Sect. VIII: 八

64 16 7
                                    

Glacier yang berada di depan bingung. Secara mereka sudah tak bisa kemana-mana sebab kanan dan kiri mereka sudah dipenuhi manusia yang terinfeksi.

"Glacier! Pergi ke ujung tembok ini, kita harus mencari kendaraan dan pergi secepatnya dari sini!" Halilintar berseru dari belakang. Di hadapannya ada Taufan dan Kuputeri yang saling menopang satu sama lain.

Glacier mematuhi ucapan Halilintar dan berusaha pergi ke sisi lain perumahan itu disusul oleh yang lainnya. Entah kemana mereka akan pergi, tapi yang jelas mereka harus selamat dari sini segera.

Mereka perlu melompati bolongan tembok yang cukup besar, kira-kira dua meter jaraknya untuk sampai ke sisi lain perumahan itu.

Semuanya berjalan lancar hingga tiba giliran Kuputeri dan Pipi yang ada di gendongannya.

Mereka melompat sejauh yang mereka bisa, tapi sayangnya belum sempat memijak dengan benar, kaki dari Ibunda Taufan itu keseleo dan membuatnya terpeleset hingga jatuh.

"Bunda!!" Seketika Taufan langsung memegang tangan sang ibu, membuatnya tergantung. Mengabaikan kondisinya saat ini yang sedang mengalami cedera.

Halilintar turut membantu untuk menaikkan Pipi terlebih dahulu barulah kemudian Kuputeri.

Kakinya yang menggantung membuat makhluk itu semakin berusaha menggapainya. Dalam kesulitan, mereka tetap berusaha menarik sang ibu, tapi sayangnya kaki Kuputeri berhasil di gapai oleh salah satu makhluk itu.

"Akh!!"

Terjadi adegan tarik menarik antara mereka. Pipi bahkan sudah menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Sedikit lagi... tarik lagi, Fan!"

Kuku makhluk itu menancap di pergelangan kaki Kuputeri dan kemudian semakin menariknya hingga mereka berhasil menggigit kaki ramping tersebut dan membuatnya berteriak kesakitan.

"Bunda!!" Air matanya mengalir deras melihat ibunya yang sudah tergigit.

Halilintar terdiam, tidak kuat menahan tangis dirinya pun turut mengalirkan air matanya.

"Lepaskan saja. Tidak ada gunanya, bunda sudah tergigit..." Kuputeri tersenyum pasrah melihat luka di kakinya.

"Tidak! Bunda harus bersamaku! Hali, tarik lagi!!" Taufan semakin histeris.

Masih dalam kondisi menggantung, Kuputeri dengan susah payah menangkup sebelah pipi anak semata wayangnya dan menenangkan lelaki itu. "Ssst, Fan sayang... bunda tak bisa lagi berjalan, kaki bunda sudah digigit dan... sebentar lagi bunda akan berubah menjadi makhluk itu, bunda mohon, anakku. Lepaskan tanganmu ini, ya? Bunda tidak mau kamu ikut tergigit karena bunda..."

Taufan menggelengkan kepalanya berkali-kali, menolak perkataan sang ibu. Mungkin untuk pertama kalinya Taufan menolak permintaan ibunya. "Gak mau! Bunda, tolong. Jangan bilang begitu!"

"Taufan... Bunda tidak mau... Uhuk!! kamu melihat bunda seperti ini..." Wanita itu mulai mengeluarkan darah dari mulutnya, ia sudah terinfeksi.

"Bunda!!" Taufan menjerit ketika wanita itu terbatuk-batuk dengan hebat.

Kuputeri tersenyum, ia menoleh pada Halilintar yang pupil matanya mengecil. Dengan susah payah Kuputeri mengucapkan pesan terakhirnya. "Halilintar, tolong jaga anakku. Dia memang sedikit manja, tapi hatinya lembut."

"Bunda..."

Kedua tangan yang mereka pegang terlepas. Kuputeri benar-benar terjatuh dari ketinggian.

"Bunda mencintaimu, Taufan. Teruslah hidup..... untuk bunda..."

AdamantWhere stories live. Discover now