1

1.6K 222 21
                                    


Aishin masih ingat waktu dia pertama kali melihat Abigail dan Rangga, dua bulan lalu.

Waktu itu pukul lima pagi dan Aishin baru selesai mandi. Dia sedang menggosok rambutnya menggunakan handuk lembap yang tersampir di bahu, berjalan melintasi ruang tengah untuk masuk ke kamarnya.

Rumah itu lumayan luas, dua rumah berlantai dua yang direnovasi jadi satu rumah. Konon dulunya digunakan sebagai mess pegawai sekaligus tempat tinggal para pendiri GSR, perusahaan keamanan yang tiga bulan ini disewa Maiko, kakak Aishin, untuk mengamankan Aishin.

Tapi kemudian, satu per satu pendiri GSR menikah dan keluar dari rumah ini, dan pegawainya lebih suka tinggal di mess karyawan yang baru karena lebih dekat dengan jalan besar. Jadilah rumah ini lebih sering kosong dan senyap. Bahkan satu-satunya pendiri GSR yang masih tinggal di sini, Rangga, juga belakangan amat jarang terlihat.

Jadi pagi itu, Aishin baru berjalan beberapa langkah sambil menggosok rambutnya yang habis dishampoo dengan handuk lembap ketika menyadari ada suara berbisik-bisik dari salah satu kamar di lantai satu.

Selain kamar yang dia tempati, ada tiga kamar lain di lantai satu. Dua kamar itu jauh lebih luas dari kamar Aishin, keduanya punya kamar mandi di dalam. Yang satu berada bersebrangan dengan kamar Aishin menghadap ke taman belakang adalah kamar Rangga. Yang dua lagi, menghadap ke taman depan.

Aishin mengubah arah langkahnya menuju ke arah kamar-kamar depan dan tiap langkahnya, suara bisikan sayup itu makin terdengar jelas.

"Bu Abigail, berdirilah yang tegak." Suara Rangga, berbisik pelan.

"Pak Rangga, saya sudah bilang, panggil saja nama saya...." Suara perempuan, sepertinya namanya Abigail, berbisik sama pelannya.

Aishin masih menggosok rambutnya. Kini langkahnya terhenti di balik salah satu tembok, karena dari sini dia sudah bisa melihat dua sosok perempuan dan lelaki di depan salah satu pintu kamar depan.

Saking asyiknya menggosok rambut dan mengintip, Aishin sampai tak menyadari kalau sikunya terlalu dekat dengan pot pohon ketapang di dekat kredenza dan satu gerakan salah dari Aishin menimbulkan bunyi gemeresak.

Kepala Rangga menoleh cepat ke arah Aishin.

Aishin tahu persis bagaimana kewaspadaan Rangga dan refleks lelaki itu, jadi dia buru-buru keluar dari tembok persembunyiannya.

Tapi terlambat, Rangga sudah keburu berteriak.

"Siapa itu?!" seru Rangga, suaranya dalam dan keras, memecah keheningan.

Tak lama, terdengar suara derap dan gedebug dari lantai dua, pertanda beberapa pegawai yang tidur di lantai dua sudah terbangun oleh teriakan Rangga.

Sementara itu, tangan Rangga seketika memukul saklar lampu yang ada di dekat dinding, sekaligus menarik Abigail ke dalam pelukannya.

Tak sampai semenit dari siku Aishin menyenggol pohon, cahaya lampu sudah membanjiri ruang tengah. Empat pegawai GSR yang sedang menginap di lantai dua sudah turun ke lantai satu. Abigail sudah berada dalam dekapan Rangga.

Sementara itu, terpojok di dekat dinding, Aishin mengenakan daster rayon sebetis dengan handuk basah tersampir di bahunya, menatap ke semua orang dengan senyum canggung.

Tatapan Aishin berhenti cukup lama pada Rangga dan Abigail.

Rangga yang mengenakan kemeja dan setelan jas hitam setengah mendekap Abigail yang mengenakan dress cocktail sutra warna merah. Mereka berdua seperti sepasang mata-mata yang baru pulang dari pesta.

Sengkarut AsmaraWhere stories live. Discover now