya, dia memandang lurus ke arah gerbang kuil.

Mungkin dia benar. Aku masih memiliki orang-orang yang menyayangiku. Aku masih memiliki ayah dan keluarga barunya yang selalu terbuka padaku. Paman Yamaken dan nenek yang selalu menunggu kedatanganku disini. Yuri yang mencoba menjadi temanku. Lalu Kou yang menyayangiku. Dan aku bertemu dengannya, Touma.

Langit sore sangat tenang dan terlihat lamban. Angin meniup apapun yang dilewatinya dengan lembut. Seperti es yang mencair dengan cepat di udara musim panas ini. Perasaanku jauh lebih tenang. Yah, aku tidak menyesal untuk datang kemari, dan bertemu dengannya.

"Kita harus kembali. Hari mulai gelap" ucap Touma seraya berdiri.

"Hei.. terima kasih" ucapku

"Tenang saja, bukan apa-apa. Lagipula, gadis cantik seperti mu tidak baik untuk menyerah dalam hidup" ucapnya dengan menunjukkan deretan gigi-nya yang rapih.

Aku tersenyum "aku tidak cantik" ucapku

"Ha?! Kau ini selalu bodoh yah? Kau itu cantik!" Serunya

"Siapa yang kau bilang bodoh?! Aku memang tidak cantik. Kau saja berbohong karena ingin membuatku senang" ucapku jalan mendahului-nya

Touma menarik tanganku "kau memang cantik, buat apa aku berbohong" ucapnya, nadanya serius memandangku

Plak! Aku memukul jidatnya "bodoh, tidak harus seserius itu kan" ucapku seraya lari meninggalkannya dan tertawa

"Hei! Sakit!!" Teriaknya seraya mengejarku.

Ibu, aku ingin terus hidup. Ya, aku ingin mendapatkan masa depan. Aku ingin akhir bahagia yang ibu selalu ceritakan padaku sebelum aku tidur dulu.

Bolehkah aku berharap, Tuhan?

[22 Agustus 2013]

Sudah sebulan setelah ibu meninggal. Kurasa aku mulai terbiasa dengan ini.

WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang