13

1.1K 200 60
                                    

Syahdan mengetuk-ngetukkan telunjuknya di meja kerja, ponselnya menempel di telinga. Dia mendengarkan nada panggil panjang berbunyi. Sekali. Dua kali.

Lalu di dering ketiga,  Gaza menjawab panggilannya.

"Halo?" sapa Gaza. 

Syahdan mendengar ada suara keramaian samar melatarbelakangi suara Gaza. Gaza seperti sedang berada di mal, atau plaza. Tapi makin didengar, suara percakapannya seperti tapi tidak dalam bahasa Indonesia.

Tapi Syahdan sudah tidak terlalu heran. Saat kembali memutuskan untuk bekerja, Gaza memilih bekerja secara hibrid. Dari total lima hari kerja, selama tiga hari Gaza masuk kantor, sisanya Gaza bekerja secara remote. Harinya fleksibel, tapi biasanya diatur dengan memprioritaskan beban kerja di kantor.

"Lagi di mana? Liburan?" tanya Syahdan.

"Taiwan," jawab Gaza. "Biasa, momong istri... Nina lagi ada expo anggrek di sini. Kenapa?"

"Lagi santai nggak nih?"

"Santai lah, ini lagi di coffeshop, Nina lagi di booth dibantuin sama pegawainya, kalau aku yang jaga nggak ngerti juga mau ngomong apa.... Kenapa?" tanya Gaza lagi. 

"Sekarang berapa standar ngamplopin kalau datang ke acara resepsi?" tanya Syahdan.

"Siapa yang mau nikah?" tanya Gaza dengan suara heran.

"Rangga."

Gaza terdengar kaget. "Tiba-tiba banget?" 

"Setengah jam lalu dia mendatangiku dan bertanya bagaimana caranya pedekate yang efektif," kata Syahdan.

Gaza tertawa geli. "Kamu pedekate sama Miranti dibantu kucing, bisa-bisanya dia bertanya soal pedekate padamu?"

Itu tidak sepenuhnya salah. Sebelum menikah, Syahdan dan Miranti tinggal di satu blok perumahan yang sama dan kucing Miranti, Orlando, terus menerus mendatangi rumah Syahdan. 

"Jadi harusnya Rangga tanya sama kamu, yang pedekate dibantu sungai?" tanya Syahdan pedas.

Tawa Gaza meledak kencang. "Sori ya yang sungai nggak dihitung... sungai cuma bantuin balikan karena kita kan sempat break sementara," kata Gaza dengan pongah. 

Putus bertahun-tahun sampai Nina bisa lulus S2, bekerja, bahkan sempat 'punya' anak tidak terdengar seperti "break sementara" bagi Syahdan. 

Tapi ini negara bebas, termasuk bebas menulis ulang sejarah lama.

"Terus Rangga dikasih nasihat apa? Dia ada bilang siapa yang mau dia dekati?"

"Rangga bilang Aishin. Adiknya Maiko."

"Hah??!!" tanya Gaza. "Yang bolak-balik kena teror sampai harus berbulan-bulan tinggal dalam pengawasan kita itu?"

 "Ho oh. Rangga sekalian minta izin, karena tahu kalau dia sedang melanggar Restrictive Covenant. Tidak boleh ada hubungan pribadi dengan klien selama masa kontrak klien hingga 6 bulan setelah kontrak berakhir. Ya aku bilang, kamu kan tahu salah, tapi masih berani bilang.  Aku tetap hargai... cuma kalau urusan pedekate tahan dulu lah, itu secara aktif mengubah dinamika hubungan dengan klien, mending tunggu sampai kontraknya selesai, nggak usah pakai plus enam bulan. Kecuali kalau emang maksa, ya maaf tapi nanti Aishin bakal di-assign ke tim pengamanan yang lain. Untuk schedule keluar kota nanti juga dia ga bisa ikut."

Gaza berdecak. "Repot juga ya... " kata Gaza. "Jadi intinya Rangga dilarang mendekati Aishin? Terus ujug-ujug nanya amplop pernikahan gimana nih jadinya?"

Syahdan menghela napas. "Buat siap-siap aja... Selama ini Rangga udah khatam menangani semua jenis perempuan, dari yang cantik sampai yang kaya, dari yang artis, anak konglomerat sampai anak pejabat. Nggak ada tuh dia kepleset perasaan kayak gini. Jadi ya kurasa yang yang ini serius sih...."

"Oh," kata Gaza, dia terdiam, tak menjawab lebih lanjut.

Syahdan bersandar di kursi kerjanya. "Cuma emang penasaran aja sih... kenapa ya? Kok bisa sama yang ini sih?"

"Itu sih gampang," kata Gaza. "Pertama, ini Aishin udah lumayan lama berada di orbitnya Rangga, kan? Walaupun nggak deket banget tapi ya dia ada di situ. Ibaratnya tiap Rangga noleh, dia ada. Nah, soal Aishinnya, aku belum pernah ketemu juga tapi aku bisa nebak nih orang kayaknya friendly, kalau ngomong suka ngasal, agak lucu dikit."

"Tau banget?" tanya Syahdan.

Gaza tertawa. "Soalnya Rangga mirip sama Nina. Kemungkinan selera mereka terhadap pasangan sama."

Syahdan dan Gaza kemudian beralih membicarakan beberapa subjek pekerjaan lainnya, dan setelah itu, Syahdan menyudahi panggilannya.

Beberapa saat setelah teleponnya ditutup, Syahdan kembali bersandar di kursi kerjanya, beberapa kalimat Gaza masih terngiang di benaknya.

...nih orang kayaknya friendly, kalau ngomong suka ngasal, agak lucu dikit...

...Rangga mirip sama Nina. Kemungkinan selera mereka terhadap pasangan sama...

Syahdan mengernyit geli dan bergidik, menyadari tadi Gaza sedang mendeskripsikan dirinya sendiri.

***

Sengkarut AsmaraWhere stories live. Discover now