10

920 178 24
                                    

Aishin membuka kulkas, mengecek paket-paket dari katering yang ada di sana. Rasanya tidak ada yang menarik... Jadi Aishin melangkah ke sofa depan TV, dan  mulai menyalakan TV.

Serial Belenggu Cinta sedang tayang, tentu saja. Drama selaris itu memang layak tampil di jam utama siaran TV.

Wajah ayu Abigail Maharani terpampang di layar TV yang besar itu.

Beberapa menit berlalu dan Aishin menonton dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya mematikannya. Dramanya sama, aktrisnya sama. Yang berbeda hanya perasaan Aishin yang lesu dan tak bersemangat.

Lagi pula, dia nonton Belenggu Cinta demi Abigail, dan dia nonton Abigail karena membayangkan kedekatan Abigail dengan Rangga.

Kemarin setelah melihat keakraban Rangga dengan Erni, keyakinannya jadi agak goyah.

Kini, selain karena keyakinannya yang goyah, pikiran Aishin juga ruwet oleh keresahannya sendiri. Sejak Maiko mengutarakan rencananya, hidup Aishin rasanya tidak tenang lagi, dan imajinasinya soal kehidupan percintaan Rangga juga jadi ikut menguap.

Mungkin memang benar hanya orang bahagia yang boleh bermimpi. Hanya mereka yang hidupnya tenang, yang perutnya kenyang dan pikirannya jernih yang bisa punya cukup tenaga untuk mengkhayalkan yang indah-indah.

Orang-orang dengan pikiran pusing selalu sibuk dengan kepusingannya sendiri.

"Tumben TV-nya mati?"

Aishin menoleh ke belakang. Rangga memasuki ruangan tengah sambil mencangklong ransel kerjanya di sebelah bahu dan satu tangannya menggenggam kantong plastik.

Aishin pasti terlalu terbenam dalam pikirannya sendiri sampai dia tidak mendengar suara pintu terbuka.

Kepala Aishin menoleh saat mendengar sapaan Rangga lalu pandangannya mengikuti Rangga yang kini berjalan mengitari sofa....

...lalu duduk di sampingnya.

Aishin tidak ingat apakah Rangga pernah melakukan ini, duduk di sampingnya begini.

Oh, mungkin sebelumnya pernah, saat mereka bicara dari hati ke hati di atap tempo hari. Tapi yang kemarin itu masih ada botol-botol minuman di antara mereka.

Kini Rangga benar benar duduk di sampingnya. Hanya ada sejengkal jaraknya duduk mereka.

Rangga meletakkan kantung plastiknya di meja dan membuka kotak di dalamnya.

"Salad buah. Mau?"

Aishin menatap Rangga, lalu menggeleng.

"Ah..." kata Rangga, dia lalu kembali bangkit, mengambil plastik itu dan mulai berjalan pergi.

Aishin ikut berdiri, berjalan di belakang Rangga.

Rangga berhenti berjalan dan menoleh ke arah Aishin. "Mau ke mana?" tanya Rangga heran.

"Pak Rangga mau ke mana?"

"Ke dapur, mau masukkin saladnya ke kulkas. Mbak Aishin mau ke mana?" Rangga kembali mengulangi pertanyaan yang tadi belum Aishin jawab itu.

"Ke dapur juga," kata Aishin, tanpa menyebutkan dengan rinci keperluannya.

Rangga hanya menatap Aishin sejenak sebelum balik badan dan melangkah pergi. Aishin kembali mengikuti di belakang Rangga.

***

Rangga rupanya sedang malas makan menu katering juga. Setelah lelaki itu memasukkan salad buahnya ke kulkas, Rangga berkacak pinggang sejenak di depan kulkas, sebelum kembali menutup pintu kulkas dan membuka pintu kabinet dapur.

Sengkarut AsmaraWhere stories live. Discover now